Ilustrasi: Renta Ivonne Dewi Arimbi Situmorang
LINDAP BERSAMA MALAM
Segigil ini malam
Hujan lembut
Hati terpaut
Dan suara rintik mengalun
Rembulan terpasung
Selimutku angin
Ibuku lindap bersama malam
Berdendang tentang kesunyian
Wajahnya berpendar memecah cahaya; seribu
Purnama
Memelukku
Kaliwungu, 2022
DI RUMAH
Suatu saat engkau letih bermain keringat di jalan. Peluhmu berguliran seperti tengah meratap. Mimpi telah terbangun pelan-pelan. Rumah yang terbuat dari tembok yang tak gentar di makan rayap.
Di depan rumah bertengger empat burung dalam sangkar kayu. Kaupandang seolah engkau bisa menembus matanya yang bening dan sayu. Terduduk hingga terkantung-kantuk kau di beranda, membangun angan di masa tua.
Tak ada lagi rumah mewah. Tak ada lagi suara burung-burung membelah gunung-gunung di dadamu. Hanya suara desir kematian selalu maraung. Menikam umur-umur saat mata tertidur. Dan tiba-tiba terbangun. Tak ada rumah mewah dan suara burung-burung.
Kaliwungu, 2022
TOBAT
Jiwaku terbang bersama burung. Tubuhku tengah tertidur pulas. Mungkin dia tahu bila kupandang di atas awan. Wajahnya kelelahan, keriput di dahi dan beberapa uban di kepala. Hujan menyapu lembut wajah itu.
Jiwaku terpaku. Terpaku pada temaram matahari. Tak beranjak pergi. Memandang wajah itu. Apakah benar wajahku. Tubuhku bergeming di antara doa-doa beterbangan. Mengubur luka di dalam keranda dan jalan ke kuburan. Menyulam kembali waktu.
Kaliwungu, 2022
ANAK KECIL PENJUAL KORAN
Aku ingat anak kecil itu. Yang tertidur berselimut koran. Setiap di tanya siapa ibunya, dia geleng kepala.
Suatu saat, saat dia menjajakan koran, dia ditanya lagi siapa ibu dan bapaknya. Dia memandang langit. Tiba-tiba tersenyum, dan berkata, “Ibu dan bapakku adalah kalian yang membeli koranku. Untuk biaya makanku.”
Langit bergetar, menumpahkan getir dan tangisnya. Menyembunyikan mata anak kecil itu yang tengah berkaca-kaca.
Kaliwungu, 2022
KAMI YANG TERBUANG DI JALANAN
Di jalan masih ada darah yang berceceran. Luka belum mengering. Ditambal rupiah yang tak seberapa. Tak ada mimpi yang perlu diceritakan. Mimpi itu terpotong menjadi bualan-bualan. Tergilas suara klakson dan derit bising.
Di jalan jiwa kami seperti kelelawar malam. Tak ada pejam. Andai terpejam pun, jiwa kami melalang buana. Mencari rejeki sesuap beberapa suap nasi di balik pijar purnama. Seolah tak pernah berhenti mencari.
Di jalan apakah mimpi itu seperti lampu-lampu mercuri. Entahlah. Tubuh kami menunggu limbung menjadi bangkai yang terkubur; mati. Berharap di atas kubur kami ada nisan marmar dan setangkai bunga mawar. Atau isak tangis kerabat saudara. Atau kematian itu malah menjadi sesuatu yang ditunggu.
Kaliwungu, 2022
==============================
Biodata
Ngadi Nugroho, lahir di Semarang, 28 Juni 1978. Menulis sajak menjadi suatu aktifitas menggugah ruang kesadaran yang menyenangkan. Sajaknya masuk dalam beberapa antologi, seperti Pujangga Facebook Indonesia, Progo7, Dunia: Penyair Mencatat Ingatan, Lampion Merah Dadu dll. Beberapa pula masuk di media online seperti Umakalada News, Litera.co.id, Suara Krajan.com, Mbludus.com, Kepul, Riausastra, Pronusantara, Negerikertas. dll. Email: [email protected]
Renta Ivonne Dewi Arimbi Situmorang lahir di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, 21 September 1980. Dia lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata, Bandung. Dia menggemari lukisan dan puisi-puisi yang bertema kesendirian. Kemudian, sejak awal 2019, dia belajar melukis secara otodidak menggunakan media kertas, batu, kayu, dan kanvas. Akun FB: Jeung Ipon. IG: @ivonnearimbi.