Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Pariwisata

Tahun Baru Dilarang, Disel: Biarkan Pariwisata Jalan Sesuai Prokes

BERGANTUNG PARIWISATA: Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa.

 

BADUNG, BaliPolitika.Com– Masa depan Bali bergantung pada sektor pariwisata. Seiring pembukaan Bandara Internasional Ngurah Rai Bali sejak 14 Oktober 2021, sinyal-sinyal kebangkitan perekonomian ini mulai tampak setelah dua tahun porak-poranda diterjang pandemi Covid-19. Namun, kondisi ini berpeluang kembali menghadapi tantangan berat lantaran Pemerintah Provinsi Bali melarang pesta kembang api untuk merayakan Tahun Baru 2022. Kebijakan ini sebagai respons pelarangan pelaksanaan Natal dan Tahun Baru 2022 oleh pemerintah pusat guna mencegah peningkatan kasus Covid-19. Terupdate, varian omicron yang memicu karantina kedatangan dari luar negeri diperpanjang jadi 7 hari juga dikeluhkan banyak pihak.

Menyikapi kondisi ini, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa menegaskan rem dan gas antara sektor kesehatan dan ekonomi harus diseimbangkan. Jika tidak seimbang, maka kehidupan masyarakat Pulau Dewata akan carut marut karena kapan pandemi berakhir tidak bisa diprediksi. 

Harus bisa menyeimbangkan antara sektor kesehatan dan ekonomi. Kalau ekonomi tidak sehat bagaimana masyarakat berpikir sehat? Meski demikian saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat, Pemprov Bali, Pemkab Badung, dan stakeholder terkait atas upaya pencegahan penyebarluasan pandemi Covid-19,” ucap sosok kharismatik yang juga mengemban amanah sebagai Bendesa Adat Ungasan itu, Minggu (28/11/2021).

“Saya berterima kasih kepada pemerintah dalam rangka penerapan prokes. Kita sudah 2 tahun menghadapi permasalahan yang sama. Kita berharap khusus untuk Bali ada kebijakan sendiri. 2 tahun pegawai sektor pariwisata, khususnya hotel sudah tidak bekerja. Pariwisata tidak berjalan, otomatis semuanya tidak berjalan,” ungkapnya.

Disel merinci dalam posisi kasus aktif hingga 28 November 2021 berjumlah 174 kasus, RS rujukan (55/ 31,61%), isolasi terpusat (90/ 51,72%), isolasi mandiri (29/16,67%) tempat isolasi terpusat kapasitas 883 bed (terisi 90 bed, 10,19 %), tersisa 793 bed (89,81%) seharusnya Bali dibuka saja dengan catatan penerapan protokol kesehatan dilaksanakan seketat mungkin. Lebih-lebih terdapat 175 tempat isolasi terpusat tersebar di seluruh kabupaten/kota dan Provinsi Bali. Dengan kata lain, harus ada keistimewaan untuk Bali yang hanya mengandalkan hidup dari sektor pariwisata. 

“Dalam kondisi vaksinasi yang sukses digelar, prokes ketat, CHSE diterapkan pengusaha, aplikasi Peduli Lindungi menjadi syarat wajib dan ada di tiap objek pariwisata, serta persyaratan transportasi udara dan laut sangat ketat, biarkan saja pariwisata berjalan sesuai prokes. Seharusnya cuma kegiatan saja yang dibatasi. Jangan sampai pergerakan ekonomi juga dibatasi. Jadi perayaan Natal dan malam pergantian Tahun Baru 2022 idealnya tetap bisa dilaksanakan, namun dengan pembatasan-pembatasan dan protokol kesehatan ketat,” terangnya.

Dengan terisinya akomodasi pariwisata disertai pembatasan ketat, maka imbas positifnya akan dirasakan oleh masyarakat terbawah, khususnya travel, guide, dan sejenisnya. “Ini adalah harapan yang harus dimanfaatkan. Turis domestik adalah peluang bagi masyarakat Bali untuk mencari sesuap nasi di masa sulit ini. Kita harus bersyukur geliat ekonomi mulai tumbuh meski masih jauh dari kata normal,” terangnya. 

Khusus harapan terhadap kehadiran turis asing, Disel menegaskan harapan itu tentu ideal jika terwujud. Namun dirinya sadar wabah pandemi Covid-19 adalah masalah yang mendunia sehingga apa yang sudah ada di depan mata, yakni turis domestik yang harus dimaksimalkan.

“Dalam keadaan saat ini, negara-negara lain di dunia semuanya menghadapi masalah yang sama. Turis domestik menjadi tumpuan saat ini agar petani dan peternak serta UMKM kita tetap bertahan hidup. Kita tidak seperti Surabaya yang ditopang industri. Kita di Bali hanya mengandalkan pariwisata. Kalau pariwisata rontok ya semuanya terimbas. Untuk level 3 yang akan diberlakukan secara nasional, saya menilai yang penting dilakukan adalah pengetatan prokes dan masyarakat tetap beraktivitas seperti sedia kala,” tutupnya. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!