Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Ekbis

Tagih Janji Jokowi, 997,01 Hektar Tanah Pertanian di Bali “Bermasalah”

BULELENG, BaliPolitika.Com- 24 September adalah tanggal bersejarah bagi kaum tani di Indonesia. 60 tahun yang lalu, tepatnya 24 September 1960, Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Ir. Soekarno mengundangkan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa disingkat UU PA. Semangat yang mendasari lahirnya UU tersebut adalah peraturan agraria yang ada sebelumnya merupakan produk kolonial yang tidak memenuhi azas keadilan.

Presiden Soekarno membuat UU Agraria tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani nasional dan sebagai tonggak sejarah menghentikan sistem hukum agraria kolonialisme. Namun, dari tahun ke tahun sejak UU tersebut dikeluarkan, terutama pada rezim otoritarian Orde Baru, nasib para petani nasional masih tetap tertindas dan tidak pernah mengalami peningkatan kesejahteraan hidup. Hal tersebut juga terus terjadi sampai saat ini.

Peringatan Hari Tani Nasional tahun ini diliputi kondisi krisis di segala bidang akibat pandemi Covid-19. Suasana krisis ini kian berat dirasakan oleh rakyat banyak karena adanya pembatasan ruang gerak untuk bekerja mencari penghidupan. Kalangan tani tidak tinggal diam dan menyerah dalam menghadapi krisis ini. Walaupun produk lokal petani mengalami penurunan serapan pasar karena situasi krisis, petani terus berproduksi dan terus menagih janji kepada pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus konflik agraria di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Bali.

Berkaitan dengan peringatan Hari Tani Nasional di Bali, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Bali menggelar peringatan Hari Tani Nasional ke-60 secara sederhana dengan berbagai organisasi serikat tani, yakni di lapangan kebun Jagung Gembal/Buleleng (Sorghum) Dusun Sendang Pasir, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

Ketua KPA Bali, Ni Made Indrawati mengatakan peringatan Hari Tani Nasional di kebun sorghum sekaligus memperkenalkan kembali produk pangan lokal asli Buleleng yang selama hampir 3 dekade dilupakan orang. Gembal atau Sorghum ini merupakan tanaman maskot Kabupaten Buleleng. Sorghum Buleleng dipromosikan kembali atas inisiatif para petani Desa Pemuteran yang tergabung dalam Serikat Tani Suka Makmur. Dominan merupakan anggota aktif KPA Wilayah Bali yang tanah pertaniannya merupakan lahan konflik agraria di Bali sejak tahun 1990-an.

Sementara itu, Ngurah Karyadi, selaku Pakar/ Penasihat KPA berharap peringatan 60 Tahun Hari Tani dapat menjadi momentum pemuteran/ arus balik kesadaran petani Bali khususnya untuk keluar dari jebakan proletarisasi atau pemiskinan dan tak berdaya. Lepas dari ketergantungan, baik dalam hak atas tanah dan sumber daya alam, produksi, pasar dan konsumsi. Sekaligus mengembalikan kejayaan Jagung Buleleng, dalam menunjang program pemerintah dalam menuju ketahanan dan kedaulatan pangan.

Perlu dicatat, di Provinsi Bali konflik agraria terutama terjadi di 3 (tiga) kabupaten, yaitu Klungkung, Buleleng dan Gianyar. Konflik agraria di tiga kabupaten ini terjadi sangat lama. Antara 15 sampai 30 tahun  masyarakat di lokasi konflik harus bolak balik mendatangi kantor pemerintah untuk memperjuangkan hak milik atas tanah yang telah dikuasai dan ditempati mereka secara turun temurun.  Berbagai dialog dan pertemuan telah dilakukan oleh masyarakat dengan pemerintah, tetapi hasilnya nihil dan hanya wacana belaka.

Persoalan lain yang lebih serius terkait dengan kondisi di lapangan, yakni pemerintah pusat dan daerah ternyata masih belum mampu menyelesaikan konflik secara tuntas di Indonesia, khususnya di Buleleng, Klungkung, dan Gianyar.

Adapun potensi objek reforma agraria yang harus segera ditindaklanjuti oleh segenap pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Bali adalah seluas 997,01 hektar. Tersebar di Buleleng, Gianyar, dan Klungkung. Lokasi-lokasi yang terkonsolidasikan dalam LPRA diusulkan petani di Bali, tidak semata-mata lokasi konflik agraria. Lebih dari itu, dalam LPRA, lokasi-lokasi tersebut sudah terorganisir dengan baik, petani telah menggarap secara penuh, terdapat data subjek-objek Reforma Agraria yang lengkap dan valid serta mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah.

Dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional ini, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Wilayah Bali bersama-sama dengan Organisasi Serikat Tani, dengan dukungan penuh dari aktivis lingkungan, aktivis pro-demokrasi dan kalangan mahasiswa, menyatakan sikap. Menuntut pemerintah pusat segera melaksanakan Percepatan Penyelesaian Konflik Pertanahan dalam kerangka Reforma Agraria Sejati yang berpihak pada kaum petani penggarap.

Mendesak pemerintah pusat dan daerah menindaklanjuti kejelasan status tanah di lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) yang telah diusulkan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria Wilayah Bali bersama-sama organisasi serikat tani yang mengalami konflik agraria, sebagai lokasi prioritas penyelesaian konflik agraria di Provinsi Bali.

 

Pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria di lokasi prioritas  reforma agraria (LPRA) Provinsi Bali seluas kurang lebih 997,01 Hektar, dengan jumlah penggarap 1,465 KK, yang berada di 6 lokasi, 5 lokasi non-hutan seluas 914 Hektar, dengan jumlah petani penggarap 1,358 unit keluarga, dan 1 lokasi dalam kawasan hutan seluas 83,01 Hektar, dengan jumlah petani penggarap 107 unit keluarga.

Menolak penyelesaian konflik tenurial masyarakat pengungsi eks Transmigrasi Timor-Timur di Desa Sumberklampok melalui Skema Perhutanan Sosial, tetapi melalui kerangka Reforma Agraria Sejati.

Mendesak pemerintah agar segera  menyelesaikan konflik agraria di Dusun Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, yang mengakibatkan ancaman hilangnya ruang hidup dan sumber penghidupan petani penggarap karena terjadinya perabasan pohon pisang di atas tanah garapan para petani penggarap yang dilakukan secara sepihak  oleh PT. Ubud Duta Resort Development.

Menolak secara tegas upaya pengesahan OMNIBUS LAW oleh DPR RI. Menolak pemberian konsesi tanah untuk kepentingan segelintir investor, karena melanggar konstitusi UUD 45 Pasal 33 dan cita-cita pendiri bangsa untuk mewujudkan “tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menagih janji Presiden Bapak Joko Widodo yang pernah menjanjikan untuk penyelesaian lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) di Provinsi Bali dalam jangka waktu 100 hari, yang disampaikannya kepada delegasi perwakilan petani dan KPA Nasional pada momentum pertemuan di Istana Negara pada Hari Tani Nasional di tahun 2019. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!