Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Geber 2 Keputusan Sulinggih, Tim Hukum JBS Perkuat Laporan Iwan Pranajaya

KONTRADIKTIF: Kontradiksi dari pernyataan Tim Hukum Jro Bauddha Suena (JBS) yang akun facebooknya dilaporkan ke Polda Bali oleh Iwan Pranajaya dinilai mulai nampak.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Kontradiksi dari pernyataan Tim Hukum Jro Bauddha Suena (JBS) yang akun facebooknya dilaporkan ke Polda Bali oleh Iwan Pranajaya mulai nampak.

Bila JBS menuding Sulinggih PHDI MS XII ‘’diam seperti Rsi Drona dan Pangeran Bhisma’’, melakukan pembiaran terhadap eksistensi Sampradaya Hare Krishna/ISKCON dan Sai Baba, tim hukum JBS justru menyebut ada dua keputusan Pandita PHDI yang secara tidak langsung membantah dalil JBS yang oleh pelapor Iwan Pranajaya dituding sebagai fitnah, kebohongan, yang mencemari lembaga kesulinggihan.

Dikutipnya 2 keputusan Sulinggih PHDI tersebut menjadi indikasi kuat, bahwa status akun facebook JBS terindikasi fitnah dan bohong karena terbukti tidaklah benar Sulinggih PHDI MS XII ‘’diam dan melakukan pembiaran seperti Drona dan Bhisma’’.

Secara tidak langsung Tim Hukum JBS justru menegaskan status JBS memang ada indikasi kebohongan dan fitnah, karena JBS sama sekali tidak menyebut 2 keputusan Sulinggih PHDI MS XII tersebut dalam status yang diunggahnya ke media sosial facebook pada 16 Juli 2022.

Demikian penegasan kuasa hukum Iwan Pranajaya, Ketut Artana, SH, MH, Made Dewantara Endrawan, SH, menanggapi pernyataan tim hukum JBS yang menyebut kliennya tidaklah melakukan penghinaan terhadap sulinggih PHDI MS XII, tetapi menyebutkan pernyataan kliennya sebagai ‘’mapaungu’’ atau bermaksud mengingatkan.

‘’Jelas kontradiktif dan kontroversial. Tim hukum JBS menyebut ada 4 keputusan PHDI yang disebutnya mesti ditindaklanjuti oleh Sulinggih PHDI dengan membuat bhisama. Dari 4 keputusan PHDI yang dikutip Tim Hukum JBS itu, 2 diantaranya adalah keputusan sulinggih, yakni keputusan 10 Juni 2021 dan keputusan 30 Juli 2021. Kalau sudah ada 2 keputusan sulinggih, itu mementahkan tudingan JBS yang menyebut Sulinggih PHDI diam dan melakukan pembiaran. Dan sekali lagi, itulah letak kebohongan dan fitnahnya, yang menimbulkan kesan negatif terhadap lembaga sulinggih PHDI MS XII. Bahwa belum semua masalah selesai, tentu karena masih ada proses, dan tidak seperti membalik telapak tangan. JBS mestinya jujur menyebut ada 2 keputusan sulinggih yang membuktikan Sulinggih PHDI tidak diam. Tim hukumnya saja bisa menyebut ada 2 keputusan Sulinggih PHDI itu, tapi mengapa JBS tidak mengoreksi status tanggal 16 Juli 2022 itu dan seperti tetap pada tuduhan tanggal 16 Juli 2022 tersebut?” imbuh Artana dan Dewantara Endrawan menanggapi Tim Hukum JBS.

Dua keputusan Sulinggih PHDI yang disebut oleh Tim Hukum JBS adalah sebagai berikut.

Pertama, Keputusan Pasamuhan Sabha Pandita PHDI Pusat Nomor: 01/KEP/SP PHDI Pusat/VII/2021 tentang Rekomendasi dan Pencabutan Surat Pengayoman Sampradaya tertanggal 30 Juli 2021.

Kedua, Keputusan Pasamuhan Paruman Pandita PHDI Provinsi/Kabupaten/Kota se-Bali tertanggal 10 Juli 2021 Nomor 01/VI/Pasamuhan Paruman Pandita PHDI Provinsi/Kabupaten/Kota se-Bali.

Tim Hukum JBS juga menyebut adanya 2 keputusan PHDI lainnya.

Pertama, Surat Keputusan Bersama Nomor 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan Nomor: 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 yang di terbitkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali tentang Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran Sampradaya Non-Dresta Bali di Bali yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Rabu, 16 Desember 2020.

Kedua, AD/ART PHDI Pusat hasil Mahasabha XII bahwa tidak ada lagi pengayoman tentang Sampradaya dengan dihilangkannya Pasal 41 yang sebelumnya ada di AD/ART PHDI 2016-2021.

Konteks disebutnya 4 Keputusan PHDI tersebut oleh Tim Hukum JBS memang disertai tuntutan agar PHDI membuat bhisama tentang Hare Krishna dan Sai Baba,yang memang sampai sekarang belum ada, dan ada informasi dari Sabha Walaka, diinventarisasi masukan-masukan sebagai rancangan keputusan untuk Sabha Pandita, tentang banyak hal, termasuk menyikapi masalah sampradaya yang masih mendapat resistensi, walaupun sudah dicabut pengayomannya dari AD/ART PHDI.

Apa benar JBS tidak tahu ada keputusan Sulinggih PHDI tanggal 10 Juni 2021 dan tanggal 30 Juli 2021, sehingga dengan percaya diri menulis di status facebooknya pada 16 Juli 2022 bahwa Sulinggih PHDI MS XII diam seperti Drona dan Bhisma di Korawa sekaligus melakukan pembiaran terhadap eksistensi Hare Krishna/ISKCON dan Sai Baba?

Apa betul JBS tidak tahu AD/ART PHDI MS XII dan SKB PHDI-MDA 16 Desember 2020 dan mengapa JBS tidak menyebut 4 keputusan itu sebagai peran PHDI dan sulinggih, bukan menuding Sulinggih PHDI diam, dan karenanya tuduhan JBS menjadi fitnah dan menyebar kebohongan?

Hal-hal ini menjadi fokus pertanyaan para kuasa hukum Iwan Pranajaya.

“Agar menjadi terang dan jelas, biarlah laporan ini diproses oleh penegak hukum dan terlapor memiliki kesempatan yang luas untuk menjelaskannya di kepolisian. Di media boleh-boleh saja membantah melakukan penghinaan dan fitnah, tapi pihak pelapor pun dalam posisi setara berkewajiban menjelaskan dan membeberkan bukti-bukti dari laporan kliennya ke Polda Bali,” tutup Artana dan Dewantara Endrawan menanggapi Tim Hukum JBS. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!