Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Pariwisata

Wisman Ngeluh, Pungutan 10 Dolar Lari ke mana?

Bye Bye Bali, Pilih Thailand dengan Pajak 0 Persen

TUNTUT TRANSPARANSI: Ilustrasi pariwisata Bali. (Sumber: Freepik.com)

 

GIANYAR, Balipolitika.com- Salah satu praktisi pariwisata di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali berinisial Putu S menyebut banyak keluhan yang datang dari wisatawan mancanegara (Wisman) yang berkunjung ke Bali akhir-akhir ini.

Selain masalah sampah dan kemacetan yang semakin parah dari hari ke hari, wisman juga mempertanyakan urgensi dan transparansi kebijakan pungutan 10 dolar atau setara Rp150 ribu per kepala yang dibebankan kepada mereka.

Pasalnya untuk masuk ke Indonesia, khususnya Provinsi Bali mereka sudah harus membayar ini itu di luar pungutan 10 dolar tersebut.

Hal itu diungkapkan Putu S kepada wartawan balipolitika.com saat ditemui langsung pada Kamis, 18 April 2024.

Sorry to say (maaf harus berkata, red) pungutan itu justru merugikan kami pelaku pariwisata. Semua wisman yang berkunjung, utamanya dari Australia itu mempertanyakan dana itu lari ke mana? Mereka rata-rata kecewa, dipungut lagi biaya, tapi fasilitas penunjang tidak memadai, macet di mana-mana. Ini ancaman bagi kami karena persaingan di asia ini sangat ketat sekarang,” cetus Putu S.

Putu S menekankan, seiring dengan ketatnya persaingan pariwisata di wilayah asia, kebijakan pungutan 10 dolar dinilai telah menurunkan minat wisman untuk berkunjung ke Bali, khususnya Ubud.

Mereka, wisman lebih memilih Thailand sebagai destinasi liburan mereka di wilayah asia dengan kebijakan pajak 0 persennya yang menjadi negara Gajah Putih menjadi destinasi wisata dengan minat kunjungan tertinggi di Asia saat ini.

“Maksud saya persaingan pariwisata ini sangat ketat di asia. Walaupun Bali masih menjadi destinasi pilihan, tetapi dengan adanya kebijakan 0 persen, Thailand justru diburu para pelancong dari luar negeri, Pak. Sedangkan di Bali ada tambahan addtional charge (pungutan wisman, red) itu sepertinya memberatkan bagi mereka,” imbuhnya.

Putu S berharap ke depan para pemangku kepentingan bisa lebih mengedepankan sosialisasi secara lebih luas, terkait segala bentuk pengambilan kebijakan agar para pelaku pariwisata di Bali bisa lebih banyak dilibatkan, sehingga saat eksekusi di lapangan tidak banyak wisatawan yang mengeluh, khususnya kepada hotel maupun vila tempat ia menginap selama di Bali.

Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Bali, Tjok Bagus Pemayun saat dikonfirmasi langsung menjelaskan pungutan wisman merupakan kebijakan Pemprov Bali yang diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali dan diatur lebih lanjut dalam Perda Nomor 6 tahun 2023.

Hingga saat ini tercatat sudah ada sebesar 40 persen wisman yang membayar pungutan tersebut dengan rinician per 14 Februari – 18 Maret 2024 mencapai angka Rp32 miliar lebih.

Ke depan dana ini akan digunakan untuk memperbaiki dan mengoptimalisasi fasilitas-fasilitas penunjang pariwisata di seluruh Bali.

“Kebijakan pungutan ini kan terus kita evaluasi setiap 3 tahun sekali. Yang jelas, penerimaan dari pembayaran pungutan ini diklasifikasikan sebagai lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Nantinya akan kami gunakan untuk perlindungan kebudayaan, lingkungan, dan perbaikan fasilitas penunjang pariwisata Bali,” cetusnya melalui sambungan telepon pribadi, Sabtu, 20 April 2024. (bp/gk/ken)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!