Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Penelitian dan RisetTeknologi Terkini

Kaspersky Ungkap Tren Ancaman Siber Mengintai Anak di Ruang Digital pada 2024

Pentingnya Orang Tua Mengawasi Penggunaan Chatbot AI pada Anak

 

JAKARTA Balipolitika.com- Bukan hal aneh ketika anak-anak di dunia saat ini sudah memiliki akses ke internet atau perangkat smartphone. Menurut perusahaan keamanan siber Kaspersky, usia anak mulai mengenal dunia digital dan teknologi pun terus menurun. Karena itu, sangat penting buat orangtua untuk terus mengetahui informasi tentang ancaman siber, yang menargetkan anak-anak mereka, sehingga lebih terlindungi di dunia digital.

Andrey Sidenko, pakar keamanan dan privasi di Kaspersky menyebut, banyak tren yang terjadi di masyarakat saat ini yang berdampak di kalangan anak-anak. Anak pun ikut menjadi target yang potensial buat para pelaku serangan siber. “Hal ini mencakup perkembangan dan popularitas AI dan rumah pintar, serta perluasan dunia game dan industri Fintech,” kata Andrey, seperti mengutip siaran pers, Sabtu 20 Januari 2024.

Kaspersky pun mengungkapkan, ada beberapa tren ancaman siber yang mengintai anak-anak di tahun 2024:

Penggunaan AI pada anak, yang dirasa belum siap secara keamanan dan konten 

Menurut penelitian PBB, sekitar 80 persen anak muda mengaku berinteraksi dengan AI (kecerdasan buatan/artificial intelligence) beberapa kali sehari. Dengan berkembangnya AI, banyak aplikasi yang kurang dikenal bermunculan dengan fitur yang tampaknya tidak berbahaya, seperti mengunggah foto untuk menerima versi modifikasi. Namun, ketika anak-anak mengunggah gambar mereka ke aplikasi semacam itu, mereka tidak pernah tahu di database mana foto-foto mereka akan tetap ada, dan apakah foto-foto itu akan digunakan lebih lanjut. Aplikasi chatbot AI, selain itu, juga berisiko memberikan konten-konten yang tidak sesuai untuk usia anak-anak saat diminta. Sebagai contoh, ada banyak chatbot yang dirancang khusus untuk memberikan pengalaman “erotis.”

Serangan terhadap gamer muda

Untuk beberapa game, obrolan suara dan teks yang tidak dimoderasi merupakan bagian besar dari pengalaman tersebut. Dengan semakin banyaknya generasi muda yang mengakses internet, para penjahat siber dapat membangun kepercayaan dengan cara sama seperti yang mereka lakukan secara langsung. Penjahat bisa saja memikat gamer anak dengan iming-iming hadiah atau janji pertemanan. Begitu mendapatkan kepercayaan, mereka mendapatkan informasi pribadi para anak melalui ajakan untuk mengeklik tautan phishing, dan mengunduh file berbahaya yang menyamar sebagai mod permainan, atau bahkan melakukan grooming.

Ancaman baru dari industri fintech

Banyak bank yang menyediakan produk dan layanan khusus anak, misalnya kartu perbankan buat anak 12 tahun. Namun, dengan diperkenalkannya kartu perbankan untuk anak-anak, mereka juga menjadi rentan terhadap pelaku ancaman yang bermotif finansial dan rentan serangan penipuan konvensional. Dengan menggunakan teknik rekayasa sosial, penjahat siber dapat mengeksploitasi kepercayaan anak-anak dengan menyamar sebagai teman sebaya, dan meminta pembagian rincian kartu atau transfer uang ke rekening mereka.

Ancaman dari perangkat smart home

Perangkat smart home atau rumah pintar, juga bisa dijadikan alat untuk mengintai anak-anak, apabila berhasil dieksploitasi atau diretas oleh pelaku kejahatan siber. Misalnya, jika perangkat jadi alat pengawasan yang berfungsi penuh dan anak sendirian di rumah, penjahat dapat menghubunginya melalui perangkat itu dan meminta informasi sensitif, saat orangtuanya tidak ada di rumah, atau bahkan nomor kartu kredit orangtua. Selain itu, ada juga risiko kehilangan data finansial sampai serangan fisik.

Anak-anak yang makin menuntut ruang online atau pribadi mereka dihormati

Seiring bertambahnya usia, anak mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar, yang mencakup pemahaman tentang ruang pribadi, privasi, dan data sensitif, baik offline maupun online. Akibatnya, ketika orangtua dengan tegas mengomunikasikan niatnya untuk menginstal aplikasi digital parenting di perangkatnya, tidak semua anak akan menerima hal tersebut dengan terbuka. Inilah sebabnya mengapa orangtua memerlukan keterampilan untuk mendiskusikan pengalaman online anak-anak mereka dan pentingnya mengasuh aplikasi digital, untuk keamanan online sambil tetap menghormati ruang pribadi.

Salinan aplikasi yang berbahaya

Seringkali, beberapa aplikasi dibatasi oleh region lock atau batasan wilayah atau negara, membuat pengguna akan mencari alternatif berupa salinan berbahaya. Di toko aplikasi resmi seperti Google Play saja, aplikasi-aplikasi palsu atau mod berbahaya masih mengintai. Dari tahun 2020 hingga 2022, peneliti Kaspersky menemukan lebih dari 190 aplikasi yang terinfeksi Harly Trojan di Google Play, yang mendaftarkan pengguna ke layanan berbayar tanpa sepengetahuan. Perkiraan konservatif mengenai jumlah pengunduhan aplikasi-aplikasi ini adalah 4,8 juta, namun jumlah korban sebenarnya mungkin lebih tinggi lagi. “Sangat penting untuk mengajarkan anak-anak dasar-dasar keamanan siber sejak usia dini bagaimana agar tidak jatuh ke dalam perangkap penjahat dunia maya, ancaman siber apa saja yang dapat terjadi saat bermain game, dan cara melindungi data pribadi dengan benar.” “Semua ini kini menjadi pengetahuan yang harus dimiliki tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga bagi pengguna termuda,” tutur Sidenko. (dp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!