Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & KriminalKriminal

Sorot Dugaan Pungli Batu Ampar, Mahfud MD Surati PJ Gubernur Bali

Sebut Pencatatan Aset Pemkab Buleleng Janggal

TEGAKKAN KEADILAN: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P.

 

JAKARTA, Balipolitika.com- Sengketa atau konflik tanah warga Batu Ampar, Desa Penjarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali mendapatkan perhatian serius Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P.

Sorotan tajam atas konflik tanah yang tak berkesudahan itu diketahui membuat sosok kharismatik yang akrab disapa Mahfud MD menerbitkan surat resmi bernomor B-227/HK.001/10/2023 bersifat segera perihal rekomendasi terkait dugaan pungli dan penyalahgunaan wewenang dalam sengketa tanah yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Jenderal Polisi (Purn) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M. A., Ph. D, Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia Marsekal TNI (Purn) Dr. (H.C.) Hadi Tjahjanto S.I.P, dan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.

Surat yang ditulis di Jakarta, 18 Oktober 2023 yang ditandatangani serta dibubuhkan cap resmi oleh Menko Polhukam Mahfud MD itu juga ditembuskan kepada Presiden RI Joko Widodo, Wakil Presiden RI Maruf Amin, Menteri Sekretaris Negara Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., Sesmenko Polhukam RI Letnan Jenderal TNI Teguh Pudjo Rumekso, M.Tr.(Han), Kasatgas Saber Pungli Komjen Pol. Ahmad Dofiri, dan PJ Gubernur Bali Irjen Pol (Purn) Sang Made Mahendra Jaya. 

“Sehubungan dengan hal tersebut di atas dengan hormat kami sampaikan bahwa Satgas Saber Pungli Pusat melalui Kelompok Kerja (Pokja) Intelijen Satgas Saber Pungli telah melaksanakan kegiatan dalam rangka menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dalam permasalahan sengketa tanah di Batu Ampar, Desa Penjarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan fakta-fakta yang berhasil dihimpun,” demikian tersurat dalam surat tersebut. 

Ada empat poin penting yang dijabarkan Mahfud MD berpegang pada data dan fakta dimaksud. 

Pertama, bahwa tanah yang berlokasi di Batu Ampar, Desa Penjarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali adalah tanah negara yang pada awalnya telah dikuasai dan digarap oleh 55 orang warga Batu Ampar sejak tahun 1959 secara terus-menerus, terbuka, dan dengan itikad baik hingga pada tahun 1976 terbitlah HPL (Hak Pengelolaan Atas Tanah, red) No. 1 Tahun 1976 Desa Penjarakan atas nama Pemkab Buleleng seluas 450.000 meter persegi dengan lamanya hak selama digunakan untuk proyek pengapuran. Dengan demikian HPL akan berakhir pada saat proyek pengapuran dihentikan, Dalam hal penguasaan tanah tersebut, masing-masing warga Baru Ampar memiliki bukti pembayaran pajak SPPT PBB atas bidang tanah yang dikuasai meskipun SPPT PBB bukanlah bukti kepemilikan tanah, namun hal tersebut dapat dijadikan dokumen pendukung dalam kelengkapan berkas tanah. 

Kedua, setelah HPL No. 1 Tahun 1976 tidak dimanfaatkan lagi untuk proyek pengapuran, maka sejak tahun 1980 warga kembali memohon hak atas tanah yang sebelumnya telah mereka kuasai sejak tahun 1959 kepada Bupati Buleleng, Gubernur Bali, dan Menteri Dalam Negeri sehingga terbit SHM (Sertifikat Hak Milik) di atas HPL No. 1 Tahun 1976, yaitu SHM Nomor 229 atas nama Ketut Salim tanggal 13 Maret 1982 (SK Gubernur Tingkat 1 Bali No.140/HM/DA/BLL/1982), SHM No.240 atas nama Marwiyah tanggal 13 Maret 1982 (SK Gubernur Tingkat 1 Bali No.140/HM/DA/BLL/1982). Dengan terbitnya sertifikat hak milik menunjukkan bahwa telah terjadi tumpang tindih hak atas tanah di atas eks HPL No. 1 Tahun 1976 yang diklaim oleh Pemkab Buleleng sebagai aset daerah dengan sertifikat pengganti HPL No. 1 Tahun 2020. 

Ketiga, diterbitkannya SK Bupati Buleleng Nomor 203.A Tahun 1989 tentang Penunjukan Perusahaan Daerah Swatantra Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng untuk mengurus dan mengelola kawasan Batu Ampar di Desa Penjarakan, Kecamatan Gerokgak terkesan mengesampingkan SK Mendagri Nomor 171/HM/DA/82 tanggal 8 Desember 1982 dan Putusan PN Singaraja Nomor 59/PDT.G/2010/PN SGR tanggal 12 Juli 2010 yang menyatakan bahwa tanah sengketa adalah sah sebagai tanah negara bebas yang telah dikuasai dan dikerjakan oleh para penggugat yang dipergunakan untuk tanah pertanian sejak dari sebelum tahun 1960 dan atau telah dikuasai selama 20 tahun lebih secara berturut-turut secara terbuka dan dengan itikad baik. Sehingga patut diduga terjadi pelanggaran hukum berupa penyerobotan lahan milik warga Batu Ampar yang dampaknya terjadi pengusiran paksa kepada warga Batu Ampar.

Keempat, pencatatan aset tanah oleh Pemkab Buleleng yang menjadi objek sengketa pada tahun 2015 dengan nilai pembelian nol rupiah yang menggunakan alas hak sertifikat HPL No.1 Tahun 1976 yang kemudian diganti dengan HPL No. 1 Tahun 2020 terdapat adanya kejanggalan mengingat bahwa lamanya pemberian HPL adalah selama peruntukannya digunakan sebagai proyek pengapuran dan faktanya proyek pengapuran berakhir sekitar tahun 1980. Oleh karena itu terbitlah sertifikat SHM atas nama warga dan SK Menteri Nomor 171/HM/DA/82. (tim/bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!