Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Anto Narasoma

Ilustrasi: Renta Ivonne Dewi Arimbi Situmorang

 

MAKA NAIKLAH, ANAKKU?

raibnya kilauan cahaya
pada malam, karena rasi sejumlah bintang
telah memancarkan ketakjuban fenomena
yang tercatat di antara bias-bias cahaya purnama

: maka naiklah ke tangga itu, anakku

sebab konfigurasi
yang menyusun antarplanet; melahirkan
gugusan bintang pada cahaya wajahmu, anakku

maka,
naiklah ke tangga waktu
yang menebarkan kekuatan mimpi
ke dalam pandangan matamu

lalu,
pada malam yang menebarkan kantuk
sebelum tidur,
susunan rasi bintang mengisahkan flora
dan fauna di jagat hitam

: maka naiklah ke tangga
itu, anakku

sebab,
raibnya pada cahaya; Engkau titipkan
fenomena alam
yang mengkaji sejumlah
ayat-Mu bagi anakku

: maka naiklah ke tangga
itu, anakku

karena pada malam
gugusan bintang mencari-cari jejak kakimu
yang memiliki batasan
antara kehidupan dan kematian kita

Palembang, 2024

 

O, AIR MATA ITU

air mata itu
datang bergelombang
membawa arus lautan
yang tiba setelah
tangisanmu bergemuruh pilu di dada

apa yang harus ditakar
ketika anak-anak
pulang ke tanah terakhir
setelah tembakan
dan puluhan bom menghantam dinding nyawa yang ambruk
dalam potongan batu-batu gedung rumahmu?

lalu,
berkali-kali kabar itu
membawa cerita
seratus tentara yang mengepung kepiluan
hatimu setelah berombak
ke dalam tangisanmu

maka,
menjadi lautlah
air matamu setelah
serangan tentara israel menghujani ketegaran sikap yang ambruk
bersama ratusan
mata peluru
di atas kematian anak-anakmu

o Tuhan,
apakah air mata itu
harus dibidikkan
ke ratusan tentara
yang dibebani senjata
untuk memusnahkan
anak-anak dan suaminya?

Palembang, 2024

 

MATI TERKULAI

aku sendiri,
terkulai di hamparan pasir yang kekeringan perasaan cinta

sebab
janji-janji yang tumpah
di sungai itu akhirnya kandas kehilangan kasih sayang di dadamu

o begitu pahit;
aku sendiri di dalam
cengkeraman waktu
yang tak berbatas

sebab antara bias-bias air dan limpahan pasir
seluas padang gurun
seolah ruang panas
yang membakar cinta kita

kini aku sendiri,
kandas dalam taburan kata yang sunyi dari bujuk rayu

tatkala waktu datang
silih berganti,
kesunyian tak ubahnya putaran jarum jam
yang kabur dalam kabut

o haruskah aku sendiri
setelah jauh berlayar
dan singgah ke hatimu
lalu mati dan terkubur
tanpa cerita
di tanah terakhir?

Palembang, 2024

 

DARI BALIK LAYAR CERITA

dari balik layar film,
dunia cerita menitikkan air mata
setelah melihat ke diri sendiri

dalam tiap adegan,
aku seperti debu-debu
yang bertebar dalam segenap cerita

meski menyesakkan napas,
tapi seperti tulang tanpa daging,
hanya berserak tanpa daya

dari balik layar film,
aku hanya sosok pelengkap
kisah kehidupan yang dibentuk
lewat skenario pikiran

dalam tiap adegan
hanya kisah-kisah masa lalu
yang padat langkah
pada satu titik kematian

sebab,
tiap momen dan movemen cerita,
hanya mengisahkan
hitam putih perilaku
sebelum berakhir
di tanah terakhir

maka,
dari balik layar cerita
cucilah hatimu

sebab kandungan
lumpur yang melekat,
hanya keangkuhan sebelum kesombongan
menguasai kita menjelang
terbukanya pintu kubur

Palembang, 2024

 

BIODATA

Anto Narasoma. Bekerja sebagai wartawan. Puisi-puisinya banyak tersebar di berbagai media daerah dan nasional.

Renta Ivonne Dewi Arimbi Situmorang lahir di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, 21 September 1980. Dia belajar melukis secara otodidak menggunakan media kertas, batu, kayu, dan kanvas. Kini dia menetap Zaltbommel, Belanda. IG: @ivonnearimbi.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!