Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Wulan Dewi Saraswati

Ilustrasi: Ignatius Darmawan

 

SEGARIS LAGI
dari ni pollok

darah mudaku membisu
jadi warna megahmu
aku tak bisa membedakan antara cermin dan lukisan
sudut-sudut ruang adalah aku yang membeku
seharusnya kutahu
lautan hitam kusaksikan
kala matahari terlalu angkuh
dan kau berlarut-larut di hadapanku
mengeja ubun dan kuku
melukis pusar padma
yang kau singgahi saban subuh

di manakah aku, dalam cinta atau karya ?
terkurung simetris magis dalam abad-abad asing
“segaris lagi, segaris lagi” katamu sebelum menutup palet
kupersembahkan tubuh perawan yang akan jinak
saat dikecup ulat-ulat ulung
siapakah aku?
dalam bahasa yang tak serupa
kita saling terbata menentukan peta cahaya
di meja-meja pinangan
aku telah bangkit
biarkan aku menjadi sunyi
jadi seorang penari di balik sepi
begitulah janjiku pada pertiwi

 

KAPAL PUTIH DARI BRUSSELS 1932
dari mata ni pollok

kupahami bulir darah brahman di kanvas
perjalanan menemu tanda lepas
sebidang tanah, meminang tubuh
tangan-tangan telanjang luruh
aku hilang, tuan.

tarianku tak terbatas cuaca
warna ranum mawar
menziarahi teluk dada
larut cinta yang terjaga
aku hilang, tuan.

pada suatu lukisan
aku di balik sapuan
satu jam, untuk kau lekatkan
dua jam, sebelum cahaya ada
sebelum permukaan membasah
dan ruam gairah mengering

cinta kita jadi hikayat,
yang direstui malaikat
meski jauh dari niscaya
jejak kita paling menyala
terbitkan akar-akar saga
pada kuas yang lembab
kau menunjuk matahari
membuatnya sebagai rahimku
semetris doa pertama,
kelak sebagai ibu yang sabar
bijak hatiku merawat buah waktumu

pelangi berlindung dalam sketsamu
mengurangi jarak kegelapan
karenanya, kita bangun harapan
kutemani kau dalam karya
kautemui diriku dalam jiwa

namun, gaung maut mencegat
brussels pertama yang pekat
aku pulang dengan abu tuan
kini kuterbiasa menunda air mata
tegar menyusun museum romansa
sebab kita abadi di ubun bumi
musim cinta telah berakhir
tarianku membisu anyir

 

SEBUAH TEORI DARI GAWAI

kutuliskan bahasa angkasa
di setiap dinding gawai
merajut jaring-jaring jadi ruang penawar
tutur rindu, tutur rasa
tubuhku, guru segala waktu
pemindai teori ulung seluruh penjuru
memesan masa depan yang hadir terburu
simpanlah alasan bemalasan, sebelum berlarut-larut
dalam kekal kecemasan

hari yang lapang, sampai ujung perang
kita tak bisa boleh pincang menerjemahkan teka-teki kehidupan
adakah kau tahu cara menguasai kerinduan?
agar kita bisa membangun harapan dari rusuk-rusuk kelumpuhan
riwayat kini adalah peta cahaya sejak nanti
lewat pejam, segala catatan menjadi kuasa di langit saga
o, musim pucat ingatan lusuh
bergerak perlahan mencapit tubuh
sebab yang abadi adalah ketidakpastian
jatuh, perlahan
namun hari depan akan selalu tumbuh
dipenuhi restu purnama juga doa kita yang menyala
siapakah pemilik rindu ini?
seorang penutur atau pemelajar yang sabar?

 

CUACA BURUK LAGI BU GURU

detik ini tak pasti, cuaca buruk bagi kita
berjalan membimbing namun bimbang
aku pilih tenggelam tanpa lambaian
hal-hal kian karam di halaman delapan belas
berpesan “kau harus menemukan
kata paling purba untuk melangkah”
sepertinya, kelabu jadi nasib terencana
upah makin parah dan kemestian yang melelahkan
kurajut diriku dari sisa-sisa ketabahan
peristiwa-peristiwa menjelang kekalahan
hingga arah tanda baca terbata
aku tak bisa menggembala kata
meski tercipta ratusan terima kasih
kegelisahan ini tak kunjung rebah
debu di sampul buku jadi ranjang kesepian
di penghujung halaman,
aku menuntutmu mengenal perumusan
sajak-sajak siasat, hapalan barisan
agar kau tak terasingkan dari sejarah
agar tak ada pemburu buta tafsir
aku mengajari kesantunan melarikan diri
dari keterbatasan sebuah pertemuan
kita mengeja tapak jejak perangkap
jadi perangkat-perangkat elektrik
sebagai pelana arah ke pucuk impian
tapi peta yang baik, mengajakmu ke tujuan
sebab, penggerak yang berdebar
adalah pengajar yang berpijar

 

BIODATA

Wulan Dewi Saraswati adalah penulis, sutradara, dan pengajar kelahiran Denpasar, 1994. Saat ini tengah mendalami praktik kesenian berdasarkan tarot dengan pendekatan terapiutik partisipatoris. Memenangkan sayembara naskah drama se-Bali tahun 2018. Naskah lakonnya dihimpun dalam antologi Penjarah terbitan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali (2017) dan Protozoa dari Mulut Egri (2021). Ia terpilih mengikuti program Kelas Menulis Lakon Salihara 2022 dan LaboLakon 2021 yang digagas oleh Kala Buku. Peserta terpilih KalamPuan 2021 yang merupakan program gagasan Penastri dengan orientasi menafsir ulang posisi perempuan dalam folklore. Naskah lakon monolognya ditampilkan dalam Festival Monolog Kala Teater 2022. Naskah Tabuhan dipentaskan dalam pertunjukan bertajuk Tabuhan 4/4 Luh oleh Kelompok Pojok di Taman Izmail Marzuki, Jakarta tahun 2022. Sejak 2012 turut berproses bersama Komunitas Mahima. Kini sebagai creative director sekaligus pendiri Komunitas Aghumi, sebuah ruang seni kreatif didirikan sejak 2018 dengan berfokus terhadap isu-isu kesehatan mental khususnya mendorong pengembangan daya cipta seni pada anak spektrum autisme. Garapan keseniannya turut ditampilkan pada Festival Kembali 2020, Ubud Artisan Market 2021, dan Ubud Writes Readers Festival 2022. Sementara esai terkait pertunjukan teater dipublikasikan media Tatkala.co.

 

Ignatius Darmawan adalah lulusan Antropologi, Fakultas Sastra (kini FIB), Universitas Udayana, Bali. Sejak mahasiswa ia rajin menulis artikel dan mengadakan riset kecil-kecilan. Selain itu, ia gemar melukis dengan medium cat air. FB: Darmo Aja.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!