Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

CerpenSastra

JONGGRING SALOKO

Karya Lilin

Ilustrasi: Handy Saputra

 

“Ahhhh ….”

Kuteriakkan pada punggung Mahameru di mana kaki hijau kuhentakkan dengan tergesa. Terpaku, berharap diberkati hangat pada beku yang sepanjang siang kukenakan. Mungkin saja bongkahan es di tubuh ini ikut luluh.

Beriringan suara rerumputan yang tersapu angin, aku mulai menari dan mengangkat tangan tinggi-tinggi. Dengan harapan ada sesuatu yang bisa tergapai ‘tuk kubawa pulang kembali. Awan berwarna biru saat ini, sungguh sangat menawan, tanpa ada guratan kelabu. Menambah keindahan lukisan alam di atas sini, di puncak Semeru.

Aku berteriak sekali lagi, “hai Mahameru! Hanya orang yang sama, yang akan menawarkan lukanya di tubuh bekumu.”

***

 

Telah tiba masa, air mata jatuh seperti air terjun yang luruh berlompatan tanpa terbendung. Bila teringat hari itu, andai saja semilir angin senja bisa kembali mengagungkan namaNya, namun kesadaranku kembali menjatuhkan harapan dari atas langit.

“Mahameru, cerita apalagi yang bisa kuceritakan di punggungmu?”

Untuk pertama kalinya aku menjejakkan kaki di kampung kelahiran ibu. Aku mulai mengenal orang-orang di masa silam ibu, nenek, kakek, Om Natsir dan mulai mempelajari satu persatu karakter mereka. Karena mereka adalah bagian dari kerabatku. Hari itu aku mengenal sosok baru, sosok bermata sendu dengan senyum meneduhkan dan sederhana. Karena kesederhanaan itu aku mampu mempelajari segala gerak dan perangainya yang santun hanya dalam satu hari.

Aku mulai memberanikan diri menyapa ketika ia berdiri mematung di teras, menatap senja yang kehujanan. Satu lagi yang bisa kukenali dari sosoknya, lelaki itu menyukai hujan. Kukira dia sepantaranku, nyatanya tidak.

Aku hanya mengingat, sosok berbaju putih dengan kain sarung berwarna biru nila. Berkopiah hitam benang emas, ‘Allah’ tertulis di ujungnya. Sangat serasi membalut kulitnya yang bersih. Dengan senyum sederhana dan tatapan mata tak berkedip, sedang melihat lubang di tanah bekas tetesan hujan. Sungguh tak ada kepedulian dariku yang begitu luar biasa.

Dengan selaksa nan manja, entah berapa kali senyum tertujukan kepadaku. Hingga kurasa tak butuh berapa hari untuk menempatkan rasa suka di atas sekedar kekaguman. Ketika mata kita saling beradu, aku hanya mampu mengenalnya sebagai sosok yang kurindu. Sosok yang mulai hidup di bait-bait puisiku.

Melalui riak air hujan, kukenali sosok romantisme. Dari suara rintik hujan di atas genting ia mengenalkan keindahan syair cinta. Aku tak akan lupa pesan rindunya hadir dalam semerbak petrichor.

Waktu demi waktu, dari waktu kita yang berlalu, aku mengenangmu dalam kata-kata yang tak sempat kusematkan sebagai kau kekasihku. Aku tak menginginkan hujan sebagai racun. Aku berharap hujan menjadi anak-anakan kata yang akan dibacakannya di hadapan rindu.

 

**

Hingga hari itu, Lima Mei 2000. Pukul 20.00 hujan datang bersama guntur. Jika saja senyum itu tidak untukku, mungkin aku tidak perlu bersusah payah mengatur ritme perjuangan, memikul harapan sunyi dan mengatur kesadaran atas rasa memuliakannya.

Sampai pada tiba masa, aku hanya hidup dalam bayang-bayang kekaguman. Tidak ada lagi kata-kata yang bisa kusuguhkan sebagai hantaran perpisahan. Sekedar untuk kugenggam sebelum berlalu. Kita terlalu kekanak-kanakan, meskipun sesungguhnya engkau tidaklah pantas.

Hari ketika kudapati wujud pengabdian dirinya. Kepada sunyi dan janji pada Ayahku, pada satu kata Mahram yang tak lantas bisa menjadikanku pengantin baginya. Keterlaluan, meskipun tidak tertulis. Namun dengan kesadaran yang kau pegang, membuat cinta harus menundukkan pandangan. Ketika mata kita dan kata-kata tak sengaja bersapa.

Ia pun menitipkan pesan padaku, jika saja nanti ijab memerlukan izin dan restu dariku. Dengan keikhlasan dan kesadaran menunggu, kehadiranku adalah keabsahan sebuah hubungan bagimu. Sungguh aku tidak menyukai itu ….

Ya, dengan demikian dia mengajarkan caranya menjadi patah. Ia hunjamkan patahan tepat ke jantung puisi dan dadaku. Lalu dia memberi satu lagi janji janganlah menangis.

“Jika nantinya air mata mengalir lekas-lekaslah meminta sajak memperbaiki diri.” Sesederhana itu.

“Lalu kirimkan saja semua pada doa, dan aku pun demikian,” lanjutnya.

Hanya dengan perjanjian singkat tak tertulis. menghadirkan kesadaran serta keyakinan penuh, hingga memaksaku ingin menaiki punggung Mahameru selekas mungkin. Sungguh semua menjadi terasa asing. Suara lalu lalang orang tak lagi kukenali. Tak suara nenek, kakek, atau suara ibu. Namun hanya satu suara yang kukenali, suara kebahagiaan yang tiba-tiba memanggil dari punggung Semeru. Dan berada di sinilah aku.

“Gendis pengantinku. Sini,” Suara dari dasar kawah menarik perhatianku.

Di malam ini, sungguh tak kuduga semua tampak menjadi istimewa. Bayang Om Natsir di dasar Jonggring Saloko. Memintaku menjadi pengantin abadinya. Lelaki itu saat ini telah menanggalkan janji-janji mahramnya.

“Lalu kita ‘kan bersama selamanya, Kekasihku. Abadi seperti api di Jonggring Saloko,” bisikku sebelum bayangan Om Natsir memeluk tubuhku di dasar kawah.

 

Surabaya, 2021

 

BIODATA 

 

Lilin adalah nama pena perempuan kelahiran Surabaya ini. Penyuka sepi dan sendiri ini menulis untuk meluahkan segala rasa. Jejaknya bisa dilacak di akun instagram @lilinmey, bisa juga kepoin akun facebooknya Lilin(Mey Farren).

—-

 

Rubrik Sastra “Bali Politika” menerima sumbangan tulisan berupa puisi (minimal 5 buah), cerpen, esai/artikel (seni, sastra, budaya) dan resensi buku. Tulisan disertai biodata (maksimal 5 baris) dikirim ke email [email protected]. Tulisan yang lolos seleksi akan dimuat secara bergiliran setiap hari Rabu dan Sabtu. Untuk sementara, “Bali Politika” belum bisa memberikan honor kepada para penulis yang karyanya dimuat. Namun sebagai apresiasi, khusus untuk puisi, “Bali Politika” berencana menerbitkan puisi-puisi terbaik dalam sebuah antologi puisi setiap tahunnya. Rubrik ini diasuh oleh Wayan Jengki Sunarta.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!