Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

POLEMIK

Sabha Walaka Diduga “Tercemar”, MHDN Mencuat

HUKUM ALAM: I Gusti Putu Artha dorong pembentukan Majelis Hindu Dharma Nusantara (MHDN) sikapi komposisi Sabha Walaka yang patut diduga adalah bagian dari KOTA alias Kelompok Organisasi Transnasional Asing.

 

DENPASAR, BaliPolitika.Com- Mahasabha XII PHDI Pusat di Hotel Sultan Jakarta tuntas. Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya (WBT) kembali terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat untuk masa bakti 2021-2026. WBT yang sepaket dengan I Ketut Puspa Adnyana di posisi Ketua Sabha Walaka meraih 182 suara. Unggul atas Made Sutresna (Ketua Sabha Walaka)-Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma (Ketum Pengurus Harian PHDI Pusat) dengan 100 suara. Menunjukkan sikap ksatria, Sang Nyoman Suwisma memeluk WBT dan memberikan selamat. 

Mahasabha XII PHDI boleh tuntas, namun persoalan yang menyelimutinya tetap bergema. Hal ini dipicu oleh komposisi Sabha Walaka yang patut diduga adalah bagian dari KOTA alias Kelompok Organisasi Transnasional Asing. Dugaan ini salah satunya disampaikan oleh I Gusti Putu Artha. Beberapa poin ditegaskan mantan Komisioner KPU RI, KPU Provinsi Bali, Direktur Ganesha Consulting, dan Ketua Litbang DPP Prajaniti itu menyikapi Hasil Mahasabha XII.  

Sikap I Gusti Putu Artha selaku pribadi sebagai berikut. Pertama, saya menghormati seluruh proses dan hasil Mahasabha XII yang telah memilih kembali WBT sebagai Ketua Harian PHDI. Saya dalam sikap bahwa legalitas hasil Mahasabha ini sangat terukur dan jelas. Kedua, di luar apresiasi atas proses dan hasil, saya berpendapat bahwa komposisi Sabha Walaka patut diduga adalah bagian dari KOTA (Kelompok Organisasi Transnasional Asing). Ini sebuah sikap paradoks. Di satu sisi di semua komisi peserta Mahasabha berapi-api mengeluarkan semua redaksional soal KOTA di rekomendasi dan AD/ART. Namun malah kecolongan di pucuk pimpinan Sabha Walaka. Kita belum tahu apakah komposisi kabinet baru WBT juga akan lebih banyak mengakomodir KOTA.

Ketiga, kita berikan kesempatan kepada pengurus PHDI hasil Mahasabha XII yang baru untuk bekerja. Sementara elemen umat Hindu lainnya yang selama ini berjuang membersihkan KOTA dari lembaga umat sebaiknya tak usah dalam posisi berhadap-hadapan dengan pengurus hasil Mahasabha XII. Saran saya, jika aspirasi ini tak bisa diperjuangkan dalam lembaga PHDI, sebaiknya membentuk Majelis Hindu Dharma Nusantara (MHDN). Biarkan seleksi alam terjadi lembaga mana yang betul-betul aspiratif di mata umat dan mana yang akan ditinggalkan.

Keempat, dengan solusi ini, semua yang mengaku pejuang Hindu bisa berjuang lebih terorganisasi dan tidak membenturkan umat Hindu di akar rumput. Satyam Eva Jayate!

Di singgung soal upaya menggugat hasil Mahasabha XII atas dugaan masih bercokolnya KOTA, I Gusti Putu Artha menyebut upaya itu akan sia-sia dan menghabiskan energi. “Tidak produktif melakukan itu (gugatan, red). Buang energi dan secara yuridis penggugat akan kalah karena Mahasabha XII bersifat konstitusional atau sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” tandasnya. 

Oleh sebab itu, jika aspirasi penolakan terhadap KOTA tak bisa diperjuangkan dalam lembaga PHDI, maka membentuk Majelis Hindu Dharma Nusantara (MHDN) merupakan sebuah keniscayaan. “Biarkan seleksi alam terjadi. Lembaga mana yang betul-betul aspiratif di mata umat dan mana yang akan ditinggalkan,” tegasnya. 

Bagaimana dengan PHDI hasil Mahasabha Luar Biasa (MLB)? I Gusti Putu Artha menyebut secara legalitas PHDI MLB gugur sebelum berkembang karena bersifat inkonstitusional. “Kalau berjuang lewat PHDI MLB energi akan terbuang percuma alias sia-sia,” tutupnya. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!