Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Disel Dipolisikan, Kok Tak dari Awal Proyek Dipermasalahkan?

ANGKAT MARTABAT ADAT: Ketua Forum Masyarakat Ungasan, Ketut Juliana diwawancarai usai menghadiri paruman desa di Wantilan Dirgha Labha, Ungasan, Kamis (24/3/2022).

 

KUTA SELATAN, Balipolitika.com- Di satu sisi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga Uno sangat bersemangat mengenalkan Pantai Melasti ke dunia internasional, di sisi lain, tokoh sentral penataan Pantai Melasti, Jero Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa justru dipolisikan. Fakta pengaduan masyarakat (dumas) yang membidik Disel Astawa ini mencuat pasca Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta menyambangi Polresta Denpasar beberapa waktu lalu dan menebar psywar dengan meyebut ada dana dalam jumlah besar diduga mengalir ke rekening pribadi Disel.

Giri Prasta juga mempermasalahkan dugaan penyalahgunaan tata ruang dan penyalahgunaan tanah negara tanpa izin oleh 7 investor di wilayah Pantai Melasti, Ungasan. Merespons hal ini, prajuru adat dan tokoh masyarakat Desa Adat Ungasan menggelar pertemuan di Gedung Serba Guna Desa Adat Ungasan, Kamis (24/3/2022). Rapat tersebut digelar untuk mencari solusi terbaik atas permasalahan tersebut. Krama adat mendorong masalah itu diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat. Sebab penataan yang dilakukan di Pantai Melasti bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian adat, seni, budaya dan agama. Asas kolektif kolegial ditekankan menjadi dasar Jero Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa menentukan setiap keputusan. 

Paham bahwa penataan Pantai Melasti mengacu Undang-Undang 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dikuatkan dengan Perda No 4 Tahun 2019 tentang desa adat yang diperjuangkan Gubernur Bali Wayan Koster lewat visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Ketua Forum Masyarakat Ungasan, Ketut Juliana meminta persoalan tersebut diselesaikan secara musyawarah.

Dalam kondisi LPD Desa Adat Ungasan sedang “ditata” lebih profesional, Juliana sepakat kinerja Disel Astawa selaku Bendesa Adat Ungasan layak diapresiasi. Penataan Pantai Melasti mampu memberi kehidupan bagi masyarakat Desa Ungasan. Status Pantai Melasti sebagai DTW membuatnya masih bisa berdenyut di masa pandemi Covid-19. Pengelolaan Pantai Melasti juga pada akhirnya membantu masyarakat Ungasan melaksanakan kegiatan-kegiatan adat. Termasuk memberikan suntikan likuiditas bagi LPD Ungasan yang sempat “sekarat”. 

“Tiang sebagai wakil masyarakat menyampaikan apresiasi yang luar biasa terhadap kinerja dari Jero Bendesa. Apa yang dilakukan seperti membangun Pantai Melasti hingga jadi ikon sekaligus menghasilkan pemasukan telah berkontribusi nyata bagi desa adat,” ucap Juliana. Sebelum era kepemimpinan Pak Disel, jelasnya kondisi Desa Adat Ungasan bisa dikatakan kurang stabil. LPD setempat bangkrut. Penghasilan kosong; benar-benar tidak ada, khususnya di masa pandemi Covid-19. Mendapat kepercayaan menjadi Bendesa Adat Ungasan, Disel mampu membangkitkan ekonomi Desa Adat Ungasan. “Inilah kini satu-satunya, Pantai Melasti itu yang memberikan pemasukan untuk desa” ungkapnya ditemui usai menghadiri paruman desa di Wantilan Dirgha Labha, Ungasan Kamis (24/3/2022).

Paham betul apa yang terjadi di Desa Adat Ungasan, Juliana mengaku sangat-sangat menyayangkan pengaduan masyarakat yang masuk ke Polresta Denpasar yang bahkan mendapatkan atensi khusus Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta. Lebih disayangkan lagi lantaran Sang Bupati tidak pernah menggubris 4 kali permohonan audiensi yang dilayangkan Desa Adat Ungasan terkait penataan Pantai Melasti. 

“Seharusnya kan seorang pemimpin itu harus mendukung sosok yang mau memajukan daerahnya (memajukan desa adat, red),” tandasnya. Persoalan tersebut imbuhnya membuat sebagian besar warga, khususnya krama adat Ungasan kebingungan. Lebih-lebih pengelolaan Pantai Melasti sudah jelas sesuai dengan dasar hukum, yakni mengacu UUD 1945 dan Perda Provinsi Bali. Dalam posisi laporan sudah masuk di SPKT Polresta Denpasar, Juliana menyebut terlapor tentu harus menghadapi. “Mudah-mudahan bisa cepat selesai secara damai, musyawarah, dan sebagainya,” terangnya. 

Apakah tuduhan Bupati Giri Prasta benar dan mendasar? “Kalau saya lihat sih saya tidak ngerti juga. Seorang pemimpin yang sudah tahu dasar hukum dan sebagainya kok bisa melakukan hal seperti itu? Saya juga bingung sebagai masyarakat. Tadi kan sudah dijelaskan dalam paruman ini bahwa dasar hukum penataan dan pengelolaan Pantai Melasti sudah jelas. Konsep sudah ada, pararem sudah. Kemudian kok Pak Bupati melaporkan?” tanyanya.

“Kalau mau mempermasalahkan kan semestinya dari awal, dari proyek. tidak dari dulu saja dilaporkan pada waktu awal proyek? Pak Giri ada kok menyumbang untuk akses jalan. Dari Pemda ada. Makanya saya bingung. Beliau mendukung, tapi sekarang malah mempermasalahkan. Masyarakat jadi berpikir ada apa sebenarnya? Harapannya dari kita masyarakat Ungasan agar masalah ini cepat berakhir. Dari Bapak Bupati sudah bisa rendah hatilah. Jangan dipanas-panasilah. Kalau bisa tiang mohon Pak Bupati menarik laporan itu. Kalau bisa dibicarakan dimusyawarahkan,” sambungnya. 4 kali permohonan audiensi ditolak, Juliana yakin permohonan kelima diterima oleh Murdaning Jagat Badung, I Nyoman Giri Prasta. 

“Mungkin inilah pembelajaran buat kita. Seperti yang disampaikan Jero Bendesa, kita sebagai anak mungkin harus diuji. Kami sudah memiliki itikad sangat baik, tetapi belum memiliki kesempatan,” tutupnya. (tim/bp)  

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!