Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

PUISI-PUISI NGAKAN MADE KASUB SIDAN

Ilustrasi: Gede Gunada

 

MABUK PELANGI

/1/
Dulu!
Bu, bocah-bocah jelata riang bertelanjang dada bermandi hujan, sambil berbagi bayang-bayang pelangi yang masih menyisakan warna-warni dalam guratan samar-samar. Tawa mereka lepas di balik nyanyian-nyanyian jelata tanpa melodi yang jelas, terkadang pentatonik, terkadang pula diatonik, sementara sekujur tubuh mereka penuh lumpur, karena lumpur menjadi sahabat abadi mereka.

/2/
Kini!
Bu, mengapa kau biarkan orang-orang mengirimkan pelangi pada langit yang tak pernah menyentuh bumi, padahal sebidang tanah sepanjang garis katulistiwa, kian kerontang bahkan merekah berdebu sepanjang waktu, menanti hujan. Mereka tega mabuk pelangi, tanpa membiarkan setitik pun hujan menyapa bumi. Mereka sibuk mengumpulkan dan menyimpan butir-butir hujan dalam kantung-kantung mereka yang sudah penuh, entah untuk siapa, entah untuk berapa lama.

/3/
Nanti!
Bu, apakah nanti tetap kau biarkan mereka kian mabuk pelangi? Pada mulutnya yang berbusa dan kian menganga, dengan rakus menelan ketujuh warna pelangi, tanpa kunyah, bahkan tanpa menyisakan buat anak cucu yang lahir kelak. Hingga kita semua kehilangan hujan sepanjang waktu. Apakah ibu akan tetap jadi penonton?

Semarapura, Klungkung, Bali,_Maret 2023

 

PERJAMUAN TAHUN POLITIK

/1/

Tahun ini musim tanam baru saja mulai pada tanah-tanah basah yang tak lagi hiraukan humus karena gulma telah sepakat untuk menjamu perdu dan aneka rumput liar, sambil membagi sekotak nasi jinggo. Humus hanyalah milik petani bertelanjang dada yang setia mencangkul keringat sendiri di pinggiran pematang pada tanah kering penuh debu, dengan cangkulnya yang dijaga dan diwarisi dari tetua leluhur berabad silam, hanya berbekal sebungkus nasi.

/2/
Pada pramusim perjamuan tahun ini, matahari di puncak kulminasi membakar selaksa epitaf oleh wajah-wajah penuh topeng, lelaki didandani aneka merk lipstik dan perona mata hingga wajahnya kian kemayu dalam syair-syair di layar medsos atau panggung-panggung perjamuan warna-warni. Monolog, dialog, bahkan epilog menjadikan kopi tanpa gula tak lagi pahit, berubah jadi manis, asam, atau asin yang kecut dan hambar. Tak peduli!

/3/
Pasca puncak perjamuan di pesta nanti, gagak-gagak tak lagi berbulu hitam karena cat-cat aneka warna mampu mengubahnya menjadi lukisan wajah-wajah berseri, yang terkadang tak lagi dikenali pemiliknya. Elang tak lagi meliuk di angkasa bahkan tak mau lagi menyambar anak ayam. Terlalu kecil! Dengan cakar-cakar tengadah menanti ayam keprek, bebek panggang, atau sekalian guling kambing dengan bumbu-bumbu milenial, tinggal santap di meja-meja berkelas, sambil berdansa dan berbagi senyum sesama.

Klungkung Bali_Juli2023

 

IZINKAN AKU

/1/
Bu, izinkan aku, ya, Bu?
Tetap setia memajang gambar Garuda Pancasila di dinding rumah kita, sekalipun rumah kita terkadang agak bergetar sedikit disapa angin topan. Aku selalu bermimpi ketika Burung Garuda dengan sayapnya yang kekar terus terkepak melintasi katulistiwa mengelilingi Nusantara, bahkan mampu melintasi empat penjuru lautan, aku akan menggelayut di bawah perisai di dada burung yang tergantung di lehernya. Aku akan setia mengoyak mendung agar kuning emas cahaya bintang mampu berbagi cahaya ke seluruh negeri pertiwi sepanjang malam, tanpa tirai sedikit pun. Aku juga akan ikut membagikan rantai bercahaya itu, bukan untuk mengikat, bukan pula untuk membelenggu, namun untuk saling menguatkan, saling menjaga bersama-sama dengan hati dan rasa yang adil agar rangkaian pertautan itu tidak akan terlepas. Aku juga akan mengajak sahabat-sahabatku untuk selalu menyirami dan memupuk kerindangan pohon beringin agar tetap teduh sepanjang waktu, hingga tak ada satu insan pun yang tak merasakan teduh. Jika ada yang merasa beda pendapat, aku akan perlihatkan bagaimana kepala banteng menemukan solusi sekalipun pada lubang yang sangat rumit dan sempit. Hingga suatu saat nanti kita akan bersama-sama menikmati pesta panen padi menguning pada petak-petak sawah dan kapas putih sepanjang bentangan garis katulistiwa.

/2/
Bu, izinkan aku, ya, Bu?
Dengan sejuta senyum di atas KRI Dewa Ruci, mengarungi Samudra Pasifik dan Samudra Hindia berbagi cerita, bukan dongeng, Bu! Cerita tentang bintang yang tak henti pancarkan cahaya kemilau kuning emas, cerita kokohnya pertautan rantai, cerita tentang betapa nyamannya berteduh di bawah pohon beringin, cerita tentang kepala banteng, dan cerita tentang pesta panen dari hasil padi dan kapas milik kita, kelak.

/3/
Benar, Bu! Kelak anak cucu kita tidak akan ada lagi saling berebut bayangan maya, karena gambar Garuda Pancasila yang semula hanya pajangan di dinding akan berubah menjadi Garuda yang setia melintasi Nusantara, sepanjang waktu.

Klungkung, Bali,_Mei 2023

 

BIODATA

Ngakan Made Kasub Sidan adalah pensiunan pengawas, kelahiran Klungkung, Bali, 1959. Ia telah menghasilkan lima antologi tunggal dan terlibat pada lebih dari lima puluh antologi bersama penulis berbagai wilayah Indonesia. Peraih Kepala Sekolah Berprestasi Nasional tahun 2009, pada tahun 2011 memperoleh augerah Widya Kusuma (Tokoh Pendidikan Bali) dari Gubernur Bali, dan tahun 2022 meraih anugerah Gerip Maurip atas kumpulan puisi Bali Nguber Lawat Ring Kalangan Wayah.

 

Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!