Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Pemerintahan

Ari Dwipayana Dianugerahi Bintang Jasa Utama

Berjasa sebagai Tim Komunikasi Presiden

MEMENUHI SYARAT PENGABDIAN: Dr. A.A.G.N. Ari Dwipayana, Staf Khusus Presiden Joko Widodo saat menerima anugerah Bintang Jasa Utama di Istana Negara, Senin, 14 Agustus 2023.

 

JAKARTA, Balipolitika.com- Dr. A.A.G.N. Ari Dwipayana, Staf Khusus Presiden Joko Widodo menerima anugerah Bintang Jasa Utama di Istana Negara, Senin, 14 Agustus 2023.

Tak sendiri, pria kelahiran Ubud, 24 Februari 1972 yang menyelesaikan studi S1 di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1995 dan menyelesaikan S2 lmu Politik di universitas yang sama dan memperoleh gelar doktor di tahun 2013 itu menerima penghargaan bersama Staf Khusus Presiden Joko Widodo lainnya, yakni Sukardi Rinakit.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Kamis, 3 Agustus 2023 menyetujui usulan Dewan Gelar ihwal daftar pemberian gelar tanda jasa dan kehormatan kepada para tokoh yang dianggap memenuhi syarat pengabdian, jasa, dan inovasi.

Dari nama-nama tokoh yang menerima gelar tanda jasa dan kehormatan, dua di antaranya yaitu AAGN Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit, yang dianugerahi Bintang Jasa Utama.

Bintang Jasa Utama adalah bintang jasa kelas satu yang diberikan kepada mereka yang telah berjasa besar pada negara dan bangsa dalam suatu bidang tertentu.

Keduanya merupakan Staf Khusus Presiden RI Sukardi Rinakit sebagai staf khusus presiden yang paling senior saat ini, merupakan sosok yang menginisiasi terbentuknya Tim Komunikasi Presiden.

Adapun Ari Dwipayana yang saat ini menjabat sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden, sekaligus juga mengkoordinir peran TKP dalam mendukung komunikasi kepresidenan.

Selain peran tersebut, Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit juga aktif menyambungkan gagasan presiden hingga ke kalangan akar rumput.

Suami Cokorda Istri Risma Dewi itu aktif memperkuat narasi presiden dalam isu-isu toleransi, kemanusiaan, perdamaian, hingga perspektif inovasi dan kolaborasi. Narasi tersebut disampaikan dalam berbagai forum-forum akademik maupun komunitas-komunitas masyarakat sipil.

Sukardi Rinakit juga sangat aktif berkontribusi dalam berbagai kegiatan budaya maupun pembumian Pancasila. Saat pembatasan sosial semasa pandemi, misalnya, Sukardi Rinakit menjadi salah satu tokoh yang concern memperjuangkan kesempatan bagi para seniman dan budayawan untuk tetap berkarya, sembari memperjuangkan dukungan dari pemerintah.

Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit adalah dua Staf Khusus Presiden yang terus mendampingi Presiden Joko Widodo sejak periode pertama hingga saat ini. Mereka bertanggung jawab pada substansi komunikasi yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato maupun rapat-rapat kabinet.

Sekadar diketahui, sejak 1997, Ari Dwipayana menjadi dosen di Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM. Dia juga menjadi peneliti di Institute for Research Empowerment Jogja, dan Sekretaris Yayasan Interfidei Yogyakarta.

Di awal tahun 2015, Ari Dwipayana, diangkat menjadi Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara. Di tahun yang sama, tepatnya 4 September 2015, Presiden Joko Widodo mengangkat Ari Dwipayana sebagai Tim Komunikasi Presiden menggantikan Teten Masduki.

Ari Dwipayana bersama Sukardi Rinakit bertugas menyampaikan informasi kepada publik mengenai kegiatan dan berbagai penjelasan presiden.

Selanjutnya Ari Dwipayana diangkat menjadi Koordinator Staf Khusus Presiden pada 19 November 2019.

Ari Dwipayana bisa dikenal lebih jauh lewat buah pikirannya yang sudah dibukukan, antara lain Kelas dan Kasta: Pergulatan Kelas Menengah di Bali (2001); Agama dan Negara: Perspektif Agama-agama (2001); Membangun Desa Secara Partisipatif (2003); Desa Adat: Antara Otentisitas dan Demokrasi (2003); Bangsawan dan Kuasa: Kembalinya Para Ningrat di Dua Kota (2004); Promosi Otonomi Daerah (2004); Jalan Terjal Reformasi Lokal (2004); Globalism: Pergulatan Politik Representasi atas Bali (2005); dan Cost of Democracy di Tiga Kabupaten (2006). (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!