Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Ardhi Ridwansyah

Ilustrasi: Bonk Ava

 

LUDAH SEORANG PECUNDANG

Mentari yang mengganas,
Sinar begitu terik menerkam,
Kaki yang melangkah ke arah tak pasti,
Berjibaku dengan lapar berdendang,
Di lambung dan usus terasa nyeri.

Sedang telah dekil sandal jepit,
Mencium aspal tiap hari,
Coba menekuni kata-kata motivasi,
Yang terserak di layar televisi.

Namun menepuk dahi adalah solusi,
Kala keringat menetes ke tanah tandus,
Menyisakan mimpi-mimpi yang mengerak.
Sebagai ludah seorang pecundang.

Jakarta, 2022

 

SATU NAMA DALAM SEBUAH PUISI

Telah usang namamu dalam sebuah puisi,
Kata-kata kehilangan rumahya yang terbakar emosi.
Lenyap jadi abu bernama kenangan,
Tertiup angin malam, tersepak waktu yang melangkah,
Tanpa lelah membuat kepala jengah.

Sirna makna yang terjalin dari sepasang mata,
Saling menatap di tengah bising jangkrik bernyanyi,
Saling rayu tanpa ragu bercumbu memintal kisah,
Dengan sinar bulan dan bohlam menaungi dua raga,

Saling menjaga lalu terjaga pada kesunyian,
Saat melihat wajah subur dengan kasih,
Puisi lahir dengan diksi berseri.

Jakarta, 2022

 

KUSAM

Kusam wajah mengukir lagu sendu,
Yang termaktub dalam petik gitar musisi jalan,
Mengetuk dada dengan ironi,
Menampar pipi dengan mimpi
Yang telah lama mati,
Tewas di hati, terkenang pada mata yang menatap,
Manusia berdasi duduk di kursi seksi tetap saja korupsi.

Jemala kini tak ada bianglala,
Hanya badai terus menerpa diri untuk goyah,
Berjalan gontai ke kanan dan ke kiri, layaknya perahu,
Dihajar ombak beringas membuatnya karam,
Dalam lambung lautan luas.

Jakarta, 2022

 

SEBUAH PERTEMUAN (2)

Remang lampu sorot mata yang ranum,
Rekah mawar,
Kukuh berdiri di meja kafe,
Pertanda rasa telah mekar.

Dan kau tertawa,
Seketika menahan air mata.
Kau bilang “belum waktunya.”
Lekas kata-kata,
Meledak dalam kepala.

Jakarta, 2022

 

SEBUAH PERTEMUAN (3)

Belum saatnya matamu,
Dan mataku menyatu,
Mengukir kisah baru.

Sebab pintu-pintu dalam dada,
Yang katanya penuh rindu,
Belum semua terbuka.

Mengetuk satu per satu,
Berharap senyum ramah darimu,
Menyambut kedatangan,
“Bolehkah aku masuk?”

Jakarta, 2022

 

SEBUAH PERTEMUAN (4)

Waktu telah jenuh,
Menunggu kita yang terpaku,

Pada satu titik kala,
Kedua hati kini membeku,

Dingin menusuk nadi,
Pilu mengundang ragu.

Jakarta, 2022

 

SEBUAH PERTEMUAN (5)

Inti dari sebuah pertemuan,
Ketika kata dan emosi,
Menyatu meresap,
Ke dalam hati.

Namun hingga angin malam,
Terasa gigil menusuk jantung,
Tak jua pintu-pintu itu terbuka,

Tak rela diri masuk,
Memilih menutup rapat,
Dari rupa yang tak sempat,
Ditelusuri dengan cermat.

Jelas waktu suntuk,
Dan jenuh menanti kita,
Yang lama-lama juga mengantuk,

Baru separuh jalan,
Telah runtuh segala kisah tanpa kasih,
Kini membasi jadi elegi,
Bagi pujangga penyuka sunyi.
Sebuah pertemuan berakhir pedih.

Jakarta, 2022

 

HUJAN SORE HUJAN

Hujan sore ini cukup deras,
Kalang kabut roda dua berteduh di tepi toko,
Sedang hilir mudik kendara tetap saja,
Tancap gas dan memacu perseneling,
Menantang kenangan dengan genangan,
Meski basah, tak jua mengurai diri,
Yang kadung gersang nihil makna.

Dan aku di sini,
Menilik bayi yang terlelap,
Di dada sang ibu ia meneroka mimpi,
Tentang senja yang tak mesti harus kopi,
Dan pagi tak melulu soal embun.

Seorang kurir tepat di depanku,
Isi kepalanya ada buku dan baju,
Ada sedikit cinta dan rindu,
Menyapa pelanggan telah lama menunggu,
Sedikit senyuman tak lekas,
Menumpas lelah dari jejak roda motor tua,
Yang mengitari sendunya ibu kota.

Petang hari, rinai mengerak dalam dada,
Menjadi memori yang tumbuh di kertas,
Berisi suka dan duka.
Berbaris huruf dan angka,
Sejajar dengan sepasang mata,
Yang tak lagi murka.

Lalu petir lebih teringat di jemala,
Singkat saja muncul, mata ini merekam,
Entah sebagai kejutan atau bencana,
Lebih syahdu mengingatnya.
Ketimbang mengingatmu yang lebih dulu,
Terjebak dalam puisi kelabu.

Jakarta, 2022

===================

Biodata

Ardhi Ridwansyah kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998. Puisinya “Memoar dari Takisung” dimuat di buku antologi puisi “Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019”. Termasuk 115 karya terbaik dalam Lomba Cipta Puisi Bengkel Deklamasi 2021. Puisinya juga dimuat di media seperti labrak.co, kawaca.com, Majalah Kuntum, Majalah Elipsis, Radar Cirebon, Radar Malang, koran Minggu Pagi, Harian Bhirawa, Dinamika News, Harian Fajar, koran Pos Bali, Riau Pos, Suara Merdeka, Radar Madiun, Radar Banyuwangi, Radar Kediri, Nusa Bali, dan Suara Sarawak (Malaysia). Instagram: @ardhigidaw.

Bonk AVA adalah nama pena dari Putu Sumadana, lahir di Denpasar, 27 Juli 1987. Puisi dan esainya dimuat di sejumlah media masa. Selain menulis, ia suka melukis. Kini ia bergiat di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP), Bali.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!