Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Mustain Romli

Ilustrasi: Bonk AVA

 

Perihal Perjumpaan

Malam terus mengiringi waktu
menuju pagi, menjemput perjumpaan di sana
ruang-ruang membentuk dirinya
menjadi bongkahan pertanyaan demi pertanyaan
yang siap dihuni oleh kita
tetapi hanya satu,
hanya satu pertanyaan yang meledak dari jagat pikiranmu
apakah perjumpaan itu? Tanyamu
perjumpaan adalah arah mata angin
yang menuntun ombak menemukan muara pantai
perjumpaan adalah arah mata angin
yang mendampingi embun ke haribaan daun
perjumpaan adalah arah mata angin
yang mengantarkan kita menuju dekapan sebuah nama, cinta!

KPU Kabupaten Gianyar KPU Kabupaten Gianyar

(Paiton, 2024)

 

Aku Masih Melihat Jejakmu di Remang-Remang Kota Ini

Aku masih melihat jejakmu di remang-remang kota ini
jejak yang mengamini kehampaan
jejak yang terhampar dari timur dan tenggelam di barat
jejak yang mengingatkan kefanaan

Jejakmu, terus menyisakan tanda
bagi kepastian di tengah ketakjelasan hidup
diri yang semakin jauh dari kalbu
sedang kematian mendekat

Sungguh di tengah kota ini,
kusaksikan wajah-wajah yang entah
apakah cinta
ataukah duka yang menghidupi punggungnya?
mengiringi waktu, seolah tanpa kesanggupan

Sudah berjuta kembang yang jatuh
nafas kian luruh
maka butuh berapa sajak lagi untuk sampai dalam pelukanmu, kekasih?
sementara usia kata-kata, memanjang tak tertahan
dan usiaku, kini, mengendap dalam tabung sesak
hanya tersisa satu penggalan sajak
“Tuhan, aku selalu berdoa,
tanpa tahu ruang dan waktu”

Aku masih melihat jejakmu di remang-remang kota ini
di sudut taman
gang-gang sempit
ruang tunggu
gedung tua
dan segala yang menyimpan renungan
bahwa hidup tak pernah hilang
dalam catatan pertanyaan kita

(Paiton, 2024)

 

Suaramu dan Subuh yang Takzim

Di antara sayup
dan gema syahdu suaramu

Seluruh mahluk menunduk
terpanggil dalam subuhmu yang takzim
terbenam di kedua telapak tangan
dan
demi waktu⸺
waktu-waktu tercipta bagi hidup
sumber dari segala penjuru

Kami berdoa, di dekat pintu-pintu surga yang terbuka
meski terasa jauh
bahwa kami hanyalah jelata
dari jiwa-jiwa yang sakit
yang merindukan kasih-sayangmu

(Paiton, 2024)

 

Di Hadapan Hidup

Hidup adalah jari-jari waktu
yang menghitung dirinya
menunggu takdirnya
bersimpuh di hadapan rahasia
dan penantian panjang yang bergelora

Aku adalah bagian tubuh waktu
yang dihunus oleh cinta
tak ada kutukan
tak ada ketakutan
hanya harum namamu yang menjelma angin
hanya namamu yang menyuburkan angan pada sebidang ingatan

Kelak, ketika musim-musim telah terkoyak
oleh kenangan yang ranggas
biarkan aku tetap menjadi hidup yang perkasa
senantiasa mencipta kenangan demi kenangan, bersamamu
tanpa resah pada maut

Di hadapan hidup
Aku dan dirimu
sebatas karang di samudera
yang tak mampu menghela nafas ombak

(Paiton, 2024)

 

Sajak Kecil Kemarau

Dari jauh kudengar
kemarau telah datang
lirik-lirik kecil
yang menjelajahi ruang semesta

Di sini, di tengah pelukan kemarau
pertanyaan-pertanyaan hadir
mencari remah-remah ingatan
yang tak lampau
juga bukan masa depan

kini

Apakah daun yang jatuh itu
adalah kealpaan waktu?

Apakah reranting yang ranggas itu
adalah wujud ketidakpedulian waktu?

Apakah pohon-pohon yang luruh itu
adalah bagian dari ketidaksanggupan waktu?

Oh, pelukan kemarau
dan waktu yang tak menetap
ataukah perpisahan yang selalu mendekap?

Perpisahan, barangkali,
hanyalah ketidakmampuan kita menggandeng tangan waktu

Oh kemarau,
pelukan ialah benang-benang kecil
yang menyatukan harapan-harapan, kelak.

(Paiton, 2023)

 

Tahun Baru

Tahun baru
terompet-terompet berdansa liar dan jalanan ramai
seperti kehidupan yang tiba-tiba meledak
meruah dan meraung memadati semesta

tetapi adakah kita bertanya
nasib angka-angka yang terpampang di tubuh almanak
hari-hari yang menua
debu-debu menebal di dinding rumah
juga pikiran

apakah hidup hanya sekadar selamat jalan dan selamat datang?
kalimat-kalimat yang menumpuk di beranda waktu
tak ada bayang-bayang tanda tanya, tak ada
hanya jejak manusia penuh huru-hara, kepalsuan menganga

di sudut manakah kepastian dapat kita jumpa
ketika kesunyian telah lenyap
cermin perjumpaan luluh lantak
tabir ketenangan enggan disentuh, tak tergapai
oh ruang kejujuran, tetapkah manusia terlenakan oleh mitos kenikmatan?

Sementara kita sekadar sibuk merayakan
tetapi lupa cara merenungkan

di hari-hari tahun baru
kita mesti menghimpun kembali anak-anak kembang yang berguguran
merapikan daun-daun yang berjatuhan
menyusun sisa-sisa jejak langkah yang tak selesai
menyingkap tabir-tabir waktu
bahwa hidup adalah berlayar menuju pemakaman dengan tenang

(Paiton, 2023)

 

BIODATA

Mustain Romli, lahir di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pada tahun 2000. Puisi-puisinya dapat ditemui di beberapa media lokal dan buku antologi puisi. Saat ini, sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas yang terletak di Malang.

Bonk AVA adalah nama pena dari Putu Sumadana, lahir di Denpasar, 27 Juli 1987. Puisi dan esainya dimuat di sejumlah media masa. Selain menulis, ia suka melukis. Pameran yang pernah diikutinya adalah “Silang Sengkarut” di Dalam Rumah Art Station, Denpasar. Kini ia bergiat di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP), Bali.

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!