Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Prof. Marsudi Tepis Tudingan Kecurangan Aplikasi Sirekap KPU

TEPIS: Saksi ahli Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, IPU., saat memberikan kesaksian terkait sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 3 April 2024. 

 

DENPASAR, balipolitika.com– Saksi Ahli Komisi Pemilihan Umum (KPU) Prof. Marsudi Wahyu Kisworo menepis semua tudingan pihak 01 dan 03 (Anies-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, red) soal dugaan kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada penggunaan aplikasi Sirekap.

Penegasan itu diungkapkan saat Prof. Marsudi Wahyu Kisworo memberikan keterangan dalam Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, 3 April 2024.

Professor bidang IT atau komputer tersebut memastikan aplikasi Sirekap tidak mungkin dijadikan alat memanipulasi perolehan suara.

Aplikasi ini hanya digunakan sebagai alat bantu untuk transparansi pelaksanaan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Sedangankan, berdasarkan Undang-Undang (UU) perhitungan suara yang sah adalah prosesnya yang dilakukan secara berjenjang.

“Sejak 2004, sejak sistem komputer digunakan selalu menjadi permasalahan. 2019 juga dan sekarang terulang lagi. Sirekap itu tidak ada pengaruhnya terhadap perhitungan suara,” ungkap Prof. Marsudi di hadapan para Majelis Hakim MK.

Menurutnya, permasalahan data Sirekap yang digembor-gemborkan selama ini muncul secara tidak sengaja, mengingat aplikasi bekerja mengandalkan teknologi optical character recognition(OCR).

Sirekap bekerja mengandalkan data dari foto dan angka perolehan suara Pemilu yang diambil aplikasi tersebut.

Pemanfaatan teknologi Sirekap menjadi sebuah kemajuan, tetapi masih banyak kekurangan di mana pada Pemilu petugas tetap diharuskan memasukan data secara manual, sehingga Sirekap dipergunakan hanya untuk mempercepat proses perhitungan suara di lapangan, menggunakan Formulir C1 sebagai basis data yang ditulis tangan untuk kemudian dibaca melalui aplikasi tersebut.

“Sirekap mobile mengambil data dari formulir C1 hasil yang isinya dibuat dengan tulisan tangan. Masalahnya, tulisan petugas di lapangan hampir semuanya berbeda-beda, sehingga aplikasi terkadang salah membaca datanya. Ini yang menjadi kehebohan seolah ada kesengajaan memasukan data yang dinaikkan, padahal proses perhitungan manual juga tetap dilakukan oleh KPU,” pungkasnya.

Prof. Marsudi menambahkan, pemanfaatan teknologi OCR telah diuji sebelumnya dengan tingkat akurasi mencapai 99 persen.

Namun, berbeda ketika dicoba di lapangan, akurasinya menurun ke angka 93 persen sehingga ada kemungkinan kekeliruan sebesar 7 persen dalam penggunaannya.

“Tiga hal ini yang jadi sumber masalah, ketika ditampilkan di web angka antara C1 bisa berbeda. Tapi karena Sirekap ini sarana transparansi ketika terjadi perbedaan atau keluhan dari masyarakat KPU bisa segera mengoreksi,” lanjutnya.

Selain itu, penyebab lain bisa juga dari kualitas kertas formulir C1 di setiap TPS.

Kertas formulir yang terlipat juga bisa menyebabkan kesalahan interpretasi data.

Prof. Marsudi berharap di pemilu selanjutnya, KPU RI tidak secara langsung menampilkan data lapangan ke website.

KPU harus memverifikasi dahulu data sebelum dimunculkan ke website agar tidak menjadi polemik kembali. (bp/gk)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!