Ilustrasi: Gede Gunada
Dalam Kagum Semua Orang Memberkati Puisi
*
Di dunia, puisi bangkit
dari piano Mozart. Nada
-nada yang memukau mene-
lanjangi gairah hidup.
**
Puisi
mampir ke dunia untuk hari ini. Dan
ia menyebabkan air jatuh
ke kota kota kotor, dan betapa
sedikit kita bisa dapatkan.
Kiranya, puisi tak mesti bersuara.
Ia hanya perlu seperti Presiden
yang duduk di kursi mewah istana.
***
Kuingat, partitur
di piano Mozart adalah keindahan,
eksistensi dan evolusi. Barangkali,
puisi juga menyimpan asmara, bahkan
ancaman perang.
Puisi menampilkan tubuh seksi
perempuan pejuang. Menampakkan
kemegahan dan kejahatan nenek moyang peradaban. Dan, puisi
di mulut orang-orang besar adalah
media penindasan.
Apakah puisi akan memadamkan
api egoisme manusia?
Apakah puisi ikut serta memutar
waktu kehancuran?
****
Kini, kuingat, puisi terasa dingin.
Mungkin lebih kotor dari kain
kafan mayat satu bulan. Dan, teror
estetika meliuk-liuk di langit
imajinasi—
dan, dalam kagum semua
orang memberkati puisi.
Di Hari Jumat
Di Masjid, Jumat siang,
orang khidmat, memuja
dan meminta. Dan, tiba
salam terakhir, orang bergerombol
untuk bubaran. Ketika pemuka
agama lewat, sekelompok
pemuda berdatangan sambil
memberi air matanya. Dan,
ketika sekelompok pemuda pergi,
pemuka agama berkata, semoga
surga membersamai kita. Dan angin
menggoyangkan mawar—tenang.
Setan Kehidupan
Benar, di mataku setan
kehidupan adalah dua naga.
—Dua naga yang ganas,
datang dari luar pulau, adalah bajak
laut yang memukau bocah perempuan.
Dan, ketika malam datang,
ia datang ke alam mimpi.
Bersaksilah aku, bahwa setan
kehidupan datang saban hari. Sungguh
anak anak telanjang pikiran
menikmati suara dua naga. Dan, pelangi
masa depan, dalam kabut, diam-diam
pulang ke pelukan bapak.
Ya, kini sudah terjadi. Terlanjur
terjadi. Dan, keheningan merampas
wajah dua naga, tapi setan kehidupan
tetap menjengkelkan.
Di Depan Pintu
Duhai, berilah aku
rasa ngantuk, wahai
purnama yang menemani dewa
di langit gelap. Beri aku
rasa ngantuk dan takut.
Tutupi mataku dengan
angin surga dan anjing-anjing kota.
Berilah aku keringanan untuk
perjalanan yang melelahkan.
Aku hanya ingin istirahat: mendengar
suara ibu dari lorong surga, dan cinta
yang tercecer darinya nempel di jiwaku.
Kesunyian ini sementara, aku rasa
istirahat akan panjang, sebab
pelancong tahu kapan pulang, dan
pamit. Tapi, aku ingin istirahat.
Berilah aku rasa ngantuk,
untuk memimpikan
diriku di depan pintu surga
sedang memainkan gitar, merdu.
Tentang Indonesia 2022
Aih, ‘Mak. Bukankah setiap 22
tahun negara akan berputar mengikuti
nasibnya sendiri?
Lalu
untuk apa kita takut
dan gusar mengintip masa depan?
Aih, ‘Mak. Bukankah masa
depan tak ada arti, bila niat suci
dan tradisi culas masih tetap terjadi?
Bukankah Tuhan hanya mencipta
cahaya, dan ia kirim malaikat
ke penjuru negeri-negeri yang akan
hancur? Bukan begitu, ‘Mak?
BIODATA
Ahmad Rizki. Menggelandang di Ciputat. Sibuk self-healing dan mendalami muara omong kosong di mana-mana. Informasi lebih intim dapat dilihat dalam Instagram @ah_rzkiii.
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.