Ilustrasi: Gede Gunada
ANTARA JEMPARING DAN SANGGURDI
(Sebingkai Cinta Terbawa Angin)
Seperti jemparing melesat jauh
Begitu cepat menghunjam
Tepat di area jantung nada tinggi
Lalu meluruh, dalam bentuk bulir cahaya dari lubang di sela-sela genting
Kudengar lewat sanggurdi
Saat terhenyak di pelana
Suara kelebat begitu mendebam
Tersebab debu yang terhentak tapal, terbang kemana-mana
Bunyi nafas melengas bersama keringat paling deras
Ini tentang jemparing yang terakhir
Sementara perang masih akan sampai malam
Suara belum juga jeda lalu mereda
Ada luka perih mengandung leleh yang mulai beku
Kudengar lewat sanggurdi
Nafas kuda yang terengah
Sebingkai cinta terbawa angin
Hendak menguliti takdir
Sanggar Gazebo, 20032022
CAKRAWALA SENJAKALA
Senjakala merapal mantra
di batas benam surya
Luruh-larung-laut dalam nyeri dada
Warna-warna meradang, terkurung dalam riuh dentam ombak bertubi
Senjakala menutup kelambu
Aku merangsek dan patahkan tudingan
Kusibak, hendak memandang Tuhan
Sanggar Gazebo, 16022022
HANTARAN KATA
Apakah puisi telah kehilangan mantra?
Jantera telah lama berputar
Atau mungkin telah bersandar di bandar
Bibir kelu ini sulit mengeja kata
Ya Hubb, puisi ini telah kehabisan makna
Sekarang aku kehabisan waktu untuk bernafas
Tak tersisa lagi untuk memeriahkan andrawina
Biarpun terlunta, aku sudah berketetapan bermansyuk dengan Hubb-ku
Sekarang puisi hanya prasasti usang
Sudah di bibir antar ruang aku bersandar
Dengan mantra yang baru yang kudendang berulang-ulang
Sambil menunggu kapal penjemput, entah lama atau sebentar
Sanggar Gazebo, 04032022
MENUNGGU WAKTU
Dalam sebuah surau di kampung nelayan tatkala hujan
Orang-orang sedang menunggu
Dipanggil satu persatu
Dan ketika itu seperti ada yang kurang, satu jamaah telah dipanggilNya
Di lain waktu pun demikian
Ada yang terpanggil lagi
Saat itu, seorang ayah baru menuntun balita
Belajar shalat di surau dengan suara parau(nya)
Jamaah di surau tetap saja tak berkurang dan tak bertambah
Selagi ombak masih berbuih
Sanggar Gazebo, 03022022
SEMBURAT DALAM GRADASI
Bias sinar pagi berkelebat
Gradasi yang kontras
Semburat begitu kuat dalam warna yang tajam
Dalam wisik yang berkelindan alur-alur pasti
Tanpa penyakat dari awan redup atau kabut tebal
Bergerak dalam kontur yang berliku
Tiada lebam dalam bias warna
Tiada deformasi yang gambling
Nikmati saja eksotika yang bermain ritmik
Bermandi cahaya, dalam kelenturan dahan dan ranting
Sebelum menyilam manakala merapal senja
Tan harus rompong menggerogoti cahaya
Apalagi sampai berguguran antara dedaunan
Tan harus merunut para historikus
Pengabadian akan berangsur terbentuk dengan sendirinya
Sanggar Gazebo, 26012022
BIODATA
Mahbub Junaedi. Ia bekerja di Komisi Sastra Dewan Kesenian Daerah (DKD) Brebes, Pengasuh Sanggar Sastra Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al-Hikmah 2 Benda, Brebes, Devisi Sastra LESBUMI PCNU Brebes. Sedang menulis novel (Heykal dan Eva Sebuah Perjalanan Pelik).
Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.