Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

MK Cawe-Cawe? Perintahkan Revisi Ambang Batas Parlemen 4 Persen

Berlaku di Pemilu 2029

REVISI 4 PERSEN: Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan tentang revisi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4%.

 

JAKARTA, Balipolitika.com- Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan tentang ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Ambang batas 4% yang saat ini berlaku harus direvisi.

Gugatan dengan Nomor Perkara 116/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Diwakili oleh Khoirunnisa Nur Agustyati selaku Ketua Pengurus Yayasan Perludem dan Irmalidarti selaku Bendahara Pengurus Yayasan Perludem.

Mereka menggugat Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu, yang berbunyi “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”

Dalam permohonannya, Perludem menilai proses demokrasi akibat besarnya angka ambang batas yang mengakibatkan banyaknya suara pemilih yang tidak bisa dikonversi dalam penentuan kursi di parlemen.

Secara sederhana, ambang batas didefinisikan sebagai syarat minimal perolehan suara yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu, agar bisa diikutkan di dalam konversi suara ke kursi di pemilu legislatif atau sebagai syarat untuk mendapatkan kursi legislatif.

Perludem mempertanyakan, apakah penetapan angka 4% sebagai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sudah sesuai dengan prinsip sistem pemilu proporsional.

Menurut Perludem, penentuan angka ambang batas parlemen yang tidak pernah didasarkan pada basis perhitungan yang transparan, rasional, terbuka, dan sesuai dengan prinsip pemilu proporsional.

Dalam putusannya, MK pun mengakui tidak menemukan dasar metode dan argumen yang memadai dalam menentukan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud. Termasuk metode dan argumen yang digunakan dalam menentukan paling sedikit 4% dari jumlah suara sah secara nasional sebagaimana ditentukan dalam Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017.

Menurut MK, kebijakan ambang batas parlemen telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika mendapatkan suara lebih banyak tetapi tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.

Oleh karenanya, MK menilai perlu ada perubahan ambang batas parlemen 4%. Namun, terkait besarannya, MK menilai hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang. Sepanjang penentuan tersebut menggunakan dasar metode dan argumentasi yang memadai.

Namun, MK menyatakan ketentuan 4% tersebut masih berlaku untuk Pemilu 2024. Meski demikian, ketentuan baru akan dipakai untuk Pemilu 2029.

“Sebagai konsekuensi yuridisnya, norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 haruslah dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitusional) sepanjang masih tetap diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2024 dan tidak diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya kecuali setelah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen dan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen,” kata MK dalam putusannya, Kamis (29/2).

Terkait perubahan soal ambang batas, MK memberikan setidaknya 5 catatan, yakni:

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” bunyi putusan MK.
“Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” imbuh MK.

Permohonan ini diputus oleh 8 Hakim MK. Hanya Hakim MK Anwar Usman yang tidak ikut dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan sidang pembacaan putusan.(bp/luc)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!