Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Jang Sukmanbrata

Ilustrasi: Gede Gunada

 

BURUNG TEMBUS KABUT

I/
kepakan burung
menembus tebal kabut
bulunya kuyup
mata memandang jauh
tembang sore pun sayup

Il/
tak ada kampung
baris pohonan kabur
kepakan lembut

Ill/
kabut menutup
puncak gunung terputus
rombongan burung
pandang mata oh lamur
panah rindu beracun

IV/
mengoyak kabut
kepak burung menjauh
sayup terputus

/kaki Gunung Burangrang, 26 Des. 2021

 

MATI ITU PILIHAN 1

jam tangan ini telah mati
lalu siapa yang menghidupkannya nanti
listrik suka mendadak padam sehari
tanpa pemberitahuan dari pembangkit
kita mati antara dua pilihan sendiri
mati seperti listrik yang berakhir sepi
hidup sekali di bumi tanpa tangisan istri
atau mati tunaikan janji,
nyawa lepas, jasad ditaburi melati
melesat cepat bawah hujan pujian langit
sebagian menghapus janji di rahim
tergantung nyala batin, sunyi jadi api
perjalanan yang hangat, mata berseri
buku-buku disimpan waktu, tulisan abadi
: rentangkan tanganMu, kekasih
rindu debu di ujung daun lembut dikawini air.

memuja diri
cermin bawah mentari
kilaunya pergi

/Bukit Padalarang, Maret 2021

 

MULA HIDUP SERUMPUN BAMBU

serumpun bambu telah tumbuh
di tiap jantung, membagi ragam kidung
Rimbunnya bikin teduh pelancong jauh
Di akarnya air tertampung :
Kerendahan tanah yang dituju

serumpun bambu daunnya tak terhitung
bernyanyi saat rindu mengurung
pulang kampung, tunggu kabar burung
memang kematian serupa not-not lagu
daun gugur di atas tunggul :
Kerendahan tanda pelajaran leluhur

serumpun bambu nyawanya kampung
lima tahun umurnya, bukan untuk dibunuh!
batang-batang tuanya mula – ujung hidup
Berikan cinta pada bambu buat kuburmu
setitik embun
bergegas tengah daun
debu terhapus

Kabuyutan Rajamandala, 27 September 2020

 

POLITIK API GAMBUT

seperti danau yang tak pernah kering
mulut bumi manis, penuh rayuan janji
bukan siapa siapa, tak lain sepi sufi
ribuan haiku ukir hening abad ini
menghapus polusi ulu-ilir hati
simpan lariknya di paru-paru
warga urban mudah kisruh
orang pabrikan di kampung kumuh
orang busuk orde baru memanggul suluh
membawa api dan tungku
mengobarkan api permusuhan.
Seperti api di gambut merunduk
Bergerak ngendap bawah rumput
Hancur leburnya mesti datangkan ombak laut
kuburnya di tutup lahar panas-kabut gunung Semeru

seperti danau
sorot mata tak berisau
di batas pulau
rindunya berubah pisau
kata busuk membungbung

//kars Citatah, 28 Mei 2020

 

SEBELUM BERANGKAT ZIARAH

Jika malam sempurnakan dinginnya
lewat tepukan pundak dan dekapan
bergegas masuk ke jalan moyang
sapaan ramah, ciuman berulang
Doa penghiburan diterbangkan;
itu ziarah kendaraan cahaya
pintu emas, kursinya perak
kususur cerita isra mi’raj
: hangat sudah jiwa ! hangat! Tak perlu purnama

Jika menunggu lama lalu asyik membaca,
warna busana batikmu seperti arus air sungai
ratapan dunia maya merajuk, memanaskan kamar
pemberian acungan jempol biru kuberi emote merah
Anjingnya lelap pun, terjaga, matanya merindukan
kekasihnya yang menemani perjalanan Yudistira
masuk ke surga dalam hutan, di gunung awan,
o puncak tak bernama, nirwarna – nirkata

Jika kamu lupa asal daratan dan lautan,
tak apa-apa. Sedikitnya tahu darimana kemerdekaan
Kemerdekaan, rehat di pahatan kayu Asmat
di malam koloni rayap menyalakan api unggun
Dendam perang Badar terus memburu
Jadi, kamu berpusar di rumah Hindun

Jika kaki berhenti
Jalan ke rumah melintasi kebun petani miskin
Sejenak tanah merah berubah coklat
Hidup bercahya bundar usai tamat puasa
Jadikan swara saja di udara

Jadi, menulis setiap waktu dengan tinta listrik
melatih vokal pagi di bukit atas pancuran air
Sebelum kembali, kanvas sudah penuh garis
dan pelukan lepas, putih mata mencair di bumi
Jika sempat menyelamatkan puisi

:Pasir Gede Padalarang, 19 Juni 2019

========================================

Biodata

Jang Sukmanbrata lahir di Bandung, 17 Agustus 1964. Puisi-puisinya dimuat di koran Berita Nasional, Masa Kini, Kedaulatan Rakyat, Eksponen Yogyakarta. Selain puisi, juga menulis esai dan artikel serta mencintai dunia pendidikan anak-anak sebagai Pendidik -Pendamping proses pendidikan alternatif melalui sarana senirupa, teater, menulis – literasi dan sebagai pendongeng keliling untuk anak-anak basis pedesaan serta pembaca puisi keliling di kampung-kampung di kota Bandung.

Selama 17 tahun aktif bekerja di NGO yang didirikannya dan di Asian NGO Coalition (ANGOC); Childhope-Asia Foundation; kerjasama dengan Balay Tuluyan dengan berdomisili di Paco Manila dan Davao City Philippina selama 4 tahun. Kembali ke Indonesia tahun 2000. Sewaktu bekerja di NGO – karya puisinya banyak tersebar/dimuat di Newsletter – Majalah-majalah NGO Indonesia dan Asia dengan tema-tema HAM (Human Right), Lingkungan Hidup dan kondisi kemiskinan sosial.

Kini kembali “bersyair” dan hidup bertani di kaki pegunungan Mandalawangi Cijapati Cicalengka Kabupaten Bandung dan bertani bunga – tanaman hias di Desa Jambudipa – Cisarua Kabupaten Bandung Barat.

Sejak 2017 banyak menulis puisi beragam genre, seperti lirik, epik, balada, geguritan sampai tanka dan haiku. Karya puisinya dimuat di buku Antologi Negeri Pesisiran dan Negeri Rantau; DNP 2019 – 2020, dan 30 haiku-nya dan puisinya di koran PosBali, Koran Pikiran Rakyat Bandung, Koran Bandung Pos. Puisi genre tanka dan haiku-nya di buku-buku Antologi Newhaiku – KKK, Majalah digital Elipsis 2021, di Buku Antologi 100 puisi HPI-2021; dan puisinya tersebar di medsos Facebook – di berbagai komunitas penulis puisi FB dan di media cetak. Kini tinggal di Desa Padalarang, Bandung Barat. Facebook: Satyariga Sukman.

————————–

Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!