Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Pemerintahan

Sunarsa: Mari Jaga Jargon Fokus, Tulus, Lurus, dan Terukur Ala Koster

JAGA MARWAH LEMBAGA: Ketua Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali masa bakti 2018-2021, Made Sunarsa berdendang bersama Ketua Dekranasda Provinsi Bali Ny. Putri Koster sebelum pandemi Covid-19.

 

DENPASAR, BaliPolitika.Com- Tujuh orang Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali segera dilantik. Dari total 21 kandidat, mereka dinilai sebagai yang terbaik dalam uji kelayakan calon anggota KPID Provinsi Bali 2021-2024 yang digelar Komisi I DPRD Bali, Senin (29/8/2021) lalu. Menariknya, incumbent I Made Sunarsa yang pada seleksi 4 tahun silam bertengger di posisi pertama dengan nilai 94,09, Ni Putu Mirayanthi Utami (88,50), I Wayan Sudiarsa (87,27), I Nyoman Karta Widnyana (85,90), dan I Gusti Ngurah Murthana (85,45) tumbang. Hanya Ni Wayan Yudiartini yang lolos. Bedanya, jika pada seleksi sebelumnya ia meraih nilai 88,63, pada kompetisi kali ini, istri Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Setda Provinsi Bali, I Ketua Sukra Negara itu tidak mengetahui skor yang didapatnya. 

Melalui musyawarah mufakat, Komisi I DPRD Bali yang dipimpin politisi PDI Perjuangan, Nyoman Adnyana mengumumkan nama-nama yang lolos, yakni Ida Bagus Agung Ketut Ludra dan Ida Bagus Gede Yogi Jenana Putra yang berstatus kakek dan cucu,  I Gede Agus Astapa, I Wayan Suyadnya, I Gusti Agung Gede Agung Widiana Kepakisan, dan I Nyoman Adi Sukerno. Seluruhnya lolos tanpa nilai dan peringkat sehingga oleh sejumlah pihak disebut kental muatan kolusi dan nepotisme. 

Merespons hal tersebut, Kepala Ombudsman Bali, Umar Ibnu Alkhatab meminta DPRD Bali melakukan evaluasi terhadap hasil seleksi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali. Umar Ibnu Alkhatab mengatakan ada pihak tertentu dari calon merasa dicurangi sehingga melapor dan mengadu ke Ombudsman Bali. Jika ini dibiarkan akan menjadi preseden buruk serta menimbulkan dampak tidak baik terhadap institusi lembaga penyiaran, khususnya di Bali.

Sebagaimana diketahui, dalam seleksi ini, 15 orang berstatus new comer, yakni Ida Bagus Ketut Agung Ludra alias Gus Ludra, I Gede Agus Astapa, I Wayan Suyadnya, IGA Gede Agung Widiana Kepakisan, Nyoman Adi Sukerno, Ida Bagus Gde Yogi Jenana Putra, Putu Sayang Merdawa, I Putu Gede Anom Windu Santosa, Ni Luh Putu Elly Prapti Erawati, I Gusti Agung Oka Budiartha, I Gusti Ngurah Wirajasa, Putu Ayu Retna Yanthi, I Ketut Darmawan, AA Sri Mahyuni, dan Ida Bagus Nyoman Dedy Andiwinata. Ida Bagus Agung Ketut Ludra alias Gus Ludra sempat disoal masalah statusnya sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang masih aktif saat mendaftar. Namun, adik kandung mantan Bupati Bangli Ida Bagus Gede Agung Ladip ini akhirnya lolos tahapan uji kelayakan calon KPID Bali. 

Umar mengaku juga  menerima pengaduan lewat WhatsApp dari masyarakat terkait calon seleksi KPID Bali yang lolos sebagai pemilik media. Hal ini bertentangan dengan Peraturan KPI No. 1 Tahun 2014 terutama Pasal 11 ayat 4 tentang Kelembagaan KPI pada poin (G). Bahwa surat pernyataan tidak terkait partai politik, tidak terkait kepemilikan lembaga penyiaran, bukan pejabat pemerintah, bukan anggota legislatif dan yudikatif. Dugaan pelanggaran Undang-Undang KPI No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran juga mengemuka.

Menariknya, selain memutuskan kelolosan 7 dari 21 kandidat untuk pertama kalinya lewat musyawarah mufakat, seleksi Komisioner KPID Bali tahun ini juga terbilang janggal karena tes wawancara dan tes penulisan makalah di tempat diamputasi alias dihilangkan. Mekanisme pemilihan calon lebih terbuka sesuai dengan amanat Undang Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dinilai diabaikan dalam Seleksi Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali yang ke depan akan mengurusi keterbukaan informasi publik. 

Lama bergulir, kisruh ini pun akhirnya direspons I Made Sunarsa. Mantan tim ahli Fraksi PDIP Provinsi Bali yang pada seleksi 4 tahun silam bertengger di posisi pertama dengan nilai 94,09 itu menyayangkan jargon yang diperjuangkan Gubernur Bali Wayan Koster, yakni fokus, tulus, lurus, dan terukur tidak dilaksanakan pada proses seleksi KPID Bali periode 2021-2024. 

“Tiang sama sekali tidak mempermasalahkan personal yang sudah terpilih. Saya hanya menyayangkan pola kerja dan jargon kinerja Pak Gubernur tidak dilaksanakan linier di bawahnya. Jargon Beliau memiliki jargon bekerja fokus, tulus, lurus dan terukur tidak dilaksanakan pada proses seleksi KPID Bali periode 2021-2024. Proses kali ini berbeda jauh dari proses periode lalu dan itu sangat substantif. Kali ini timsel banyak menghapus tahapan yang dilaksanakan pada periode lalu. Justru tahapan yang dihapus itu menurut saya sangat substantif untuk mengukur kompetensi seorang pejabat negara. Misalnya, tahapan pembuatan makalah dan pendalaman makalah saat tes dihilangkan. Tes yang paling penting, yaitu tes wawancara juga ditiadakan. Oleh karena itu, nyaris ranking yang dikeluarkan oleh timsel hanya berdasarkan tes menjawab soal tulisan saja,” urainya, Kamis (16/9/2021).

Sunarsa menilai jargon kerja Gubernur Bali Wayan Koster juga tidak linier dengan cara Komisi 1 DPRD Bali memutuskan kandidat yang lolos. Sebagaimana penekanan Ketua Komisi I DPRD Bali yang dipimpin politisi PDI Perjuangan, Nyoman Adnyana kandidat lolos diputuskan dengan musyawarah mufakat untuk memilih 7 orang komisioner dari total 21 peserta. 

“Tentu ukurannya tidak jelas. Berbeda dengan periode lalu. Kandidat yang lolos di-ranking dengan skor yang jelas dan di-publish ke publik. Jika ada PAW (Pengganti Antar Waktu) sudah pasti diberikan kepada rangking selanjutnya. Kalau sekarang setiap PAW harus musyawarah mufakat lagi? Ukurannya apa yang dipakai? Tanya pria yang akrab disapa Dek Bul itu. 

“Saya berharap Pak Gubernur Bali Wayan Koster yang terhormat bisa mengevaluasi proses ini agar ke depan tidak jadi contoh dan diulang lagi. Proses yang sudah bagus dan dipakai oleh KPID seluruh Indonesia, termasuk KPI pusat harusnya dipertahankan. Jangan malah berubah, bahkan berbeda sendiri,” tandasnya.

Ditambahkan Sunarsa, selama ini dirinya sangat menghormati cara kerja Gubernur Bali Wayan Koster dan berusaha melakukan yang terbaik. “Beliau (Wayan Koster, red) dan juga Ibu Gubernur (Putri Suastini Koster, red) banyak membantu kegiatan kami. Sangat disayangkan justru proses yang dilakukan jajarannya dan juga kadernya di DPRD tidak melaksanakan pola kerja Gubernur Bali Wayan Koster yang sudah baik, fokus, tulus, lurus dan terukur,” ungkap Sunarsa.

“Intinya, tiang menghargai proses yang berjalan; tidak menggugat hasil. Tapi, demi Bali dan marwah lembaga, proses itu jangan dikesampingkan. Jangan sampai jargon tinggal jargon, tapi malah mengamini proses yang menurut saya kurang berkualitas,” tutupnya. (tim/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!