Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Sebut MDA Arogan, MKKBN Harap PT Jadi Mediator

INGINKAN PENENGAH: Ketua Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN), I Ketut Nurasa berharap Pengadilan Tinggi Denpasar jadi mediator polemik SKB PHDI-MDA.

 

DENPASAR, BaliPolitika.Com- Para pimpinan organisasi yang tergabung dalam Gerakan Kearifan Hindu se-Nusantara (GKHN) mengorek kehidupan pribadi Ketua Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN), I Ketut Nurasa. Seluruhnya mengaku sangat dirugikan dan tidak terima dengan perilaku Nurasa yang disebutnya sebagai mantan narapidana yang jadi seorang advokat. Nurasa disebut mengaburkan eksistensi Desa Adat Bali yang dilindungi Undang-Undang dengan membentuk ormas yang namanya berkaitan dengan Krama Bali. Seolah-olah lebih legitimit, dari eksistensi Desa Adat Bali yang merupakan bagian tak terpisahkan dari eksistensi Majelis Desa Adat Bali.

Merespons hal tersebut, Nurasa menegaskan bahwa pengaduan terhadap dirinya sangat tidak relevan dengan permasalahan. “Kami nilai inilah bentuk arogansi dari MDA Provinsi Bali. Namun bila didalilkan ke Pasal 3, huruf h Undang- Undang RI Nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, mohon dipahami konstitusI, yaitu Pasal 28 I Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia,” pintanya.

Lebih jauh, Nurasa menegaskan bahwa Surat Keputusan Bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali nomor 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan nomor 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 tentang pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya Non Dresta Bali di Bali tertanggal 16 Desember 2020 “bemasalah”. Lebih-lebih praktik di lapangan justru melanggar SKB bahkan dinilai melawan konstitusi negara.

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, dan hak nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminasi,” tandasnya.

“Hindu Menyama Braya, Vasu Daiwa Kutum Bakam, Welas Asih, Paras Paros, Segilik Seguluk Selulung Sebaya Anteka, Ahimsa Param Dhama, dalam Perdamaian menuju Kedamaian Santhi, menuju Moksatham Jagat Dithaya Ya Ca Iti Dharma,” ungkap Nurasa sembari berharap Ketua Pengadilan Tinggi Bali menunjuk Hakim Mediasi Pengadilan Tinggi Bali dalam permasalahan Sampradaya versus Majelis Desa Adat demi keamanan Bali dan tumbuhnya Pariwisata Bali. (tim/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!