Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PariwisataPemerintahan

Recovery Pariwisata Lambat, ASEPHI Bali Dukung Koster Cari Alternatif Lain

Denpasar (BaliPolitika.Com) – Pandemi Coronavirus Disease alias Covid-19 memporakporandakan sendi-sendi perekonomian Bali terutama sektor pariwisata. Industri pariwisata Bali benar-benar dibuat “tidur” oleh virus asal Wuhan, Tiongkok itu. Syukur mulai Kamis (9/7) mendatang pariwisata kembali dibuka. Meski demikian, banyak pihak menyangsikan situasi akan segera pulih seperti sedia kala.

Menyikapi kondisi ini, Gubernur Bali Wayan Koster berkata ke depan ketergantungan perekonomian Bali terhadap pariwisata harus diseimbangkan dengan sektor lainnya. Hanya dengan strategi demikian Bali bisa terhindar dari pukulan telak sebagaimana halnya yang terjadi saat ini. Ketut Dharma Siadja, Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI) Provinsi Bali mengapresiasi tekad sang gubernur, Kamis (2/7) siang. Dia memprediksi recovery pariwisata akan sangat lambat.

Karena recovery sektor pariwisata lambat, pengusaha asal Ubud, Gianyar itu menyarankan pemerintah untuk segera move on. Produk ekspor kerajinan dan handicraft, khususnya asal Bali jelasnya bisa dijadikan alternatif penyeimbang kondisi terpuruk saat ini. “Bali banyak menghasilkan barang kerajinan. Saat pariwisata “tidur” industri kerajinan ini masih bergerak dan menggeliat karena mendapatkan limpahan dari Tiongkok. Di masa pandemi ini Bali bisa mengekspor barang kerajinan dengan tujuan Amerika Serikat dan Eropa. Ini pasar tradisional kita,” ucap Ketut Dharma Siadja.

Kerajinan kayu, perak, garmen, dan sejenisnya mulai “bergerak” sejak Mei 2020. Sempat terseok-seok hanya dua bulan, yakni Maret dan April saat AS dan Eropa memberlakukan lock down. Sentra kerajinan kayu, perak, garmen ini tersebar di sejumlah titik. Antara lain Tegalalang, Pujung, Tampaksiring, dan Kerobokan. “Kerajinan, peternakan, perikanan, dan pertanian ini yang perlu dipikirkan pemerintah untuk menyeimbangkan Bali ke depan. Khusus kerajinan, Bali adalah pasar kerajinan nusantara. Masalah di Bali saya pikir adalah bagaimana kehadiran pemerintah mampu memberikan efek domino bagi masyarakat Bali,” ungkapnya.

Ke depan, Ketut Dharma Siadja berharap industri kerajinan, khususnya untuk kebutuhan ekspor semakin digalakkan. Pelaku usaha idealnya intens menjalin komunikasi dengan Dewan Kerajinan Nasional Provinsi Bali (Dekranasda) untuk meningkatkan strata atau kelas produknya sehingga memenuhi syarat ekspor. “Ke depan para pelaku UMKM atau UMK ini harus memiliki target produknya bisa diekspor ke luar negeri. Yang belum bisa ekspor agar menjalin komunikasi dan minta dibina oleh Dekranasda Provinsi Bali,” ungkapnya optimis.

Ketut Dharma Siadja yakin Dekranasda Bali di bawah kepemimpinan Ni Putu Putri Suastini Koster memiliki visi dan misi brilian. Salah satunya akan menyediakan ruang pameran bagi para UMKM di dalam maupun di luar negeri. Sekaligus konsen membina para UMKM agar naik kelas menjadi UKM.

“Karena pandemi, kami mengalami penurunan omset hingga 70 %. Syukurnya per Mei 2020 sudah mulai beranjak bergerak karena Amerika Serikat dan Eropa memutuskan unlock down. Bali juga mendapat limpahan order dari Tiongkok selama pandemi,” ungkapnya.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!