Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

RESENSI BUKU

Syahrizal Pahlevi Berpuisi Dalam Seni Grafis

Oleh Mulyadi J. Amalik, Kontributor Forum Drawing Indonesia (FDI)

 

Buku Syahrizal Pahlevi berjudul Dikutuk Disumpahi Eros: Kumpulan Catatan Seni Grafis 2009-2023 ini menjadi puitis karena dipinjam dari ungkapan dalam puisi Chairil Anwar berjudulTak Sepadan (=Lagu Siul II)”. Puisi penyair Angkatan 45 ini pula yang menjadi inspirasi salah satu tulisan Pahlevi dalam buku tersebut, yakniPegrafis yang Dikutuk Disumpahi Eros”.

Tulisan-tulisan dalam buku ini berisi gagasan pokok Pahlevi, yaitu otokritik dan orientasi seniman grafis. Sebagai seniman atau praktisi seni lukis dan grafis, Pahlevi telah membongkar dunianya dari dalam sekaligus menyusun jalan praktis dan teoretis ke dunia luar. Pahlevi telah melakukan dekonstruksi terukur bagi dirinya dan dunia seni grafis.

Namun, khusus gagasan Pahlevi dalam artikel Pegrafis yang Dikutuk Disumpahi Eros” (hlm. 175), tentu memerlukan pendalaman dan konfirmasi untuk menguak detailnya. Lantaran itu, pembaca perlu menelusuri lebih lanjut tulisan-tuliasn Pahlevi lainnya yang termuat dalam buku tersebut. Pahlevi juga menyuguhkan ilustrasi hasil akhir sejumlah karya grafis dan foto-foto proses kegiatannya menggrafis, baik di studionya di Yogyakarta maupun di studio luar negeri saat ia menjalani residensi.

Meskipun buku ini berisi tulisan lepas Pahlevi yang tersebar di berbagai media massa, katalog pameran, blog pribadi, dan tulisan yang belum dipublikasikan, tetapi gagasannya konsisten dan saling berkait. Garis besar gagasan Pahlevi adalah soal bagaimana seniman seni grafis bernegosiasi dengan perkembangan seni rupa dan seni grafis modern, serta keharusan pegrafis berdialektika intensif dengan kerisauan dirinya sendiri melampaui konvensi.

Garis Besar Gagasan

Saya mengonfirmasi mendalam tulisan Pahlevi berjudulPegrafis yang Dikutuk Disumpahi Eros” (hlm. 175) dengan tulisannya yang lain, antara lain Mengapa Seni Grafis Perlu Subsidi Sementara Seni Kontemporer Tidak?” (hlm. 143), Tujuh Butir Gugatan untuk Seni Grafis Indonesia (hlm. 151), Kepastian dalam Seni Grafis” (hlm. 159), “Seni Grafis Bukan Sekadar Teknik” (hlm. 165), “Seni Grafis dalam Tegangan Media dan Teknik” (hlm. 169), dan “Pegrafis Datang dan Pergi” (hlm. 185).

Garis besar dari gagasan Pahlevi yang saling berkait dalam tulisan-tulisan di atas memberikan banyak petunjuk penting. Bahwa selain merefleksikan sejarah perkembangan dan dinamika seni grafis nasional dan internasional, Pahlevi juga ingin menyampaikan banyak cara bertransformasi bagi seniman grafis Indonesia.

Di antara gagasan Pahlevi yang pokok, antara lain 1) seni grafis adalah anak kandung seni rupa, setara dengan lukisan, drawing, dan patung; 2) seni grafis itu satu paket melekat sekaligus antara teknik dan media; dan 3) wacana tentang isi/tema karya seni grafis sebanding lurus dengan wacana soal teknik seni grafis.

Saya juga menciduk gagasan Pahlevi sebagai seniman pergerakan yang sangat meyakini posisinya, telah meletakkan proses teknis plus hasil akhir karya seni grafis dalam satu bangunan komplementer dengan masyarakat umum.

Oleh karena itu, Pahlevi memaklumatkan bahwa seniman seni grafis memerlukan asosiasi atau organisasi guna melahirkan kode etik pegrafis, mengampanyekan dan menghelat berbagai kegiatan seni grafis, melakukan riset dan pengembangan, memperjuangkan subsidi dan regulasi (legislasi) untuk pegrafis dan seni grafis, membuat standarisasi atau sertifikasi karya seni grafis, dan memotivasi tumbuhnya inovasi pegrafis agar konvensi seni grafis yang kaku menjadi lembut.

Gagasan-gagasan Pahlevi di atas, bagaikan puisi Chairil Anwar yang dikutipnya, merupakan penanda bahwa seni grafis berada dalam ekosistem yang luas. Seniman seni grafis tak boleh membayangkan karya seni grafis sebagai kegiatan sempit sebatas pekerjaan studio atau pameran semata. Seni grafis juga bukan produk yang terpisah dari masyarakat sehingga keberadaan seni grafis boleh saja dilanda kesedihan dan kegembiraan seperti puisi.

Kiprah Syahrizal Pahlevi

Alumni ISI Yogyakarta kelahiran Palembang ini boleh dikatakan sebagai seniman yang komplit karena bisa memasuki semua arena seni rupa. Seni grafis adalah petualangan belakangan Pahlevi setelah kenyang berkiprah dalam seni lukis, drawing, sketsa, dan performance art. Pameran bersama dan pameran tunggal seni rupa, baik di dalam negeri maupun luar negeri, telah banyak diarunginya.

Pahlevi pun menjalani kegiatan art organizer di samping aktif menulis berbagai isu seni rupa. Dalam seni grafis, Pahlevi menginisiasi Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) yang telah berlangsung sebanyak empat kali sejak 2014. Tahun 2009 ia mendirikan Teras Print Studio yang memberikan layanan lokakarya atau workshop seni grafis pada anak-anak, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Selama itu pula Pahlevi sempat menjalani residensi seni grafis Mokohanga di Nagasawa Art Park (NAP) di Awaji City, Jepang (2009), residensi Printmaking Studio Vermont Center, Johnson, Vermont, Amerika Serikat (2011), dan residensi Guanlan Original Printmaking Base, Guanlan, Shenzhen, Cina (2017). Pahlevi juga menjalani residensi seni grafis di dalam negeri, yaitu di Rumah Grafis Tjidamar, Bandung (2004) dan Rumah Seni Embun, Medan (2012).

Sejak tahun 2016 hingga kini, Pahlevi bersama istrinya aktif mengelola Miracle Prints di Yogyakarta, yaitu artshop, galeri, dan printmaking studio untuk berbagai kegiatan seni rupa, selain seni grafis. (*/bp)

Back to top button

Konten dilindungi!