Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Pilkada Digelar Desember, Politisasi Bansos Covid-19 Jadi PR Bawaslu

Denpasar (BaliPolitika.Com) – Hari H pencoblosan untuk Pilkada Serentak diputuskan akan berlangsung 9 Desember 2020. Tahapan pilkada pun dimulai pada pertengahan Juni 2020. Celakanya pada waktu bersamaan jumlah kasus corona melonjak cukup tajam di beberapa wilayah di Bali. “Grafik pandemi belum melandai, namun tahapan Pilkada sudah harus berjalan,” ucap Dr. Kadek Dwita Apriani, S.Sos, MIP, Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Udayana, Senin (21/6).

Setidaknya, terang perempuan pertama di Bali penyandang gelar Doktor di bidang ilmu politik itu ada 11 tahapan pilkada yang akan melibatkan banyak interaksi. Antara lain pelantikan PP/PPS, pembentukan PPDP, pemutakhiran data pemilih, rekap DPS/DPT, pencalonan, kampanye, pembentukan KPPS, logistik, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi suara di semua tingkatan, dan sengketa pemilihan. Dirinya sangat berharap sebelas tahapan tersebut dapat berjalan dengan penerapan protokol kesehatan.

Lebih dari itu, isu yang berpeluang muncul di tengah pilkada pada masa pandemi juga harus disikapi. Isu utama adalah keselamatan dan kesehatan warga negara dan juga penyelenggara. Isu berikutnya adalah adanya resiko penurunan tingkat partisipasi pemilih; pengawasan warga atas proses pilkada juga mungkin akan mengalami penurunan; kendala teknis dalam pelatihan online panitia ad hoc; menguatnya politik berbiaya tinggi, dan politisasi bansos.

“Kondisi hari ini, khususnya di Bali memang telah ada kepastian anggaran pilkada sehingga instrument dan infrastruktur pilkada dapat menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Namun, masih sangat dibutuhkan regulasi teknis dari penyelenggaraannya,” ujarnya. Dwita menilai sosialisasi pada pemilih juga belum optimal. Hal itu merupakan tanggung jawab bukan saja penyelenggara, melainkan seluruh stakeholders pilkada, seperti kandidat, tim sukses kandidat, dan partai politik.

Dwita merinci jika Pilkada Serentak 2020 ditunda hingga 2021 risiko lain menanti. Yang paling mencolok adalah terbengkalainya urusan publik di daerah jika masa jabatan kepala daerahnya telah berakhir. Posisi tersebut akan diisi oleh pelaksana tugas (plt) atau penjabat (pj). Kewenangan pj yang sangat terbatas akan memicu masalah lain. Lebih-lebih pemerintah harus menyiapkan 270 plt/pj di seluruh Indonesia.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!