Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Pancasila “Dilecehkan”, MKGR-SOKSI Bali Tolak RUU HIP

Denpasar (BaliPolitika.Com) – Belum surut kontroversi terkait Rancangan Undang-undang Omnibus Law, RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) kini mencuat sebagai polemik baru. Meski pembahasan RUU ini ditunda, kontroversi dan penolakan terus bergulir. Pasca penolakan RUU HIP di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, aksi serupa menjalar ke seluruh wilayah tanah air. Salah satunya Provinsi Bali.

Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Provinsi Bali menyampaikan pernyataan sikap, Sabtu (27/6). Keduanya secara tegas menolak RUU HIP. “Pertama, kita menolak dengan tegas pembahasan dan pengesahan RUU HIP menjadi UU. Kedua, meminta kepada pemerintah dan DPR RI mengambil langkah-langkah strategis untuk mengwujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pembukaan UUD 1945. Dan, ketiga meminta DPD Golkar untuk menindaklanjuti melalui fraksi Golkar di DPRD-RI,” tegas Dr. I Wayan Subawa S.H, M.H selaku Ketua MKGR Provinsi Bali di Renon Denpasar Bali, Sabtu (27/6).

Pancasila terang Subawa adalah sumber dari segala sumber hukum; merupakan kesepakatan bersama dari para pendiri bangsa; menjadi dasar kita untuk bernegara. Hal tersebut, paparnya, sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945, jadi Pancasila adalah hasil bersama. Di samping itu, secara yuridis RUU HIP ini menurutnya cacat karena tidak mencantumkan Tap MPRS XXV/1966 tentang Pelarangan Partai Komunis di Indonesia dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang Kembali ke UUD 1945 sebagai dasar menimbang dalam RUU HIP.

“Adanya ketidaklaziman yang diatur suatu UU, di mana biasanya UU mengatur tentang perilaku, kelembagaan. Tetapi RUU HIP mengatur tentang definisi, disinyalir sebagai tafsir tunggal tentang pancasila,” ujarnya. Tegas Subawa, sangat tidak lumrah nilai-nilai ideologi diatur dengan UU atau dinormakan. Hal itu dapat mendowngrade keberadaan Pancasila. “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum,” ungkapnya sembari menyebut secara sosiologis pengajuan RUU ini menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat terhadap adanya agenda terselubung. Juga dinilai terlalu dibuat-buat dan sangat tidak etis karena masyarakat saat ini sedang menghadapi Pandemi Covid-19.

“Masyarakat menganggap tidak perlu adanya UU yang mengatur secara khusus tentang Pancasila apalagi adanya pemaknaan tunggal. Hal ini akan cenderung otoriter interpretasi,” tandasnya.

Sejalan dengan apa yang dikemukakan MKGR, Ketua SOKSI Bali, AA. Ngurah Rai Wiranata mengatakan SOKSI merasa ikut terpanggil untuk bersikap tentang RUU HIP. Ia menegaskan Pancasila sudah final, tidak perlu diutak-atik lagi. “Dalam Dekrit 1959 Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa,” tegasnya.

Begitu juga, Ketua Dewan Penasehat MKGR Bali, I Gusti Putu Wijaya yang turut hadir pada kesempatan itu mengatakan munculnya RUU HIP harus cepat disikapi. “Melihat dari sejarah, Tri Karya ini dilahirkan ada kekhawatiran oknum yang menyelewengkan alias mengebiri Pancasila. Padahal sudah ada beberapa UU yang sudah membentengi Pancasila.

“Jelas apa dasar kita menolaknya (RUU HIP, red), ini juga sejalan dengan perjuangan Tri Karya. Disamping itu, dalam suasana Covid-19 ini juga kita tengah mengalami situasi kondisi kesehatan yang sangat memprihatinkan. Sesungguhnya ini menjadi sekali prioritas, tidak hanya isu nasional namun sudah menjadi isu global,” tutupnya.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!