Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Ekbis

BI Prediksi 1,5 Tahun Lagi Ekonomi Bali Kembali Normal

BALI KEMBALI: Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali, Trisno Nugroho didampingi Deputi Direktur Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali, Donny H. Heatubun dalam acara Media Gathering di Mataram, 30 September-1 Oktober 2022.

 

MATARAM, Balipolitika.com- Sejarah mencatat, virus korona membuat Provinsi Bali sangat merana. Pertumbuhan perekonomian Bali pada Triwulan III 2020 mencatat rekor terdalam sepanjang sejarah dibanding periode sama tahun 2019.

Mengacu rilis data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mengumumkan PDB Bali pada kuartal III-2020 mengalami kontraksi atau tumbuh negatif atau -12,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year).

Pertumbuhan negatif ini menjadi kontraksi ketiga di Bali sepanjang tahun 2020. Pada Triwulan I, output ekonomi Bali tumbuh negatif atau -1,14 persen. Di Triwulan II -10,98 persen.

Mengacu data Badan Pusat Statistik, pada kuartal I 2021, Bali menempati posisi paling bawah dalam hal pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Bali terkontraksi hingga 9,85 persen. Kontraksi ekonomi yang dirasakan Bali jauh lebih besar dibanding provinsi lain.

Tak ada provinsi lain di Indonesia yang ekonomi tertekan separah Bali. Dibandingkan dengan Kalimantan Tengah sebagai provinsi kedua terparah, kontraksi ekonomi yang dialami hanya sebesar 3,12 persen. Bahkan, kontraksi ekonomi yang dialami Jakarta kurang dari 2 persen, tepatnya 1,65 persen.

Kala itu, Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Trisno Nugroho mengatakan menilik data lainnya, tampak jelas bagaimana ekonomi Bali begitu tertinggal. Bila ekonomi nasional tampak mulai pulih dari kuartal II 2020 yang terkontraksi 5,32 persen dan membaik pada kuartal I 2021 yang hanya terkontraksi 0,74 persen.

Pemulihan ekonomi Bali tergolong sangat lambat. Dari kontraksi 11,06 persen di kuartal II 2020, pada kuartal I 2021 kontraksinya masih sebesar 9,85 persen.

Trisno mengatakan, tekanan ekonomi di Bali ini tak lepas dari anjloknya kunjungan turis mancanegara ke Bali imbas maraknya pembatasan dan larangan perjalanan lintas negara guna memerangi penyebaran virus Corona yang menjangkiti dunia sejak awal tahun lalu.

Pada periode 1 Januari-30 Mei 2020, kunjungan wisatawan asing yang datang ke Bali mencapai 1,21 juta orang. Sementara pada periode yang sama tahun 2021, kunjungannya anjlok menjadi hanya 431 orang.

Menyikapi kondisi rapuhnya sektor pariwisata, Gubernur Bali, Wayan Koster di berbagai kesempatan bahkan tak segan-segan mengatakan Bali harus lepas dari ketergantungan terhadap sektor pariwisata.

2 tahun berlalu, terpuruknya sektor pariwisata Bali akibat dampak pandemi Covid-19 diperkirakan akan kembali normal.

Prediksi tersebut berdasarkan berbagai faktor, salah satunya tingkat penerbangan dari luar negeri yang mulai terus meningkat.

Kepala Perwakilan Bank Indonsia (KPwBI) Provinsi Bali, Trisno Nugroho mengakui hanya butuh waktu 1,5 tahun lagi, agar ekonomi kembali normal.

“Atau sekitar tahun 2025 akan kembali normal, jika pertumbuhan ekonomi sekitar 6 sampai 7 persen,” beber Trisno, saat Media Gathering Bank Indonesia di Mataram, Jumat, 30 September 2022.

Karena itulah, saat ini pihaknya belum bisa berani mengatakan ekonomi Bali sudah normal, karena kondisi sektor pariwisata belum normal.

“Kan pariwisata Bali bukan hanya Nusa Dua saja. Ke depan meskipun pariwisata akan terus diperhatikan, namun pemerintah harus tetap mengawal potensi sektor pertanian. Porsinya bisa sekitar 30 persen, agar kalau terjadi sesuatu ekonomi Bali bisa bertahan, dan tidak hanya mengandalkan sektor pariwisata saja,” tegas Trisno, saat didampingi Deputi Direktur Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali, Donny H. Heatubun.

Ke depan dikatakan, pariwsata dikembangkan secara digital dengan konsep green ekonomi. Apalagi perlu disadari di masa mendatangkan, agar Bali menjadi sorga yang menjadi tempat Wisman yang bisa bekerja di mana saja atau work everywhare, sehingga tamu asing dan domestik bisa tetap ingin tinggal sambil bekerja di Bali.

Di samping itu, yang ramai ke Bali adalah mice event, seperti acara rapat instansi, maupun lembaga dan pemerintahan.

“Kita akan dorong kegiatan kelembagaan atau perusahaan agar diadakan di Bali, termasuk side event G20 bisa diadakan terus di Bali. Karena Bali masih membutuhkan itu, dan dibiayai oleh perusahaan atau pemerintah untuk mengadakan kegiatan ke Bali,” imbuhnya.

Ditegaskan, tingkat hunian hotel di Bali selama pandemi Covid-19 masih rendah, apalagi lama tinggal wisman juga belum bisa normal atau masih diprediksi sekitar 1,2 juta sampai 1,3 juta wisman yang datang ke Bali.

Seperti kedatangan wisatawan dari pasar India yang posisinya nomor dua setelah Australia masih turun dan kunjungannya belum bisa normal. Apalagi belum ada penerbangan langsung dari sejumlah negara ke Bali, termasuk India.

Di sisi lain banyak akomodasi wisata terutama hotel yang belum siap dibuka akibat dampak pandemi Covid-19, seperti di ITDC Nusa Dua, termasuk daerah Ubud yang masih banyak hotelnya yang belum pulih.

“Ada TV rusak, termasuk kulkas kalau 1 tahun nggak hidup kan bisa rusak. Jadi perlu waktu untuk pemulihan,” bebernya.

Kabar positifnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI memperkirakan kedatangan wisman akan kembali normal ke Bali sekitar awal tahun 2024 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi Bali di atas 5 persen.

Apalagi Indonesia nantinya akan menjadi Ketua Asean Meeting pada tahun 2023, sehingga side meeting-nya bisa berlangsung di Bali.

“Jadi kalau dari Bappenas, kita optimis ekonomi Bali pada tahun 2023 akan tumbuh dengan baik,” katanya. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!