Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Dituduh Kuras Tabungan Ponakan, Hermes Gazali Ungkap Fakta Sebenarnya

Kasus Lama, Polresta Denpasar Terbitkan SP3 13 Desember 2018

BERI PENJELASAN: Hermes Gazali (53 tahun) saat diwawancari di Mapolresta Denpasar beberapa waktu lalu. 

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Hermes Gazali (53 tahun) membantah keras dilabeli sebagai paman yang tega menguras tabungan ponakan sendiri, yakni Johanes Putra Gazali dan Abraham Putra Gazali sebagaimana tuduhan sejumlah pihak.

Sebagai adik kandung almarhum Herman Gazali, pemilik UD Putra Tehnik, Jalan Mahendradatta No.168, Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80119, Hermes Gazali juga memberikan klarifikasi atas laporan nomor B/79/V/RES.2.2/2023/DITRESKRIMSUS tertanggal 30 Mei 2023 perihal laporan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan penggelapan yang dialamatkan kepadanya.

Hermes Gazali menegaskan bahwa pelaporan atas nama dirinya dengan tuduhan serupa pernah dilakukan di Polresta Denpasar dan telah clear; dia tidak terbukti bersalah sehingga terbit Surat Perintah Penghentian Penyidikan alias SP3 nomor B/6810/XII/2018/Polresta Dps tentang Pemberitahuan Penghentian Penyidikan yang ditandatangani oleh Kapolresta Denpasar, AKBP Ruddi Setiawan, SIK., SH., MH. tertanggal 13 Desember 2018. 

Hermes Gazali pun membantah klaim yang disampaikan Johanes Putra Gazali dan Abraham Putra Gazali bahwa mereka kehilangan tabungan sebesar Rp900 juta (tersisa Rp65 ribu di rekening Abraham) dan tersisa Rp51 ribu di rekening Johanes.

Faktanya kakak adik ini sendirilah yang mentransfer dana tersebut saat berada di BCA KCU Hasanudin pada 23 Januari 2017 silam untuk membayar tagihan UD Putra Tehnik Denpasar.

“Tahun 2017 saya pernah dilaporkan bahwa saya katanya menguras tabungan dua anak ini. Padahal kenyataannya uang itu untuk usaha namanya UD Putra Tehnik di Bali. Tahun 2014 akhir, kakak kandung saya divonis mengidap kanker getah bening. Untuk operasional toko, semula rekening atas nama kakak saya dijadikan ke nama 2 anak ini. Setelah kakak kandung saya meninggal dunia 21 Januari 2017 saya kaget ada akta baru di Bali, yakni akta kelahiran kakak saya dan istrinya di mana akta ini berbeda dengan akta asli yang di Surabaya. Bedanya tempat lahir dan nama orang tua. Atas dasar itu mereka mengeluarkan akta anak kandung untuk Abraham dan Johanes dari Disdukcapil Denpasar yang semestinya bukan anak kandung jadi anak kandung; beda dengan yang di Surabaya,” jelas Hermes Gazali ditemui di Mapolresta Denpasar baru-baru ini.

Karena kasus lama yang menegaskan dirinya tak bersalah dibuktikan dengan SP3 dari Polresta Denpasar diungkit-ungkit kembali bahkan namanya disebut-sebut akan segera menjadi tersangka, Hermes Gazali pun memilih buka-bukaan. 

Kepada awak media, Hermes Gazali pun mengaku geleng-geleng kepala kenapa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Denpasar membenarkan almarhum kakak kandungnya memiliki akta lahir atas nama Herman Gazali Nomor 20/Disp.DT/2001 yang diterbitkan pada 28 November 2001. Sementara keluarga besarnya memegang akta kelahiran No.3127/1965 atas nama Tiong Han yang lahir di Surabaya pada 13 Oktober 1965 yang disebut sah oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya.

“Kakak saya lahir tahun 1965 yang di sini (Bali, red) terbitnya tahun 2001. Kedua anak angkat ini lahirnya di Surabaya. Johanes Putra diadopsi dari sebuah yayasan di Surabaya dan dibenarkan oleh pihak yayasan. Anak kedua, almarhum dan mantan istrinya (Felice Jessica Novita, red) langsung menghubungi orang tua si anak. Dua anak ini ibunya sama, ayahnya berbeda. Pengangkatan anak ini tidak atas persetujuan keluarga. Orang tua saya tidak ada memberikan persetujuan pengangkatan anak. Saya sendiri juga tidak pernah diberitahu, makanya setelah mengangkat anak mereka pindah ke Bali sejak tahun 2000-2001. Lalu tiba-tiba mereka punya akta lahir sebagai anak kandung,” ungkap Hermes Gazali merasa heran.

Ditambahkannya ia mengetahui ada akta palsu ini saat sang kakak kandung meninggal dunia.

“Sebagai keluarga, adik kandung, saya ajukan surat akta kematian berdasarkan akta asli. Sementara istri almarhum mengajukan dengan akta di sini yang bagi saya palsu. Setelah saya ajukan ke Disdukcapil Denpasar oleh Disdukcapil Denpasar dimintai persyaratan ini itu sudah lengkap semua, tetapi tetap ditolak tahun 2017 silam dengan alasan saat itu masih ada “urusan keluarga”; belum clear,” kenangnya.

Imbas dari akta palsu ini beber Hermes Gazali adalah keluarnya surat waris yang menyatakan bahwa mereka (dua anak angkat yang berubah jadi anak kandung, red) adalah ahli waris.

“Akhirnya saya dituntut berdasarkan surat keterangan itu bahwa saya merampas, saya mengambil tanpa hak padahal yang terjadi sebenarnya kakak kandung saya sudah cerai tahun 2014 awal dengan istrinya,” terang pria kelahiran 1970 itu.

Episode terbaru, di tahun 2023, mencuat lagi kasus ini di Polda Bali akibat keluarnya akta kematian oleh Disdukcapil Denpasar.

“Pelaporan di Polda Bali ini episode baru. Kakak kandung saya meninggal dunia tahun 2017 awal sementara akta kematian almarhum menyusul. Saya kurang tahu pasti, namun saat saya dipanggil ke Polda Bali surat waris dan akta kematian kakak kandung saya dijadikan dasar. Kalau tidak salah dikeluarkan tahun lalu, tahun 2022. Saat masih hidup, almarhum tidak pernah membuat surat ahli waris atas sepengetahuan keluarga secara resmi dan difasilitasi oleh pihak berwenang dalam hal ini notaris,” imbuhnya.

Lebih lanjut terkait uang sejumlah Rp1.174.833,812 di Bank Maspion Denpasar, Hermes Gazali menekankan almarhum pernah berbicara ke dirinya untuk mengembalikan utang piutang yang digunakan untuk berobat di Singapura. 

“Saat itu saya katakan tidak usah dan pakai saja dulu mengingat kondisi almarhum kala itu. Kalau sembuh baru dikembalikan. Dana itu tidak jadi dipakai. Sudah dipesankan oleh almarhum ke admin toko, slip setoran sudah ditandatangani, cek sudah ditandatangani, pesannya waktu itu ke Ibu Kadek, kalau almarhum meninggal uang ini transferkan ke rekening adik saya. Itu disampaikan secara lisan. Kepala Bank Maspion Denpasar waktu itu, Ibu Ratna juga menerima wasiat lisan seperti itu. Untuk masalah di Polda Bali karena Disdukcapil Denpasar mengeluarkan akta kematian terus mereka urus surat waris, makanya saya dituntut. Tuntutan mereka yang di Bank BCA, yakni Rp900 juta plus yang di Maspion Rp1,175 miliar, itu uang toko, bukan untuk saya. Sebagian untuk utang berobat di Singapura. Sebagai adik kandung yang mengetahui pengeluaran almarhum selama berobat di Singapura dan diberikan kepercayaan mengurus toko UD Putra Tehnik apakah tuntutan itu masuk akal? Menurut saya sangat-sangat-sangat tidak masuk akal karena mereka tahu itu adalah uang perusahaan; bukan uang untuk mereka atau untuk saya,” tutupnya.

Dikonfirmasi terkait kasus ini Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan menyatakan akan mengecek lebih lanjut. 

“Saya konfirmasi dulu ya,” respons cepat perwira melati tiga di pundak yang pernah menjabat Kapolresta Denpasar itu, Kamis, 20 Juli 2023. (tim/bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!