Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi S Ratman Suras

Ilustrasi: Gede Gunada

 

MATA LIAR BANOWATI

biarlah aku titipkan segumpal mimpi kepadamu, pangeranku
di sini semua telah padam
terpahat pada dinding taman sari
batin ini tak merasakan getaran
dingin seperti memeluk gedhebok pisang
suksmaku terus mengawang
engkau semakin jauh dari jangkauan

raga ini kian ringkih
tak enak santap tak dapat kantuk
tersuruk-suruk di ranjang paling sunyi
tak bisa aku sembunyikan
gumpalan-gumpalan kangen ini
menggema berdengung sampai
menembus tembok istana
aku kedinginan seperti putri pingitan
sebelum siraman
ke mana lagi riwayat batin ini disandarkan, pangeranku?

ketika perang itu berkecamuk
hatiku remuk bubuk
mataku liar mencari pintu keluar
di antara api kesumat yang berkobar-kobar
selamatkan aku pangeran
selamatkan aku dewaku

ketika api kurusetra telah padam
putra kumbayana menikam
matanya yang terpejam

2022

 

DI UJUNG SENJA DYAH PITALOKA

langit bubat seperti terbelah
ada cahaya putih berkelebat pada kabut
kilatan kujang menembus dada sang mojang
bela pati rama baginda priangan

duh, si jelita mawar merah ronce melati
berarak seribu prajurit mengawal pinangan
kereta kencana ditarik kuda-kuda pilihan
melesat bagai kilat, kepulkan debu-debu rindu
dua negeri menyatu dalam pelukan besanan
sebelum pesta besar digelar
denting piala beradu suasana terdengar merdu dan syahdu
kedua batin mempelai telah menyatu
dari kisah lukisan kembang dan kumbang
sungging raga prabangkara*

langit rendah senja merah
darah tumpah meruah-ruah
sebelum senja jadi hitam
muram tersingkap riwayat darah di kitab sejarah yang kalah
gelap tanpa sekat
ada cahaya bukan cahaya
bergelimpangan menyambut senja
malam jadi diam

2022

(*tokoh dalam saur sepuh karya Niki Kosasih)

 

CAKRA KEMBANG NARESWARI

seperti gumpalan rembulan jatuh ke bumi
mencorong keindahan wangi melati
sekuntum soka padepokan
perawan sang begawan
pada suatu siang yang sengit
paduka akuwu tumapel
berburu kijang menangkap mangsa
tergiur molek mulus tubuhnya
petik paksa kembang panawijen
geger padepokan purwa

“terkutuklah penculik anakku!” teriak sang begawan

tersebutlah sang sudra dari pungkur
bela pati prajurit sejati
tumapel batu loncatan pertama
kursi gading tanah jawa
jadi pengawal putri nareswari
gemuruh dadanya turun naik jakunnya
ketika angin panas menyingkap selangkangan nareswari junjungannya

“katakan ki lohgawe, rahasia
apa yang terpancar dari selangkangan tuan putri!’

“oh cah bagus rajah cakra penguasa!”

lalu sang sudra memesan keris tuah haus darah, tak jadi-jadi, ia naik pitam

“tujuh turunanmu akan tewas di ujung keris itu terkutuklah kau bocah pungkur!”

sang nareswari mengenang ke belakang
rahasia kutukan empu itu jadi kenyataan
panawijen, tumapel, singasari, telah ditebusnya dengan cinta yang dipaksakan
mengingat jalan hidupnya
kembang perdikan itu, basah pipinya

2022

 

GITA RENJANA SUMINTEN

sejak dirinya bertemu dengan lelaki berdada laut
ia selalu bermimpi ingin berenang
ke samudera madu
mencari mutiara cinta yang cemerlang
tapi laut tak selalu asin, manis
pahit harus ditelan
hingga lupa daratan
kidung renjana terlunta-lunta
langit terbelah bumi terasa retak-retak
dipijak

duh pangeranku junjunganku
telah kuperas-peras kangen ini
apa karena aku sudra engkau ksatria?
telah kususuri wana trenggalek-ponorogo
adu otot warok pilih tanding
rasanya gemerlap cinta untuk semua
yang melata
hujan masih menumbuhkan benih
walau kemarau merontokkannya
aku bukan edan, kenthir, gila
aku cuma wuyung kedlarung-dlarung
gembili gung wohing tawang
asmarandana nyangkut di awang-awang
jenang gamping arca kayu
sampan cintaku mendayu-dayu
kangmas broto, kangmas broto
hatiku terlunta-lunta
koyak-koyak tercampak renjana
kelara-lara
menggema ke dalam laut rasa

2022

 

PARIKAN WUYUNG SRINTIL*

suket latar celulang ciut daunnya
jangan drengki wong hidup tinggal sebumi
janur gunung sekulon banjar patoman
kayu aren orang bagus cepat datangnya

duh rama, ditinggal rama ikut siapa?
tanam jahe di pematang
di situ saja biar terpandang
lampu listrik digoyang-goyang
jangan berisik banyak orang

gatotkaca pringgendani
si petruk hidungnya panjang
sudah berjanji jangan bohongi
belum tentu berjodoh lajang

duh rama tinggal rama ikut siapa?
bocah-bocah itu mencuri jagung tetangga
dimarahi diam saja lama-lama jadi menantunya

sari laut jandanya nunut
tak nunut si tukang kendang
turutilah yang jadi dalang
dalang si dalang jemblung

ronggeng manis srintil tragis

2022

*tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Puisi ini terjemahan bebas dari nyanyian untuk mengiringi ronggeng/lengger yang berkembang di Banyumas Raya.

==================

 

Biodata

S Ratman Suras lahir di Cilacap, 8 Oktober 1965. Belajar menulis puisi secara otodidak. Gugur Gunung (1997), Suluk Sunyi (2015) adalah antologi puisi tunggalnya. Sedangkan antologi bersama, antara lain Tanah Pilih (2008), Rantau (2020), Jazirah lima (2020), Mata Air Air Mata (2021), Manuskrip Bintoro (2022).

Gede Gunada lahir di Desa Ababi, Karangasem, Bali, 11 April 1979. Ia menempuh pendidikan seni di SMSR Negeri Denpasar. Sejak 1995 ia banyak terlibat dalam pameran bersama, antara lain: Pameran Kelompok Komunitas Lempuyang di Hilton Hotel, Surabaya (1999), Pameran “Sensitive” Komunitas Lempuyang di Danes Art Veranda, Denpasar (2006). Ia pernah meraih penghargaan Karya Lukis Terbaik 2002 dalam Lomba Melukis “Seni itu Damai” di Sanur, Bali; Karya Lukis Kaligrafi Terbaik 2009 dalam Lomba Melukis Kaligrafi se-Indonesia di kampus UNHI Denpasar.

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!