Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

humanisme

Catat Sejarah, Disabilitas dan Kesetaraan Gender Masuk Agenda G20

Disabilitas Pantang Jadi Beban

HUKUM INTERNASIONAL: Risnawati Utami, Sous Sherpa C20/Disability Rights Adviser OHANA menyebut dalam sejarah G20, baru kali ini disability and gender equality mendapat ruang yang lebih luas.

 

 

NUSA DUA, Balipolitika.com- Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) pada tahun 2011.

Hingga saat ini, 183 negara telah meratifikasi CRPD yang memiliki konsekuensi mengikat secara hukum dalam undang-undang dan kebijakan nasional masing-masing, termasuk dalam kerja sama internasional dan kebijakan pembangunan.

Tujuan pengadopsian hak-hak penyandang disabilitas sebagai perjanjian hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia internasional adalah untuk memastikan non-diskriminasi dan kesetaraan penyandang disabilitas di semua sektor pembangunan termasuk dalam konteks pembangunan ekonomi yang luas.

Selain itu, PBB mengatur mekanisme pemantauan hak asasi manusia untuk memastikan pelaksanaan hak asasi manusia penyandang disabilitas di negara masing-masing.

Oleh karena itu semua negara pihak yang telah meratifikasi CRPD, termasuk negara-negara G20, wajib melaksanakan hak asasi semua penyandang disabilitas di sektor pembangunan internasional dan nasional.

Ini harus tercermin dalam kebijakan dan komitmen pembangunan ekonomi masing-masing.

G20 merupakan forum strategis multilateral yang menghubungkan negara-negara maju dan berkembang di dunia, dengan anggota yang termasuk 19 negara dan Uni Eropa, perwakilan dari IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia.

Pada tahun 2022, Kepresidenan Indonesia memimpin forum G20, dan menyuarakan “Pulihkan Bersama, Pulihkan Lebih Perkasa”.

Indonesia memiliki peran penting untuk mempromosikan dan melibatkan semua organisasi masyarakat sipil termasuk organisasi penyandang disabilitas untuk mempengaruhi komitmen dan kebijakan G20 yang mengadopsi pendekatan berbasis hak asasi manusia.

“Kita akan mencoba membangun bersama-sama disability and gender equality agar isu ini lebih humanis. G20 tidak hanya fokus pada isu ekonomi,” ucap Maulani A. Rotinsulu, Geneal Secretary ASEAN Disability Forum dalam jumpa pers di kawasan Sawangan, Selasa, 19 Juli 2022 sore.

Risnawati Utami, Sous Sherpa C20/Disability Rights Adviser OHANA menyebut dalam sejarah G20, baru kali ini disability and gender equality mendapat ruang yang lebih luas.

Kesempatan ini berpeluang menumbuhkan ekonomi yang semakin inklusif mengingat Indonesia memiliki 23 juta penyandang disabilitas.

“Presidensi Indonesia di G20 membuat sejarah karena memasukkan isu disability and gender equality. Kenapa ini penting karena mampu menyatukan pergerakan perempuan dan gerakan disabilitas di Indonesia. Saya pikir ini menjadi momentum yang baik bagi gerakan global juga bagaimana isu disabilitas bisa termasuk dalam isu perempuan. Ini sangat bagus untuk inklusifitas pergerakan di dunia. Selama ini kita sendiri-sendiri. Ini menjadi sejarah dalam G20 Indonesia,” ucap Risnawati Utami, jebolan Fakultas Hukum Universitas Negeri 11 Maret (UNS) Solo yang meraih dua gelar master di Amerika Serikat.

Merespons kondisi ini, Risnawati Utami yang menderita celebral palsy sejak usia 4 tahun harus menggunakan kursi roda mengaku sangat mengapresiasi penerimaan kaum disabilitas dalam forum C20.

Perjuangan menyuarakan isu disabilitas, khususnya berkaitan dengan inklusivitas ekonomi menemukan rel yang tepat.

Risnawati Utami menekankan kaum disabilitas adalah aset negara dan pantang menjadi beban. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!