Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Kesehatan

Parah, Wolbachia Ditolak, DBD Renggut 5 Nyawa Warga Bali

2 Korban Berusia 7 Tahun

BALI TOLAK METODE ILMIAH: Bagan keterangan mengenai inovasi teknologi wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTB. (istimewa)

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Terbukti secara ilmiah di banyak negara, di antaranya Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, Sri Lanka, Australia, dan Singapura, inovasi teknologi wolbachia yang diterapkan untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia malah ditolak di Provinsi Bali. 

Parahnya, penolakan yang dilakukan oleh sekelompok orang ini tidak berdasarkan kajian ilmiah. 

Meski serangkaian penolakan tersebut tanpa dilatarbelakangi kajian ilmiah, pemerintah daerah di Bali justru mengamini dan batal menerapkan inovasi teknologi wolbachia. 

Endingnya, 5 nyawa masyarakat Bali jadi taruhannya saat terjangan kasus Demam Berdarah Dengue merebak di Pulau Dewata.

Salah satu korbannya adalah siswa kelas II SD asal Lingkungan/Kelurahan Bebalang, Bangli bernama Gusti Ayu TA (7 tahun). 

Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Gusti Ngurah Karmadita dan Luh Putu Pertamawati yang pada 28 April 2024 ini seharusnya merayakan ulang tahun ke-8 itu meninggal dunia karena Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Sabtu, 6 April 2024 di RS Surya Husada, Denpasar, Bali. 

Jenazah siswa kelas II SD ini rencananya akan diaben di Krematorium Bebalang pada Rabu, 10 April 2024. 

Mengacu data Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Bali, kasus DBD pada Maret 2024 menunjukkan lonjakan signifikan dibanding kasus di bulan Januari dan Februari 2024.

Kasus DBD pada Maret 2024 melonjak 1.275 kasus sementara pada bulan Januari dan Februari 2024 berturut-turut 709 dan 885 kasus.

Dalam tiga bulan pertama tahun 2024, tercatat jumlah kasus DBD di Bali menyentuh angka 2.869 kasus dengan di antaranya 4 pasien meninggal dunia.

Ditambah korban Gusti Ayu TA (7 tahun), sejauh ini tercatat 5 nyawa tewas sia-sia karena DBD.

Sesuai data, di bulan Maret 2024, Gianyar mencatat kasus DBD terbanyak dengan 326 kasus, Badung (273 kasus), Kota Denpasar (122 kasus), Buleleng (180 kasus), dan Klungkung (102 kasus).

Adapun kasus DBD di kabupaten lain di Bali berjumlah di bawah 100 kasus. 

Terkait kasus DBD yang merenggut nyawa korban, Kadiskes Bali Dr. dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes. merinci pada bulan Februari 2024 seorang pasien DBD meninggal di Kabupaten Klungkung.

Di bulan berikutnya, yakni Maret 2024, 2 pasien meninggal dunia di Kota Denpasar dan 1 di Kabupaten Gianyar.

Dr. dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes menekankan curah hujan di bulan Maret 2024 sangat tinggi sehingga diharapkan masyarakat secara aktif melakukan pemberantasan sarang nyamuk.

Bebernya pemberantasan sarang nyamuk sangat penting untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyebaran virus dengue. 

Dr. dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes. juga mengingatkan agar genangan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dihilangkan. 

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kota Denpasar, dr. Anak Agung Ayu Agung Candrawati, M.Kes. menerangkan salah satu dari 2 pasien meninggal dunia di Kota Denpasar merupakan anak-anak berusia 7 tahun. 

Satu korban meninggal lainnya berstatus ibu hamil berusia 27 tahun yang tengah menjalani proses persalinan. 

Sayangnya kedua birokrat ini sama sekali tidak membahas penerapan teknologi wolbachia padahal teknologi ini sudah melengkapi strategi pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) yang berkasnya masuk ke stranas alias strategi nasional.

Pilot project di Indonesia dilaksanakan di lima kota, yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot Project Implementasi Wolbachia sebagai Inovasi Penanggulangan Dengue.

Efektivitas wolbachia sendiri diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta dengan dukungan filantropi Yayasan Tahija.

Penelitian dilakukan melalui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas dalam rentang 2011-2015.

Ditilik dari data resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, incidence rate DBD semester 1 tahun 2023 memposisikan Provinsi Bali sebagai juara 1 kasus demam berdarah di Indonesia ditinjau dari luas wilayah dan jumlah penduduknya dengan 114,19 persen. Disusul Kalimantan Utara (85,55 persen), Kalimantan Timur (76,88 persen), Papua Tengah (66,53 persen), Nusa Tenggara Barat (50,02 persen), dan Sulawesi Utara (36,34 persen). 

Sayangnya, penerapan teknologi wolbachia yang sedianya dilakukan di minggu kedua bulan November 2023 urung dilakukan dipicu penolakan sejumlah pihak. 

Merespons hal tersebut, Anak Agung Gede Agung Aryawan menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kota Denpasar yang “gabeng” di tengah ancaman kematian yang mengintai warganya akibat nyamuk demam berdarah.

Warga Denpasar yang dikenal vokal tersebut menilai metode ilmiah nyamuk berwolbachia ini sudah terbukti secara ilmiah di banyak negara seperti Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, Sri Lanka, Australia, dan Singapura dan yang bisa menggagalkan terobosan ilmiah ini adalah penelitian ilmiah, bukan suryak siu serta opini-opini tanpa dasar ilmiah.

Saya mendukung metode ilmiah nyamuk berwolbachia diterapkan di Bali berpegang pada data banyaknya kasus kematian yang terjadi. Metode ilmiah ini juga sudah terbukti di luar negeri dan banyak kota di Indonesia. Jakarta, Bantul, Kupang, Bontang, dan beberapa wilayah di Indonesia sudah menerapkan metode nyamuk wolbachia ini untuk melindungi warganya dari demam berdarah. Apa Pemerintah Provinsi Bali dan Pemkot Denpasar tidak mau melindungi warga masyarakatnya? Kalau ada kematian lagi akibat kasus demam berdarah apa pemerintah bisa mengganti nyawa masyarakat?” ungkap Anak Agung Gede Agung Aryawan, Sabtu, 16 Desember 2023 silam.

“Pejabat di Bali kok menunda penyebaran nyamuk berwolbachia padahal sudah melakukan sosialisasi dari tanggal 1 Februari 2023? Apa hanya karena desakan dari Prof. Ricard Claproth yang tidak jelas kapabilitas tentang nyamuk berwolbachia? Nyamuk berwolbachia ini adalah hasil penelitian Profesor Adi Utarini dari Universitas Gadjah Mada yang juga salah satu peneliti  dewan pengarah BRIN yang ketuanya Ibu Megawati Soekarnoputri Presiden ke-5 RI. Akal sehat saya tidak menemukan alasan penundaan metode ilmiah nyamuk berwolbachia ditunda,” tegas Anak Agung Gede Agung Aryawan. (bp/ken)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!