Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Ditantang Sumpah Cor, Wayan Setiawan Siap Ladeni Mardika  

DENPASAR, Balipolitika.Com– Unggahan surat tanda terima nomor 01 bermaterai 6000 tanggal 22 September 2015 tentang tali asih PT TWBI Kabupaten Badung senilai Rp 250 juta rupiah, Jumat (18/9/2020) berbuntut panjang. Aktivis Tolak Reklamasi Teluk Benoa, I Nyoman Mardika yang tertera menandatangani surat tersebut dengan tegas membantah. Tak main-main, dia pun menantang “sumpah cor” pihak-pihak yang menuduhnya menerima uang. “Saya tantang sumpah cor siapa yang nuduh saya terima (uang, red) dari PT TWBI. Kalau mereka berani,” ungkapnya.

Gayung bersambut, tantangan Mardika direspons I Wayan Setiawan. Melalui akun facebook-nya, pria asal Banjar Tanggayuda, Desa Bongkasa, Abiansemal itu “menyodok” Mardika dengan istilah aktivis 4 T: Teriak Tolak Tapi Tampi (menerima, red). “Saya bukan tokoh. Saya orang lapangan, penggiat medsos. Orang boleh menyebut dirinya cinta Bali. Siapa yang tidak cinta Bali? Apakah monopoli sekelompok orang saja: orang yang disebut namanya di kwintansi tanda terima? Saya tidak mau menuduh. Bisa saja ada kesamaan nama.  Kalau orang itu memang yang getol meneriakkan tolak Reklamasi Teluk Benoa, publik berhak tahu. Orang Bali bukan cuma mereka, saya pun orang Bali,” ucapnya, Senin (21/9/2020) malam.

Setiawan mengaku termotivasi mengunggah status tersebut semata-mata agar masyarakat melek dengan apa yang terjadi sebenarnya. Ajeg Bali dan menjaga kesucian Bali ungkapnya tidak sekadar koar-koar menjaga kawasan suci. “Faktanya, di Teluk Benoa justru ada tempat pembuangan limbah, IPAL DSDP yang dianggap kawasan suci. Seandainya itu dia (Mardika, red) saya tidak suka melihat orang-orang yang sok teriak-teriak, sok paling idealis membela tanah Bali, tapi ujung-ujungnya tanda tangan kwintansi tanda terima uang senilai Rp 250 juta rupiah. Saya menghargai mereka yang tolak atau pro reklamasi. Dengan catatan dilakukan dengan tulus tanpa motivasi fulus,” bebernya.

Perihal tantangan sumpah cor, Setiawan mengaku sebagai orang Bali dirinya tidak merasa diuntungkan maupun dirugikan. “Anggaplah dia (Mardika, red) salah atau benar. Tidak ada untungnya bagi saya. Tapi, kalau tantangan itu ditujukan kepada pribadi saya, saya pasti pelan-pelan meladeni. Dengan beberapa catatan,” ungkap pengusaha nyentrik itu.

Pertama, narasi sumpahnya harus jelas. Misalnya yang bersangkutan mengatakan dirinya tidak ada menerima uang dan bertemu dengan PT TWBI. Kedua, setelah sumpah cor dilakukan agar ditindaklanjuti dengan pelaporan ke pihak berwajib. “Jangan sampai sumpah tinggal sumpah saja. Dan itu menjadi pembenar bahwa yang bersangkutan bersih. Saya tidak mau. Di negara hukum, kita harus taat dengan hukum,” tandasnya. Ketiga, lokasi sumpah cor harus di IPAL DSDP yang berlokasi di wilayah suci Teluk Benoa.

“Karena yang bersangkutan sebagai penantang, maka segala sarana upakara yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sumpah cor agar disediakan,” ungkapnya.  Apakah ada pesanan khusus dari PT TWBI sehingga berani mengunggah bukti surat tanda terima nomor 01 ke media sosial? “Silakan Anda cek sendiri apakah saya terafiliasi dengan PT TWBI atau tidak? Silakan cek rekam jejak saya. Karena saya orang Bali, hidup di Bali, jadi saya punya hak yang sama untuk menyuarakan setidaknya apa yang menurut saya benar dan layak disuarakan. Ini bukan demi kepentingan saya pribadi, tapi memberikan kesempatan kepada masyarakat Bali untuk menilai lebih lanjut,” tutupnya. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!