Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Ekbis

Dewa Susila Singgung Perbedaan Karantina Pelaut Bali

UNGKAP REALITA: Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali, I Dewa Putu Susila bersama PMI Krama Bali yang berkerja di kapal pesiar berbendera asing. 

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Baru-baru ini, Benny Ramdhani memimpin langsung Rapat Koordinasi Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) di Kuta, Bali. Acara tersebut menjadi kesempatan bagi Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda untuk menyampaikan aspirasi para PMI Krama Bali. Membacakan sambutan Gubernur Bali Wayan Koster di hadapan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Menteri Ketenagakerjaan RI, Menteri BUMN RI, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas RI, Menteri Keuangan RI, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, Kepala BP2MI, dan seluruh peserta Rakornis BP2MI, Arda menegaskan gerakan aksi lindungi Pekerja Migran Indonesia merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. 

Rakornis BP2MI ini diharapkan memberikan inspirasi dan semangat positif dalam merumuskan pelindungan PMI. Negara menjamin hak, kesempatan, dan memberikan pelindungan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan. Bekerja di luar negeri merupakan salah satu solusi dalam mengurangi masalah pengangguran di Indonesia dan menjadi salah satu alternatif untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. 

Sayangnya, semangat ini belum sepenuhnya terjadi di lapangan. Tidak semua PMI, khususnya yang bekerja di kapal pesiar berbendera asing bisa menjalani karantina di hotel berbintang 5 dengan tanggungan company alias pihak perusahaan yang mempekerjakan mereka. Sebagian masih harus mengikuti karantina di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta. Mengacu Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 25/2021 tentang protokol kesehatan perjalanan internasional pada masa pandemi Covid-19, pemerintah memang mewajibkan semua Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru datang dari luar negeri melakukan karantina. Namun, terjadi perbedaan perlakuan.  

Usut punya usut Ini ternyata merupakan salah satu akibat dari lemahnya pengawasan dalam sistem rekruitmen di Indonesia. Sehingga titik lemah itu dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan kapal yang “nakal”. “Sesuai dengan MLC (Maritime Labour Convention) tahun 2006 yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia pada Oktober 2016, jelas-jelas dijabarkan bahwa dalam situasi tertentu seperti pandemi, biaya-biaya atau pengeluaran yang timbul pada saat pemulangan mulai tiket sampai tiba di rumah, termasuk di dalamnya biaya karantina serta tes PCR seluruhnya ditanggung oleh perusahaan,” ucap Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali, I Dewa Putu Susila, Kamis (23/12/2021). 

Bebernya karena implementasi dan mekanisme MLC 2006 ini belum dijalankan secara menyeluruh ditambah lemahnya pengawasan dan penindakan dalam proses rekrutmen sehingga terjadi perbedaan perlakuan.

“Sebenarnya mereka yang dikarantina di Wisma Atlet punya hak-hak yang sama dengan pelaut yang dikarantina di hotel bintang 5 yang seluruh pengeluarannya ditanggung pihak perusahaan,” tandas Dewa Susila. 

Dalam hal ini, Dewa Susila mengaku sangat berharap ada intervensi dari pihak pemerintah atau kementerian dan instansi terkait pendataan dan perlindungan para pelaut Indonesia demi memperjuangkan hak-hak mereka. 

Idealnya, PMI khususnya pelaut Indonesia harus seperti apa sehingga hak-haknya terjamin? Dewa Susila menjawab mereka harus mengikuti aturan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional. Ditambahkan Dewa Susila, di masa pandemi Covid-19, PMI Krama Bali, khususnya pelaut yang kembali berangkat bekerja ke luar negeri hingga 1 November 2021 sebanyak 3.741 orang. Mereka berkontribusi besar dalam peningkatan pembangunan daerah, namun belum  terdata dengan baik sehingga perlu diberikan pelindungan baik sebelum, selama, dan setelah bekerja atau kembali ke Bali. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!