Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

humanisme

Curhat PMI Bali: Karantina Hotel 5,7 Juta, RT-PCR 1,8 Juta

KATA HATI: Seorang PMI asal Bali menyampaikan kata hati terkait praktik karantina di masa pandemi Covid-19.

 

DENPASAR, BaliPolitika.Com- Katanya gratis, faktanya bayar. Pengalaman pahit inilah yang dialami seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali berinisial AA. Jauh-jauh datang dari Amsterdam, Belanda setelah setahun bekerja sebagai perawat orang tua, AA syok tak bisa balik ke Bali sesuai tiket yang dibayarnya. Ia bertambah syok karena diharuskan mengkarantina diri selama 5 hari sebelum bisa kembali ke Bali. Saat bertanya soal ini itu, ia kembali syok karena merasa menerima perlakuan kurang sopan dari petugas Imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

“Tadi pagi tiang (saya) sampai jam 7. Pesawat tiang dari Amsterdam. Tiang bekerja menjaga orang tua di Prancis. Karena sudah satu tahun dan tiang harus sembahyang, akhirnya tiang balik ke Bali. Tiang ambil tiket dari Prancis ke Amsterdam, dari Amsterdam ke Jakarta, dari Jakarta ke Denpasar, Bali domestik karena tidak ada penerbangan internasional,” ujar AA lewat pesan suara, Minggu (6/6). Sampai di Jakarta, AA transit. Saat transit inilah dia disuruh mengisi data-data administrasi. Saat itu seorang petugas mengatakan dirinya harus karantina. AA menjawab dirinya paham harus dikarantina karena menempuh perjalanan dari jauh.

“Saya tidak tahu apakah itu gratis karena saya panik. Bayangan saya, karena pesawat terakhir di Bali sesuai tiket, maka di Bali saya akan karantina. Sama seperti tahun lalu saat tiang ke Roma. Di Doha tiang transit sebelum terbang ke Roma. Di sana imigrasinya sangat sopan. Mereka meminta saya karantina rumah selama dua minggu. Imigrasi di sana sopannya luar biasa. Tiang pikir di sini (Jakarta, Indonesia, red) akan sama seperti itu dalam perlakuan,” curhatnya.

Tiba di Roma, imbuh AA, karena dirinya bekerja menjaga orang tua, terpaksa ia sewa apartemen kecil untuk karantina diri selama dua minggu. “Tapi kok di sini malah disuruh sewa hotel? Saya bertanya, Ibu boleh tidak saya karantina di Bali? Agar setelah saya karantina di Bali bisa langsung bertemu keluarga saya dan tidak dua kali karantina. Kalau di sini saya karantina, nanti di Bali saya lagi karantina karena dalam perjalanan ke Bali saya bertemu banyak orang lagi di airport,” ungkapnya.

Bagaimana respons petugas? AA menyebut sang petugas perempuan itu tidak peduli. Dia malah mengoper AA ke penjaga. “Ada Pak tentara dan saat saya minta tolong ke Bapak tentara itu malah dia marah-marah dan pukul benda semacam triplek. Tiang akhirnya teriak karena dia mukul triplek. Saya bilang saya tidak mau ganggu Bapak. Tapi saya hanya ingin tahu di mana saya harus menuntut ini agar tiang dikarantina di Bali, bukan di Jakarta. Saya bertanya malah dia marah-marah. Sayangnya saya tidak bisa memvideokan karena sangat panik. Sudah perjalanan jauh kok harus karantina di Jakarta?” tanyanya.

Karena lelah, AA pun akhirnya memilih menuju gerombolan orang yang menawarkan hotel untuk karantina. Saat dia bertanya harga hotel termurah, ternyata full. “Hotel harus bayar dan beli makan harus di hotel. Saya sampai berpikir kenapa ya airport di Bali tidak dibuka saja internasionalnya dan dibalik orang Jakarta yang datang dari luar negeri diperlakukan seperti saya. Pasti yang kerja di hotel tidak akan mengeluh kekurangan tamu. Saya tidak mau kena masalah. Saya sudah tidak punya uang karena Sebagian gaji saya sudah habis untuk bayar hotel di sini,” curhatnya.

Disinggung soal nominal yang dikeluarkannya untuk bayar hotel yang menurut klaim pemerintah gratis, AA menjawab Rp 5,7 juta. “Bayar hotel tiang Rp 5,7 juta dan bayar makan beda. Bayar tes Rp 1,8 juta. Harus makan di hotel. Tidak boleh pesan makan dari Gojek nike,” ungkapnya. Menariknya soal hotel tempatnya menginap dan harus bayar mahal, AA mengaku sempat bertanya pada resepsionis setempat dan mendapat jawaban bahwa hotel tersebut sebelumnya adalah sebuah club yang disulap jadi hotel untuk lokasi karantina.

Lebih jauh, AA menegaskan dirinya sudah tes lengkap dari luar negeri sebelum kembali ke Indonesia. “Saya sudah tes PCR di Prancis dan sampai hotel saya dites lagi dan bayar Rp 1,8 juta. Mereka tidak tes saya di airport. Sudah di hotel baru dites dan bayar,” jelasnya sembari mengaku setiba di hotel tempat karantina dia mendapat informasi bahwa ada paket karantina senilai Rp 8 hingga Rp 9 juta lebih. “Jujur nggih, saya tidak mau kena masalah karena tiang tidak tahu apa-apa, Cuma tiang tidak mengerti kenapa harus transit di sini dan harus ketemu banyak orang lagi di airport setelah karantina. Kenapa tidak di Bali saja saya dikarantina?” tanyanya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan kriteria hotel dan kewajiban RT-PCR bagi warga negara Indonesia (WNI) pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang diatur dalam Keputusan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 6 Tahun 2021. Dalam keputusan yang ditetapkan 5 Januari 2021 itu disebutkan WNI yang melakukan perjalanan luar negeri di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) wajib menjalani karantina di hotel dalam jangka waktu lima hari dan melakukan RT-PCR.

Poin kesatu keputusan tersebut menjabarkan kriteria hotel tempat karantina WNI PPLN adalah maksimal hotel bintang 3 (tiga) yang pelayanannya mencakup penginapan, transportasi, makan, laundry, pengamanan serta kesehatan. Kewajiban tes RT-PCR dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu pada saat kedatangan dan keluar dari karantina hotel. Sementara pembiayaan hotel karantina dan tes RT-PCR bersumber dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

“Hanya khusus diperuntukkan bagi WNI Pelaku Perjalanan Luar Negeri dengan status Pekerja Migran Indonesia (PMI), Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Pelajar/ Mahasiswa dan WNI yang secara ekonomi tidak mampu, dinyatakan dengan surat pernyataan bersangkutan bermaterai cukup,” tulis poin ketiga.

Mekanisme pembayaran hotel karantina dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ditunjuk oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BNPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan setelah melalui proses verifikasi/review oleh BPKP. “Keputusan ini berlaku sejak tanggal 6 Januari 2021 dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya,” tulis poin terakhir.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali, I Made Rentin mengatakan PPLN atau ketibaan dari luar negeri hanya di 4 bandara, yakni Medan, Jakarta, Surabaya, dan Manado. “Tiba di-swab dan karantina di daerah ketibaan. Bukan di daerah asal. Repatriasi PMI, hotel karantina ditanggung negara,” jelasnya. Terkait pengakuan masyarakat bahwa dirinya justru harus mengeluarkan biaya besar untuk karantina dan tes, Rentin menyarankan langsung menghubungi Satgas Covid-19 pusat. (tim/bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!