Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

Politik Lesu, Menunggu Kejutan di Menit Akhir

Denpasar (BaliPolitika.Com) – Mundurnya Pilkada Serentak 2020 dari September menjadi 9 Desember 2020 didorong oleh situasi luar biasa. Bukan hanya di Bali, kondisi ini serentak terjadi di seluruh Indonesia. Pandemi Covid-19 membawa dampak bagi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali politik. Agenda elektoral serentak di 270 daerah harus diundur. Lalu muncul pertanyaan tentang siapa yang diuntungkan dari mundurnya pilkada serentak 2020 ini? Pertanyaan ini agak sulit dijawab sebab seluruh stakeholder berada dalam kondisi yang tak biasa.

“Publik sedang tak berkonsentrasi dengan isu pilkada. Terpaan informasi mayoritas berkaitan dengan isu kesehatan dan ekonomi. Bertahan hidup di tengah wabah menjadi fokus masyarakat saat ini,” ucap Dr. Kadek Dwita Apriani, S.Sos, MIP, Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Udayana, Senin (22/6).

Para calon kontestan kesulitan untuk melakukan langkah politiknya karena keharusan physical distancing. Konsolidasi tim kini sulit dilakukan. Interaksi langsung di ruang-ruang publik untuk tujuan sosialisasi yang melibatkan banyak orang juga harus terhenti sementara. Lebih-lebih, partai dengan kekuatan signifikan belum mengeluarkan rekomendasi resmi. Otomatis para bakal calon belum berani bergerak total dalam kondisi demikian. Aksi tebar pesona para bakal calon kepala daerah lewat sosial media pun tak banyak terlihat, karena tak jarang justru mengundang kontroversi dan dianggap tidak berempati.

Survei elektabilitas dari beberapa lembaga yang kerap mewarnai media massa jelang pilkada pun tak tampak. Sangat wajar karena survei yang menuntut wawancara tatap muka tak dapat dilaksanakan dalam kondisi pandemi Covid-19.

“Membaca peta politik Bali melalui beberapa data hingga akhir tahun 2019, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dapat dikatakan kuat. Di 5 dari 6 kabupaten/kota tempat hajatan pilkada digelar mendatang, PDIP punya incumbent wakil sebagai salah satu bakal calonnya. PDIP juga memiliki kursi terbanyak di seluruh DPRD kabupaten/kota dan infrastruktur partai yang bekerja hingga akar rumput,” ungkapnya.

Kekuatan politik tersebut tentu menjadi pertimbangan penting bagi partai lain dan bakal calon pesaingnya. Tetapi itu tidak lantas menyebabkan tidak munculnya calon lain dari luar PDIP. Meski demikian, terlalu dini untuk memprediksi hasil pilkada dari sekarang karena kontestan dan konstelasi partai pengusungnya saja belum diketahui. Proses pencalonan dalam partai politik sendiri belum usai. “Stase ini akan sangat besar pengaruhnya pada peta elektoral yg dapat dipergunakan untuk memprediksi hasil kontestasi nantinya. Jangan lupa, dalam politik kejutan di menit-menit akhir sangat mungkin terjadi,” tandas alumnus Smansa Denpasar itu.

Ungkapnya, suhu politik mungkin akan kembali hangat jika kondisi berangsur normal setelah puncak pandemi terlewati dan telah ada kepastian waktu penyelenggaraan Pilkada serentak. Riak-riak terkait mulai dihidupkannya mesin parpol sudah mulai tampak. *

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!