Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Berlanjut, Ashram Sampradaya Pelapuan Ditutup

LESTARI: Sejumlah remaja menarikan tarian sakral rejang di sebuah pasraman di Pelapuan, Busungbiu, Buleleng. 

 

BULELENG, BaliPolitika.Com- Sikap tegas aparatur negara menurunkan spanduk penutupan Pasraman Sri Sri Jagatnatha Gourangga, Jalan Tukad Balian, Sidakarya, Denpasar yang dipasang oleh 8 elemen masyarakat, yakni Sandhi Murti, Taksu Bali, Komponen Rakyat Bali, Bramastra, Cakra Wayu, Masyarakat Nusa, Forum Koordinasi Hindu Bali, dan Amukti Palapa Nusantara, Senin (17/5/2021) siang ternyata tak memberi efek jera. Dengan dalih dukungan terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali nomor 106/PHDI-Bali/XII/2020 dan nomor 07/SK/MDA-Prov Bali/XII/2020 tentang pembatasan kegiatan pengembangan ajaran Sampradaya Non Dresta Bali di Bali, penutupan ashram berlanjut di wilayah Desa Adat Pelapuan, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu (19/5/2021).

Penegasan penutupan Ashram Sampradaya itu disampaikan langsung oleh Bendesa Adat Pelapuan, Gede Rena, S.Pd., M.Pd, Rabu (19/5/2021). “Sesuai dengan permintaan dan hasil kesepakatan bersama se-Kecamatan Busungbiu tentang Sampradaya non dresta Bali, kami atas nama Bendesa Adat Pelapuhan sepakat untuk pertama memantau, kedua mencegah, kemudian ketiga dan sekaligus menutup ashram Sampradaya di wewidangan (wilayah) Desa Adat Pelapuan. Terima kasih. Suksema,” ujarnya dikutip dari video yang viral di media sosial.

Dikonfirmasi lebih jauh lewat pesan Whatsapp terkait nama ashram yang ditutup, Gede Rena belum membalas pesan wartawan. Dihubungi terpisah, Made Rena, Penyarikan MDA Kecamatan Busungbiu mengatakan bahwa yang diawasi di wilayah Desa Adat Pelapuan bukanlah ashram, melainkan mrajan grya agung.

“Ampura untuk yang di Pelapuan nike mrajan grya agung ten ashram. Setelah diadakan deklarasi bendesa adatnya janji akan menutup kegiatannya,” ucap Made Rena. Imbuhnya, aksi yang berlangsung Rabu (19/5/2021) bukan penutupan, namun komitmen mengawasi kegiatan di lokasi tersebut. “Tadi bukan ditutup, tapi akan diawasi kegiatannya. Kalau ada indikasi menyimpang Jro Bendesa yang akan menindaklanjuti. Untuk lebih jelasnya silakan koordinasi sareng Jro Bendesa Adat,” sarannya.

Di lokasi yang sama, sejumlah elemen masyarakat diketahui sempat melakukan mediasi di Pasraman Sri Braja Nila Mandala yang diduga menjalankan praktik non dresta Bali. Pasraman Hindu ini diresmikan 21 September 2009 lewat upacara pemelaspas yang dipuput oleh Ida Pedanda Gede Bang Buruan (Wakil Ketua Dharma Adhyaksa PHDI Pusat). Prasasti di pasraman tersebut menunjukkan persetujuan dari Kepala Desa Pelapuan Nengah Rinta, Bendesa Adat Desa Pakraman Pelapuan, Jro Gede Made Pance, dan peresmian oleh Ketua PHDI Bali, Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si.

Sebelumnya, di kabupaten yang dipimpin Bupati Putu Agus Suradnyana itu juga dilakukan penutupan Ashram Hare Krishna Radha Maha Candra yang berlokasi d Desa Alasangker dan Desa Adat Alasangker, Kecamatan Buleleng, Rabu (28/4/2021) siang. Keputusan resmi yang dituangkan dalam berita acara itu diambil saat rapat dengan menghadirkan pengurus ashram, lembaga keagamaan, lembaga adat, dan krama Desa Alasangker.

Perbekel Alasangker, Wayan Sitama, mengatakan penutupan Ashram Hare Krishna Radha Maha Candra yang berlokasi di Banjar Tenaon, Desa Alasangker ini untuk menyikapi situasi penganut Sampradaya Non Dresta Bali yang dilarang di Bali. Desa Adat Alasangker dan Desa Alasangker kemudian mengambil sikap persuasif untuk menjaga situasi dan kondisi tetap kondusif.

Pro kontra terkait penutupan ashram Sampradaya memancing silang pendapat. Meski bertentangan dengan SKB PHDI dan MDA Bali, Ketua MDA Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet justru menyarankan desa adat melakukan penutupan. Menariknya, saran penutupan ini tanpa dibarengi keputusan inkrah atau berkekuatan hukum dari institusi berwenang alias pengadilan. Di sisi lain, Ketua Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara I Ketut Nurasa, menilai Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet melakukan tindakan abuse of power alias melampaui kewenangan ditilik dari dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni UUD 1945 dan Pancasila. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!