Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Obituari

Selamat Jalan, Maestro Legong Bulantrisna

DENPASAR, BaliPolitika.Com- “Bulan….tapi kami lebih karib memanggilnya Trisna. Ah, banyak hal sudah pernah kita lakukan. Saat kamu sedih juga gembira penuh canda. Tak ada lagi telponmu meminta menulis ini itu. Atau memberi jawaban soal ini itu. Selamat jalan ya. Sesungguhnya, enggan benar kuucapkan padamu,” tulis seniman Cok Sawitri di laman media sosial facebook-nya, Rabu (24/2/2021) pagi. Sejumlah kenangan yang dibadikan dalam foto juga diunggah penulis Trilogi Jirah, yakni Janda dari Jirah, Rarung, dan Manggali Kalki, serta Sutasoma dan Sitayana itu.

Duka hadir. Maestro Tari Legong yang juga dokter spesialis THT, Bulantrisna Djelantik kembali ke asal. Bulantrisna Djelantik menggeluti dunia tari pertama kali di puri sang kakek. Kakek dari Bulantrisna bernama Anak Agung Anglurah Djelantik yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Karangasem, Bali. Ia yang mencari dan memanggil guru tari untuk Bulantrisna. Guru yang dipanggil oleh sang kakek antara lain Bagus Bongkasa dan Gusti Biang Sengog. Bulantrisna kecil mengenal tari tradisional Bali ketika usia 7 tahun dan pada saat usianya menginjak 10 tahun Bulantrisna diundang oleh Presiden Soekarno ke Istana Presiden di Tampaksiring, Gianyar, Bali untuk menghibur para tamu Istana.Mentor utamanya adalah Anak Agung Mandera dan Gusti Made Sengog, penari Legong generasi pertama.

Di usia 11 tahun, Bulantrisna menari oleg di Jakarta untuk pertama kalinya. Menurutnya menari merupakan pelepasan emosi, kreativitas, kegembiraan, bergerak dengan penuh penjiwaan, dan sebagai sarana berdo’a. Kecintaan Ayu Bulantrisna Djelantik pada tari tak hanya sebatas gerak saja, tetapi ia juga mendirikan bengkel tari yang diberi nama “Ayu Bulan” pada tahun 1994. Salah satu kreasi tari ciptaan yang telah dibuatnya ialah tari Legong Asmarandana.

Tahun 1971 Bulantrisna memutuskan untuk menikah dan berhenti menari. Pada akhirnya setelah menikah Bulantrisna tetap menari ketika melanjutkan studi di Jerman, Belanda dan Belgia. Sampai saat inipun Bulantrisna tetap aktif menekuni dunia tari bahkan setelah pensiun sebagai pegawai negeri dan staff pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!