Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Hukum & Kriminal

Sulinggih Cabul Tak Terdaftar di PHDI, Belum Tentu Sulinggih Abal-Abal!

HORMATI KEARIFAN LOKAL: Kasus yang menjerat sulinggih cabul asal Kecamatan Banjar, Buleleng, Provinsi menuntut semua pihak untuk bersikap arif dan bijaksana serta menuntaskan masalah yang selama ini berlarut-larut, salah satunya dualisme PHDI yang memicu multitafsir bagi umat Hindu.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Sebelum sulinggih cabul asal Kecamatan Banjar, Buleleng viral, ada dua nama orang suci di Bali yang menyita perhatian publik. Akibat polemik yang menerjang, Ida Rsi Lokanatha dan Ida Rsi Gayatri memutuskan mundur dari status sebagai orang suci.

Fenomena yang menyebabkan kedua sulinggih tersebut di-bully di media sosial kala itu, tepatnya di awal tahun 2022, disikapi oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana.

Selain meminta umat untuk tidak menghujat dan ngomong kasar meskipun seorang sulinggih terbukti bersalah.

“Meskipun sudah terbukti bersalah, umat harus bisa membentengi diri sendiri. Apalagi yang dihujat itu seorang sulinggih, secara tidak langsung karma akan berjalan,” pintanya sembari menyebut menghina sulinggih sama artinya dengan menghina diri sendiri bagi umat Hindu.

Namun, Prof. Sudiana kala itu tidak menjelaskan secara pasti apakah hukum ini berlaku bagi oknum yang diduga mendadak sulinggih tanpa adanya garis keturunan dan patut disinyalir karena pelarian akibat kasus yang hendak menjeratnya, baik pidana maupun perdata.

Menariknya, Prof. Sudiana juga memaparkan mekanisme pengunduran diri sulinggih.

Terangnya seorang sulinggih tak bisa mundur sepihak. Harus jelas kesalahannya, ada keputusan nabe, dan ada upacara khusus.

Untuk kembali menjadi walaka (orang biasa, red) ada prosesi ngelukar gelung dan ngetep (memotong, red) rambut.

PHDI sendiri ungkap Prof. Sudiana kala itu juga memiliki ketentuan khusus yakni mengajukan pengunduran diri secara tertulis ke PHDI yang disertai dengan paruman nabe, baik Nabe Napak maupun Nabe Saksi. Jika terbukti mundur karena ada kesalahan dan tekanan pihak tertentu, maka PHDI akan mencabut SK kasulinggihan yang bersangkutan.

Prof. Sudiana menegaskan tidak semua sulinggih sah di Bali memiliki SK alias surat keputusan dari PHDI karena tidak mendaftarkan diri ke PHDI. Dalam konteks ini, umat diminta berpikir dengan bijak agar tidak melakukan penafsiran yang keliru.

“Setiap sulinggih yang melewati Diksa Pariksa pasti terdaftar, tapi ada juga yang tidak mau sehingga tidak mendaftar,” urainya.

Meskipun tidak terdaftar di PHDI, Prof. Sudiana menegaskan PHDI tetap memberikan jalan, khususnya bila sang sulinggih tertimpa masalah.

Berbeda dengan Prof. Sudiana yang sangat mudah dihubungi dan menjawab telepon wartawan serta biasa merespons lewat pesan singkat, Ketua Harian PHDI Bali saat ini, Nyoman Kenak belum memberikan respons.

Dihubungi sejak Senin, 27 Februari 2023, Kenak belum memberikan jawaban. Sikap Kenak hanya didapat lewat rekaman video menyikapi persoalan sulinggih cabul.

Diberitakan sebelumnya, Kenak kecewa lantaran oknum sulinggih cabul yang sedang viral melakukan proses Dwijati tanpa supervisi PHDI. 

Ungkapnya, tanpa supervisi PHDI menjadikan ritual diksa pariksa yang dijalankan tidak terdaftar secara sah dalam Dharma Upapati atau Paruman Pandita.

Putra Ida Pandita Mpu Dhaksa Merta Yoga dari Griya Agung Beraban, Denpasar itu menekankan fakta bahwa oknum sulinggih dimaksud tidak terdaftar di PHDI Kabupaten Buleleng semakin memperkuat posisinya yang tidak sah. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!