Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

ADAT DAN BUDAYA

Respons Ogoh-Ogoh Luar Banjar, De Gadjah: Kreativitas Tak Bisa Dilarang

YANG UTAMA PENGATURAN: Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar Made Muliawan Arya atau yang akrab disapa De Gadjah dalam sebuah kegiatan.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Kepergian Putu Eka Astina alias Putu Pekak akibat 9 tikaman pisau di malam Pengerupukan serangkaian Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1945, Selasa, 21 Maret 2023 sekitar pukul 21.00 malam meninggalkan duka bagi banyak pihak, khususnya keluarga tercinta pria berusia 40 tahun itu.

Sesuai kronologi peristiwa berdarah di Jalan Veteran, Banjar Tainsiat, Denpasar, menurut penuturan istri korban, yakni Ni Nengah Wikarsini, 37 tahun, tragedi itu dimulai saat rombongan pawai ogoh-ogoh dari Group Deseperado melintas di hadapan mereka.

Dalam posisi menggendong buah hatinya yang masih berusia 2 tahun, Wikarsini menyaksikan suaminya beradu pandang dengan dua orang laki-laki. Mereka adalah I Gede Santiana Putra alias De Anggur dan I Dewa Gde Raka Subawa alias Bem Bem. 

Istri korban juga melihat kedua laki-laki itu berusaha menantang dan memancing emosi suaminya agar berkelahi, namun Putu Pekak saat itu mengacuhkan keduanya. 

Lewat kronologis peristiwa singkat ini diketahui bahwa kedua tersangka yang menghujamkan 9 tusukan di sekujur tubuh korban tergabung dalam Group Deseperado, yakni sekehe ogoh-ogoh yang bukan mewakili banjar. 

Merespons ogoh-ogoh grup yang diikuti kedua pelaku bukan dari banjar, Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar Made Muliawan Arya atau yang akrab disapa De Gadjah menyatakan kreativitas tidak bisa dilarang. 

Ketua DPD Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Provinsi Bali itu menekankan walaupun ogoh-ogoh dibuat oleh kelompok pemuda yang bukan dari banjar, hasil karya tersebut tetap harus dihargai sebagai sebuah kreativitas karya seni dalam rangka memeriahkan Hari Suci Nyepi. 

Dengan catatan, semua pihak yang terlibat di dalamnya harus bertanggung jawab serta kompak memastikan Tawur Agung Kesanga atau Malam Pangerupukan berjalan kondusif dan kesakralannya terjaga. 

Tegas De Gadjah semua pihak yang terlibat dalam pawai ogoh-ogoh baik di lingkungan kecil maupun luas harus saling menghormati satu sama lain dengan mengedepankan komunikasi serta koordinasi.  

“Kejadian serupa bisa saja terjadi meskipun dari pemuda banjar, karena tergantung pribadi sendiri. Ngarap ogoh-ogoh utamanya harus saling berkomunikasi dengan banjar lain agar tercipta pemahaman. Jangan sampai, membawa senjata dengan dalih menjaga diri. Karena sangat berisiko mendatangkan bahaya,” pesan De Gadjah.

Dalam rangka mengantisipasi adanya gesekan demi menciptakan kondusifitas rangkaian Hari Suci Nyepi Saka 1945, Ketua Pengurus Persatuan Tinju Amatir Nasional (Pertina) Provinsi Bali itu mengaku mengadakan program keliling banjar agar pemuda mampu jaga diri, menjaga rekan-rekannya sekaligus mampu menurunkan ego mengingat rangkaian Hari Suci Nyepi, khususnya malam Pengerupukan melibatkan banyak orang. 

“Kalau bukan kita yang menjaga adat budaya siapa lagi? Saya sangat menyesali adanya kejadian ini. Ini negara hukum. Saya serahkan kepada hukum untuk kasus ini,” tegasnya. (bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!