Ilustrasi: Ignatius Darmawan
Tubuhku Peti Mati
Tubuhku peti mati
dari jejak-jejak nihilisme,
langkah sumbang,
maut potret kesibukan.
Aku tertidur, aku bermimpi
kematian dari kematian yang lain
seperti menembus batas-batas
kalau Tuhan ingin berlari.
Aku ciptakan kaki-kaki
dari kehendak yang terbatas
batas-batas yang berhenti
6000 langkah terjungkal
di kepala Afrizal Malna.
Tubuh-rubuh
struktur
agama monolit
membongkar pasang kehidupan
teka-teki tata kaidah
seperti kehilangan yang dicari-cari
kehilangan yang hilang
membentuk kebaruan
pedagogi.
Tubuhku peti mati
peribadatan
di sisi kesalahan
bahasa-kaki-modernomaniak
menjadi tradisi
pemakaman baru.
Aku adalah abu-abu; peti mati dan metafisika
berhadap-hadapan di ruang kematian.
Tubuhku peti mati
aku menjadi pohon
yang ditebang peti mayat lain.
Jakarta, 2023
Pada Secangkir Teh
Aku berdoa
pada secangkir teh.
Malam ini
kembalikan kedamaian.
yang kemarin terkapar
dilempari batu-batu
bom molotov.
Pindahkan ibu kota
ke hutan belantara.
Tapi jangan jadikan
sebatang pohon
berbaris dan sembunyi.
dalam sekotak
tusuk gigi.
Jakarta, 2023
Telah Kau Telusuri
Telah kau telusuri jejak-jejak yang lemah
banyak persimpangan kian remang
sisi gelap yang kadang sengaja dibenamkan
Titik terang yang jauh dari panggang
telah dibelokkan karena kepentingan
digelontorkan bertubi-tubi tiada henti
agar dipercayai sebagai nyata
tak jarang berbalut mitos tak masuk akal
Telah kau jamah halaman yang buram
menafsir catatan yang bimbang
tercabik oleh perbedaan sudut pandang
tak jarang saling mempertentangkan
titik temu sulit dipersandingkan.
Telah kau telusuri catatan yang tercabik
terburai di lantai dalam sobekan-sobekan
serpih-serpih tercerai berai dalam kenang
bimbang bagaimana harusnya menimbang
tercengang berbeda dengan harapan.
Jakarta, 2023
Ironi
Ke semua tempat; kuseret tubuh sendiri.
Pahit di dada dan luka
yang dipisahkan kata-kata.
Air mata kering,
harapan geming.
Mengenang semua yang pergi.
sebagaimana memikul keluhan
di jalan-jalan terentang yang telanjang.
Kau tidak pernah tahu,
kau tidak akan tahu.
Jakarta, 2023
Eklips
Aku pulang tanpa mengerti hari; siang atau malamkah ini?
Entahlah, aku menulis tentang binasa yang nyaris senyap; melompat-lompat dalam kabut.
Rinduku tabuh sepanjang lebuh,
pohon-pohon diam dan angin yang deram mengangsur layu
Aku; bagai timbul-tenggelam
Dalam pijak; sepasang tungkai kini lunglai. Belum usai satu sajak, matahariku telah lenyap.
Ah, lengkap sudah gerhana ini,
aku pulang dengan dengus kata-kata yang tanggung; hari ini sudah malam, usiaku tinggal muram.
Jakarta, 2023
BIODATA
Rifqi Septian Dewantara lahir di Balikpapan, Mei 1998. Ia adalah seorang pegiat sastra yang aktif menulis artikel di kolom fiksi. Selama 2 tahun berkarier di media massa, namanya pun masuk sebagai Penulis Terfavorit di Qureta.
Ignatius Darmawan adalah lulusan Antropologi, Fakultas Sastra (kini FIB), Universitas Udayana, Bali. Sejak mahasiswa ia rajin menulis artikel dan mengadakan riset kecil-kecilan. Selain itu, ia gemar melukis dengan medium cat air. FB: Darmo Aja.
———–
Rubrik Sastra “Bali Politika” menerima sumbangan tulisan berupa puisi (minimal 5 buah), cerpen, esai/artikel (seni, sastra, budaya) dan resensi buku. Tulisan disertai biodata (maksimal 5 baris) dikirim ke email [email protected]. Tulisan yang lolos seleksi akan dimuat secara bergiliran setiap hari Rabu dan Sabtu. Untuk sementara, “Bali Politika” belum bisa memberikan honor kepada para penulis yang karyanya dimuat. Namun sebagai apresiasi, khusus untuk puisi, “Bali Politika” berencana menerbitkan puisi-puisi terbaik dalam sebuah antologi puisi setiap tahunnya. Rubrik ini diasuh oleh Wayan Jengki Sunarta.
Puisi-puisi yang dimuat sepanjang tahun 2022 akan dipilih, dibukukan, dan diluncurkan pada Juni 2023 bertepatan dengan ulang tahun Bali Politika.