Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Sulis Gingsul AS

Ilustrasi: Sulis Gingsul AS

 

Pakaian Dalamku Dobel

Sepi bersandar di sofa keren
Jaket kucopot masih ada kemeja
Kemeja kucopot masih ada kaos
Di balik kaos masih ada pakaian
Pakaian dalamku dobel:
perasaan ganjil
lapis terasing
belum copot copot sampai sekarang.

Dulu aku menulis
“Cinta lebih ajaib dari puisi
Dan rindu adalah pedih yang indah”
Bagaimana menurutmu?

Orang-orang bergegas
ke barat dan ke timur mengejar entah
Ada yang berlari kenceng
Katanya dikejar umur
Kita santai sajalah, dan yakinlah
Bahwa rindu adalah pedih yang indah

Aku juga ke barat dan ke timur
Mendekapmu ke mana saja
Pakai lengan panjang:
doa dan kerja
Dengan pakaian dalam. Dobel.

 

Cara Mudah Memamerkan Rindu Model Baru Sebelum Berhasil Menciptakan Aplikasinya

Seandainya
Rindu bisa dihembuskan
Serupa napas
Berupa awan warna-warni
Yang bisa dipadatkan
O alangkah lucunya
Setiap orang bisa
Memilih cara yang sederhana
Atau rumit, boleh saja
Sesuai selera

Aku tentu akan
Dengan sekuat tenaga
Menghembuskan rindu
Yang suka ribut di dada ini
Memerangkapnya
Dengan kantong plastik
Dan memadatkannya
Dengan bantuan profesional

Kemudian kugiling rinduku
Yang sudah jadi bongkahan itu
Pelan-pelan, sambil mengamati
warna-warni tajam butirannya

Kumasukkan ke dalam botol
Yang bening dan bersih
Dan dengan segera
Kupamerkan rinduku itu kepadamu
Beserta sertifikatnya!

“Hei, mari
Dan lihatlah, beginilah rupanya
warna-warni rinduku setelah dihaluskan”

Dan aku tidak lagi
perlu menulis:
“Sajak rindu tak bisa kau hidu
Rindu utuh tak bisa kau sentuh”

Dan kau tidak lagi
akan bilang:
“Gombal mukiyo!”

Karena dengan matamu
kau bisa mengecek sendiri
Bagaimana sejatinya rinduku
Warnanya, dan, tentu saja
betapa beratnya

2022

 

Aku Memuji Engkau Ya Plastik

Aku memuji engkau ya, plastik
karena dengan keluesanmu
engkau telah menyatukan
padi, kedelai, kelapa, bayam, kacang
cabe dan kerupuk
yang berasal dari mana-mana.
Nasi kuning lima ribu yang kedinginan
akan menghangatkan cinta siapa.

Aku memuji engkau ya, plastik
karena dengan keluesanmu
engkau telah menyatukan
benih yang berceceran di jalan.
Puisi-puisi yang kedinginan
akan tertanam di hati siapa.

Seseorang
yang suka minggat entah karena apa
dan entah karena apa ia begitu dicinta
menenteng plastik hitam ke mana-mana
berisi lembaran-lembaran tidak berguna
yang entah kenapa
dijadikan alas tidurnya.

Aku memuji engkau ya, plastik
karena dengan keluesanmu
engkau telah menyatukan dunia
Kami semua, dan entah karena apa
aku pun merindukannya.

 

Istana Pasir

Hati anak kecil itu sedang berbahagia sebab ia akan pergi ke pantai. Sebelum tidur ibunya berpesan agar esok hari ia bangun lebih pagi. Anak kecil itu mengangguk. Ia kemudian menarik selimutnya dan berusaha keras agar bisa memejamkan mata.

Di bibir pantai, anak kecil itu berlari-lari kecil. Sesekali ia menendang ombak. Sesekali ia memperhatikan hewan-hewan kecil di balik pasir. Kaki mungilnya lincah, bibirnya merekah. Ia sedang bergembira.

Anak kecil itu tak lelah. Ia pun membuat istana pasir. Tangan mungilnya menggenggam pasir yang bercampur dengan air laut dan perlahan melepasnya dengan hati-hati. Berkali-kali ia berlari, membawa segenggam pasir ke tepi. Panas terik matahari tak dihiraukannya. Punggungnya terpanggang, wajahnya memerah. Tapi hatinya bergembira.

Istana itu mulai terbentuk. Tingginya setinggi betis anak kecil itu. Semangatnya masih sama. Ia masih berlari-lari kecil mengambil dan membawa segenggam pasir ke tepi. Istananya kian tinggi. Hatinya riang gembira.

Whussss… Ombak mendekati istana pasir itu. Mengikis dasar istananya perlahan. Sedangkan anak kecil itu masih sibuk menciptakan sebuah menara di atasnya. Sekali lagi, ombak menghantam dasarnya. Dan, bruuukkk…. Istana pasir itu roboh seketika.

Anak kecil itu tercengang. Ia tak percaya. Istana yang sudah dibangunnya telah hancur. Sisa-sisa pasir di tangan digenggamnya erat. Matanya sendu, hatinya kecewa. Istana yang tinggi itu telah kembali menjadi dataran pasir pantai. “Yah, hancur deh,” keluhnya lirih.

Anak kecil itu tentu saja lupa. Bahwa ombak telah menghantam dasar istananya sedari tadi. Saat ia sibuk membuat istananya kian tinggi, saat itu pula ombak mulai mengikis dasarnya. Istana yang tinggi itu sia-sia tatkala dasarnya telah terkikis dan menjadi rapuh.

Ibunya mendekat dan bilang,” tak apa-apa Nak. Kita bikin lagi yuk di sebelah situ.” Anak kecil itu mengangguk dan tersenyum. Ia lagi-lagi berlari, menggenggam pasir dengan tangannya yang mungil. Ia membuat istana pasir yang baru.

Kata-kata nyatanya sungguh ajaib. Anak kecil itu kembali berlari setelah ibunya berkata “tak apa-apa”. Sekali lagi ia membangun istananya dengan semangat yang sama dan hati yang riang. Kata-kata itu telah melumpuhkan kekecewaan dan menggantinya dengan kemauan yang baru. Kata-kata itu sungguh ajaib.

Sayangnya, ibunya adalah orang dewasa yang telah paham bahwa kata-kata tak seajaib itu. Kata-kata, sebaik dan seburuk apapun , diurainya sedemikian rupa agar kelak memiliki makna. Makna itulah yang mendorongnya untuk bertindak dan berpikir; kesedihan ataukah kegembiraan yang mesti menetap dan melekat?

Betapa menyenangkan menjadi anak kecil itu. Kata-kata diterimanya dengan cara paling sederhana ;menangkap dan menyimpannya di relung jiwa. Kelak, kata-kata itu akan menjadi istana dengan dasar (fondasi) yang paling kokoh, lengkap dengan menara yang tinggi di atasnya. Di sana burung-burung dari segala penjuru bersiul riang dan gembira.

Andai saja ibunya adalah anak kecil itu, bukankah kesedihan dan penderitaan tak akan betah berlama-lama? Kesedihan dan penderitaan mestinya hanya sesaat. Dan hanya kegembiraan yang boleh tetap lekat dan menetap.

————————–

BIODATA

Sulis Gingsul AS lahir di Bantul, Yogyakarta, 6 Maret 1976. Ia adalah penyair, pelukis, pekerja seni. Puisi-puisinya pernah dimuat di Bali Post, tatkala.co, dan terangkum dalam antologi puisi Ensiklopedi Pejalan Sunyi (2015). Ia menetap di Bali dan bergiat di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!