Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

PUISI-PUISI STHIRAPRANA DUARSA

Ilustrasi: Ignatius Darmawan

 

MALAM TERPANJANG

Ini malam adalah malam yang terpanjang dan terkelam
Berjaga-jagalah, karena menurut cerita
Sang Dewa Siwa akan turun ke bumi
Menghapus dosa-dosa yang paling berkerak sekali pun

Ingatlah Lubdaka
Yang begitu mudah mendapatkan surga
Hanya karena semalaman ia mampu menahan nafsu
dan selalu mengucapkan kata Siwa

Di luar, angin bergetar diterpa sedikit gerimis
Membuat malam lebih mencekam
Dan kita mengira-ngira bagaimana wajah surga
Apakah ia serupa taman dengan bunga warna-warni
Dan di tengahnya ada sungai yang dialiri oleh susu dan anggur
Ataukah sebuah rumah makan, dengan persediaan makanan yang berlimpah
Dimana para bidadari melayani kita dengan dada sedikit terbuka

Sementara pikiran melayang membayangkan surga
Jari-jari tangan telah kaku karena sibuk bermain gadget

Esok, kita kembali bekerja
Memenuhi tuntutan-tuntutan kehidupan
Kita pun melupakan Lubdaka
Dan menganggap itu hanya sebagai dongeng
Bagi para pendosa
Yang merindukan untuk mendapatkan surga dengan jalan pintas

 

HUKUMAN KEPADA MANUSIA

Bumi terlalu cepat mengalami perubahan
Hingga hujan tak lagi mengenal musimnya

Juli gelap gulita
Punggung langit sedikit bungkuk menahan derita
Hingga akhirnya ia menumpahkan tangisnya secara histeris berhari-hari

Suara tawa segera terhenti
Lenyap ditelan suara gemuruh yang berbaris menuruni bukit
Angin menggoyang-goyangkan dedaunan
Lemah dan ringkih
Mengucapkan selamat tinggal
Kepada pohon yang telah memberinya hidup
Sungai-sungai meluap, memancarkan uap

Apakah yang terjadi?
Sajak-sajak ditulis
Mengatakan Tuhan telah marah kepada manusia
Manusia seperti anak durhaka
Melukai, menggerogoti dan meludahi bumi yang tua dan lamban
Manusia tidak seperti dulu yang tulus memuja kehidupan dengan nyanyian surgawi
Ini seperti lemparan lumpur ke dalam kelopak mata sendiri

Juli gelap gulita

Musim mempertemukan surga dan bumi dalam kesedihan

 

MUSEUM PERANG DUNIA II, MOROTAI

Kita diajarkan
Menghindari kesedihan
Dari Kesedihan yang diabadikan

Suara tangis digantung di dinding
Berdampingan dengan pesawat yang dengan liar terbang berputar
Di atas orang-orang
Yang terbaring dalam debu

Di Pulau Zum Zum, Jenderal MacArthur tersenyum di persembunyian
Matanya nanar mengintai lawan
Seringainya seperti serigala lapar
Yang setiap saat sigap menyantap daging-daging musuh
yang terbakar pecahan bom yang dijatuhkan dengan rasa gembira

Jeritan melolong di sepanjang pantai
Nafas meregang menahan maut
Desing peluru
Merobek impian di balik punggung kematian
Kepalamu kini terkubur
Dalam gelombang kerinduan
Yang ditangisi sanak saudara

Dan kini
Tangis itu diabadikan
Untuk mengajarkan kita
Tidak menciptakan tangisan baru

 

BIODATA

Sthiraprana Duarsa lahir di Denpasar. Buku kumpulan puisi tunggal yang telah diterbitkan adalah Bagian Dari Dunia (1994), Pulang Kampung (2008), Autobiografi Kejahatan (2019) dan Puisi-Puisi yang Ditulis Karena Cinta (2023).

Ignatius Darmawan adalah lulusan Antropologi, Fakultas Sastra (kini FIB), Universitas Udayana, Bali. Sejak mahasiswa ia rajin menulis artikel dan mengadakan riset kecil-kecilan. Selain itu, ia gemar melukis dengan medium cat air. FB: Darmo Aja.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!