Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Eddy Pranata PNP

Ilustrasi: Ignatius Darmawan

 

DI BAWAH MENARA TERATAI PURWOKERTO

di bawah menara teratai– usai hujan deras reda, malam
jatuh perlahan bermandikan lampu mejingkuhibiniu

langit purwokerto sebagian terang, lainnya terbalut sisa mendung

: “ini kota berdenyar-denyar serupa laron keluar dari persembunyian
orang-orang, tua muda, besar kecil memburu/ menara teratai!”

anak-anak kecil berlari ke sana ke mari
melepaskan seluruh angan-angannya

sepasang kekasih duduk di sudut tenggara
memadu kisah kasih merenda kenangan

barisan orang dewasa bernyanyi kecil dan bersiul
hidup, o, alangkah berwarna, beraneka rasa

: “dan kalian yang besar kepala menyingkirlah!”

ini kota tak berbau puisi, hanya kata-kata pucat
bersembunyi di balik jubah kedangkalan jiwa

: karena kalian tak bisa jadi manusia berkualitas
tutup mulutlah! o– orang-orang itu meninggalkan
menara teratai dengan hati batu

langit terlalu jingga!

Jaspinka, 2022

 

PERAHU TERBALIK DI PANGANDARAN

hari ini, empat puluh tahun lalu: pangandaran
pantai dan ombaknya masih melukis wajahmu
remaja berwajah merona berkulit putih

; “aku hampir tenggelam; perahu yang kami naiki terbalik!”

engkau menangis, aku terpana; perahumu terbalik
aku hampir kehilangan dirimu
gadis kecil berwajah merona
lama aku erat memelukmu lalu waktu dan ruang
memisahkan kita juga

bertahun-tahun aku menghirup udara kota padang
belajar memahami pahit getir hidup
menulis puisi di kertas bungkus rokok
di sobekan-sobekan lembar garis nasib
yang berliku dan zigzag
hingga bertahun kemudian aku melihatmu
nyaris serupa orang yang kalah
dalam pertarungan yang menyakitkan

engkau menangis hingga kering air mata
engkau menjerit amat panjang dan memilukan

: “aku telah kehilangan semuanya, aku akan mati sunyi!”

angin berkesiur kencang, ingin benar aku ulurkan tali kasih
tetapi nasi telah sangat lama menjadi bubur
hanya doaku: sabar dan ikhlas dan tabah
engkau harus menjadi perempuan petarung
tidak boleh larut dengan kesedihan
tatap matahari, raih kebahagiaan
o, perempuan petarung yang perkasa!

Jaspinka, 2022

 

MENAPAK HAMPARAN BATU KARANG

aku melihatmu serupa ombak memecah di tebing karang
gelisah tak sudah-sudah bergemuruh lalu hening musnah
lalu bergemulung lagi memecah di tebing karang
bergemuruh lalu hening musnah
buih
pedih
rintih

: “laut ini sangat berliku
di sana-sini runcing karang
ou, garis nasibku!” parau suaramu
: “tetapi aku tidak akan menyerah
tetes penghabisan darah!” engkau
kayuh sampan
doa dilautkan
ke pulau terjauh

: “kubangun istana kecil dari butiran keringat dan air mata
di atas hamparan batu karang
: weisku, ke marilah, bawa seribu puisi untukku!”

langit senja kuning kemerahan
angin berdesau kencang
sampan merapat
engkau melompat
menapak hamparan batu karang
dengan kepala tegak
dengan dada bercahaya!

Jaspinka, 2022

 

SEBONGKAH KARANG DI CERUK LAUTAN

dan aku melihatmu; sebongkah karang di ceruk lautan
tak menjerit atas duka-lara
tak setetes pun air mata atas derita

dalam diammu adalah pertarungan yang
keras sekaligus mendebarkan
dalam kesendirian yang panjang
gempuran ombak gelombang

engkau kian perkasa
izinkan aku trenyuh dan terharu
: “aku tidak lagi merasakan pahit atau manis atau getir
telah bertahun-tahun tubuhku tanpa empedu
dan andai tanpa jantung dan hati sekalipun
aku mau hadang seluruh hempasan ombak
seluruh kilau panas matahari
aku mau hanya sebongkah batu karang
yang setia dan ikhlas atas luas laut dan langit
kalau harus bermetamorfosis
aku mau menjelma puisi paling surealis!”

dan engkau senantiasa tersenyum, seduka-lara apa pun
engkau adalah cahaya kehidupan yang sejati o, engkau
di mataku; sungguh puisi surealis yang terindah!

Jaspinka, 2022

 

KAWAH PUTIH

aku tinggalkan riuh kota
jalan mendaki
singgah sejenak di ikan bakar ciwidey
di kejauhan membayang patuha
langit sebagian mendung

: “jangan jadi pengkhianat,
sekali sakit hati seumur hidup
tak akan ada lagi namamu!”

di kawah putih, aku tulis sajak ini
air danau putih hijau berkilau
matahari jatuh memecah
aroma belerang menguar menyengat
di sekitar rumpun belukar
serupa ada jejak kaki domba jelmaan
eyang jaga satru,
eyang camat dan eyang ngabai
rongga dada tiba-tiba gemuruh
ingin sekali rasanya mendaki tebing
sunan ibu dan sunan rama
melihat surga kecil
dari ketinggian

inilah danau indah
menyimpan garis-garis kata
o, bilah-bilah sajak.

Bandung, 2021

 

BIODATA

Eddy Pranata PNP— adalah Founder of Jaspinka (Jaringan Satra Pinggir Kali) Cirebah, Banyumas Barat, Indonesia. Juara 3 Lomba Cipta Pusi FB Hari Puisi Indonesia 2020, meraih anugerah Puisi Umum Terbaik Lomba Cipta Puisi tahun 2019 yang diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Hari Puisi Indonesia.

Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyi (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016), Abadi dalam Puisi (2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang (2021)

Puisinya juga disiarkan di Majalah Sastra Horison, koran Jawa Pos, Media Indonesia, Indopos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang Pos, Haluan, Minggu Pagi, Pikiran Rakyat, dll.

————

Ignatius Darmawan adalah lulusan Antropologi, Fakultas Sastra (kini FIB), Universitas Udayana, Bali. Sejak mahasiswa ia rajin menulis artikel dan mengadakan riset kecil-kecilan. Selain itu, ia gemar melukis dengan medium cat air. FB: Darmo Aja.

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!