Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi Indrariyani

Ilustrasi: Handy Saputra

 

Kacang Rebus

dua lembar uang seribu sembunyi malu,
tampak lusuh terhimpit lembaran buku kecil warna coklat,
dua puluh tahun dipeluk huruf-huruf penuh kesan,
begitu manis dikenang,
namun sulit diulang,

hari keenam minggu ketiga pada bulan Mei,
di ujung barat taman kota sekumpulan gadis kecil berlari riang,
sambil menggenggam gulali kapas merah muda,
bergoyang pelan diterpa angin malam,
para remaja sibuk mencuri perhatian,
gerak tubuh memancarkan pesona,
sedikit takut bila orang asing datang menggoda,

aroma jagung bakar menusuk hidung,
ingin bertamu ke perut-perut kosong,
asap sate ikut merisak bocah-bocah lapar,
sedang asik beradu bola lempar,
komidi putar riuh dengan gelegar tawa,
tua muda saling bersua,
diiringi musik klasik dan suara penjaja mainan unik,
ibu takut aku tersesat,
tanganku selalu digandeng seperti anak cengeng,
saat orang-orang diselimuti kegembiraan,

kakek tua bercaping mendorong gerobak kayu,
sebuah sentir tergantung di atas tumpukan kacang,
bungkus berbentuk kerucut berjejer rapi,
kurogoh saku celana sebelah kiri,
ternyata kosong,
gigi-gigi gemas ingin memakan kacang,
tapi uangku telah lipur entah ke mana,

raut ibu tampak lesu,
bibir kering semua bekal telah habis,
kaki lemas lalu bersimpuh,
peluh-peluh meluruh,
tiba-tiba kakek tua datang menghampiri,
menawarkan segelas air untuk diminum,
bersama sebungkus kacang rebus,
dua lembar uang seribu mendarat di pangkuanku.

Tabanan, 14 November 2022

 

Sebait Memori di Bukit Cinta

dini hari hujan belum berhenti,
udara dingin membujuk mata agar terpejam,
hening masih terasa di kening,
tapi raga ingin segera berlari,
menyusuri setapak sepanjang Bukit Campuhan,
melupakan sejenak kegaduhan hidup,
yang terus menari dalam kepala,

lima jam menanti tanah basah,
matahari tiba memeluk bunga jepun penuh embun,
kidung lembut dari bale dauh terdengar begitu merdu,
bersama aroma dupa membentuk harmoni pagi,
lama tak kurasakan sebelum pandemi,
semesta membawaku datang kembali,
ke rumah tenteram bagi jiwa temaram,

angka enam telah teriring doa-doa,
kaki bergegas mengayuh sepeda,
paru-paru girang terkena udara segar,
Ubud menyapa ramah diri yang hingar,
kiri kanan terlihat lukisan penari,
begitu juga beragam patung unik seakan melirik,

sampailah pada bukit cinta nan jelita,
rumput-rumput hijau melambai-lambai,
aku terhipnotis hamparan ilalang,
senyum gemilang hati tenang,
hangatnya baskara menembus tulang,
atma nyaman terbuai suasana,

di sini gadis berkebaya putih pernah menanti,
seorang perkasa dengan sebuah janji,
namun malang semua tak berarti,
ia pergi membawa separuh hati,
terbakar menuju surgawi.

Tabanan, 15 November 2022

 

Katanya Minggu

dinding kamar dingin,
menyerap benak hampir beku,
sayang bagai bayang-bayang,
perlahan terbang,
menjauhi sarira berupa sewindu,

sepuluh jari tangan tegar,
memungut duri-duri di sekujur hari,
luka duka berganti suka semu,
umur-umur sibuk meramu temu,
remah janji tak dibiarkan jatuh,

Senin membaca Selasa,
Rabu menggurui Kamis,
Jumat merayu Sabtu,
sedangkan Minggu menanti hati,
setiap bulan berlalu,
kausebut aku adalah Minggu,
sepi namun penuh kata tunggu.

Tabanan, 24 November 2022

 

Dua Puluh Lima

tujuh bulan menanti,
wajah pasi otot bagai besi,
menopang hidup si buah hati,
diiringi suara lambung bernyanyi,
sesayat roti pun tak berarti,

jutaan detik mengiringi langkah,
setiap hari tangan mengelus guratan perut,
sesekali menatap deretan angka di dinding,
haru namun diremas cemas,
doa-doa mengalun syahdu,
di tempat seluruh mimpi malam beradu,

tiba-tiba ketakutan menerobos rumah rahim,
jantung seakan pasrah menidurkan seluruh detak,
kalut bersorai dari ujung kepala hingga kaki,
damai tak lagi bersemayam di dada,

tidak terdengar tangis,
tidak terlihat liuk-liuk jemari,
hanya sekujur rupawan,
kaku terbalut selembar kain putih,
ternyata angka itu memantik lara
dua puluh lima,
seorang ibu melahirkan surga,
untuknya sang permata yang ketiga.

Tabanan, 12 November 2022

 

BIODATA

Indrariyani adalah sarjana Psikologi. Menyukai dunia puisi sejak remaja. Memutuskan untuk aktif menulis puisi di awal tahun 2022 dengan mengikuti beberapa kelas puisi secara online. Beberapa karyanya pernah dimuat pada media online seperti kabaran.id, Sumenep News, pahatansastra (instagram), dan Dermaga Sastra serta buku-buku kumpulan puisi oleh Ellunar Publisher, Puspamalapustaka, Nebula Publisher dan funbahasa. Bergabung dalam kelas puisi Asqa Imagination School (AIS), Community Pena Terbang (COMPETER) dan Komunitas Kembang Rampai Bali.

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!