Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

PuisiSastra

Puisi-Puisi GM Sukawidana

Ilustrasi: Gede Gunada

 

SAJAK TANAH BALI

“menggaru-garu ladang moyang
kucium rekah tanah bali!”

1
sepanjang moyangku mengupacarai
tanah para dewa
dicarinya pakembar buat melepas ‘buik rajah’
ke dalam kalang

saat gerhana memancang di ubun-ubun
oleh dukun
dibuat matahari dari ulakan mata air
pegunungan
dengan tetabuh lesung
dihalau segala petaka yang mengitari
setiap rumah

2
duhai tanah perunggu yang meramu
belulang dagingku
bau menyan kembang kewangen
meniti pucuk penjor
sampai ke sorga
orang-orang terkesima
mabuk sihir tungku perapian
nenek moyangku

3
perjaka bersampan daun pisang
menyeberangi kabut
di dadanya
purnama menempel
dan berlabuh di gerbang-gerbang pura
bermusim-musim

dalam asap pedupaan
kanak-kanak suku pedalaman
menari rejang sambil menaburkan kembang
melantunkan tembang-tembang smarandhana
sampai subuh tiba
: “ini musim perjaka meminang
sebelum purnama kehilangan rona!”

4
duh mimpi perjaka
bau amis udara pagi
lelaki perempuan
mandi birahi
di sepanjang pesisir bali
kuku-kuku jemarinya
merah
panjang dan tajam
menyayat nyayat lidah ombak
yang menyentuh bibir pantai
: “aku jadi kelu!”

5.
matahari tanah bali
tenggelam ke dasar bumbung tuak
orang-orang menenggaknya
lalu menari-nari kegirangan
beribu jemari mengacung
mengeruhkan warna langit
di tengah lingkaran kecak
dibuat matahari dari unggunan kayu bakar

dengan rajikan arak berem
rahwana bangkit
menjelma rupa jadi dewa

kanak-kanak perawan
lupa
mesti menari di mana saat piodalan di pura-pura
hilang jimat suara genggong
pucuk pandan di pintu-pintu
: “aku kehilangan rupa garis moyang!”
maka saat melasti ke pesisir
ke sumber – sumber mata air
suruhlah pekembar melepas ‘biying nyelem’
ke dalam kalang
agar tabuh rah melengkapi sesajen
upacara menyongsong icaka
sebelum bencana lebih dahsyat
datang dari langit!

 

RITUS TANAH BALI

: kepada i made teruna dan ni nyoman bajang yang mengupacarai tanah moyangnya

 

geseklah!
maka bergesek padang nyawaku rindu
carilah!
maka kucari tanah tembuni
lekuk semenanjung uluwatu
semampai tanah bali
wangi dupa
wangi tubuh-tubuh perawan
mantra para pendeta
para sulinggih
restu hyang widhi
hening meru
hening padmasana
rasuki semesta
sihir angin
gelisah laut
lepas
nyusup ke alir getar jantungku
maka tabuhlah gambelan made teruna
menarilah ni nyoman bajang
saatnya telah tiba
¬kembali ikuti garis rajah telapak tangan
rerajah tetua
petuah lontar bale gedong
keris pusaka ki pasung gerigis
pratima ratu gede
hembuskan hening
aksara hening ang! ung! mang!
besakih trimurti .
siwa pralina di tengah
genggam delapan arah mata angin
api dahsyat matahari
terlontar ke pucuk meru
gemuruh langit
didih ombak tanah lot
tepis tenung hitam sihir hitam
ni dirah rangreng
tunjung biru tunjung bang
angsa putih saraswati dewi
nyanyi suci puja tri sandhya
kesetiaan nenek moyang
menembang hidup
sepanjang waktu
maka
marilah ni nyoman bajang
marilah made teruna
letakkan sesegeh putih kuning
di gerbang-gerbang pura
sanggah cucuk bara api
caru jagat manca warna
racikan arak berem
tabuh rah di pelataran pura
brumbun biru lekong sandeh godeg arang
tajian temberang hidup pakembar
tetabuh lesung
tetabuh kulkul
suara genta ida pedande
kitari karang desa
hentakkan kalarau
kasmaran ratih
di tengah gerhana
bulan mati sepotong
mengambang di pekat air payau
kanak-kanak pesisir
menjaring dengan kedua telapak tangannya
yang luka

panggillah peri!
panggillah pawang!
turunkan roh-roh leluhur
dari bilik gedong sanggah kemulan
minta jimat bekal hidup
penangkal hitam bala hitam
benang tridatu di pergelangan
pawang hujan balian kusamba
ide ratu gede macaling
sang hyang jaran sang hyang dedari
perang pandan orang-orang tenganan pagringsingan
tolak petaka
tolak tenung
balian kiwa balian batur
langit merah terbakar
tanah pecah tembikar
sesal pribumi duka berkepanjangan
apa mesti terjadi di tanah perunggu ini?

duh ni nyoman bajang! duh made teruna!
akankah saat melasti tawur agung kesanga nanti
tanpa pesisir?
seratus kunang kunang berwarna-warni
mewarnai kamben songket para dayang
lihat!
lenggang lenggok pinggulnya
bergoyang-goyang.
mengundang leleh birahi
para punggawa
punakawan tak berkawan
merambah wilayah permukiman senjakala
bawa titah
tolak pinangan
pekasih para dukun tak bertuah
sengketa jadi dendam warisan warna kulit

mari bajang teruna!
saatnya telah tiba
tinggalkan bayang sengketa
orang-orang sesat
mari tinggalkan perbedaan warna kulit
di hadapan hyang widhi
kau dan aku sama
anak agung wong jero
silsilah masa lalu
sengketa masa kini
satu insan sang manu
satu asa – usul
tanah moyang
tanah anak cucu

maka marilah bajang teruna!
rembug adat para tetua di bale banjar
masumpah dewa di pura dalem
labuh geni satia nirmala
tanah moyang tanah tembuni
akar jantung hidup mati
bagi kau dan aku

maka kibarkan lelontek maruti di langit meru
umbul-umbul tedung agung di pura-pura
pakelem danau batur
keseimbangan jagat bali
canang sari daksina pati
pejati sujati
restukan pinangan para dewa
menjaga tanah bali
suci hening nirmala
anak cucu menggurat langit
mengakar bumi
jadikan batu karang dahsyat bertahan
puputan badung puputan klungkung
ki barak panji sakti
kesetiaan akan janji para ksinatria
kekasih para dewa
menjaga tanah bali dwipa
sepanjang hidup
kau dan aku

 

BIODATA

Gm. Sukawidana lahir di Bali, 16 Juli. Menulis puisi sejak 1979. Dia salah satu pendiri Sanggar Minum Kopi, Sanggar Cipta Budaya (SMPN 1 Denpasar), dan sesepuh di Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP). Puisi-puisinya dimuat di Bali Post, Nafiri, Swadesi, Simphoni, Berita Buana, Republika, dll. Puisinya juga terangkum dalam buku Lukisan Magis Tanah Bali (2000). Buku puisi tunggalnya: Upacara Tengah Hari (1993), Upacara Senja Upacara Tanah Moyang (2000), Upacara-Upacara (2015), Upacara Terakhir (2020). Atas pengabdiannya di bidang sastra dia menerima Bali Jani Nugraha dari Pemerintah Provinsi Bali (2021).

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!