Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

EsaiSastra

Dewi Sita Gugur di Paris

Oleh I Gede Sarjana Putra

OBITUARI: Monumen penghormatan untuk mengenang pemeran Dewi Sita yang meninggal dunia dalam misi kebudayaan ke Prancis.

 

MUNGKIN tidak banyak orang yang mengenal sosok Ni Made Jujul, pemeran Dewi Sita dalam dramatari Wayang Wong yang meninggal pada saat menari di Paris, Prancis.

Namun di desa kelahirannya, Talepud, Sebatu, Tegalalang, Gianyar, dia adalah sosok panutan dan pahlawan kesenian.

Sebuah tugu batu berbentuk Menara Eifel dibangun untuk mengenang jasa-jasanya.

Terkuaknya kisah Ni Made Jujul bermula ketika salah satu pendiri Dewata Scooter Club (DSC) Bali, Nyoman Astana, merencanakan touring ke berbagai tempat di Bali.

Salah satu kegiatannya adalah memberikan sumbangan sembako di jalan di mana mereka menemukan warga tidak mampu.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 2020, saat DSC akan merayakan hari jadinya yang ke-25.

Sebelum touring, pengurus DSC menggelar pertemuan sesama anggota guna mematangkan kegiatan Touring DSC 2020.

Salah satu tempat pertemuan yang disepakati adalah di Desa Adat Talepud, Desa Sebatu, Kecamatan Tegalalang.

Deru puluhan scooter vesva meluncur dan tiba di Desa Adat Talepud.

Peserta touring terbelalak, melihat ada salah satu monumen kecil yang tingginya sekitar satu meter tidak terawat menyerupai Menara Eifel di Prancis.

Percakapan pun berlangsung dan memutuskan salah satu agenda DSC membuat fragmen singkat mengenang meninggalnya Dewi Sita.

Anggota DSC Bali dengan latar belakang beragam, seniman tari, pematung, penulis, dan profesi lain akhirnya semangat membuat fragmen singkat tersebut.

Dari perjalanan touring DSC ini, maka terkuaklah kematian Dewi Sita di Prancis.

Jro Mangku Rahajeng yang juga anggota DSC Desa Pujung menuturkan pada awal tahun 1974, Pemprov Bali diminta mengirimkan misi kesenian Bali keliling Eropa.

Seleksi pun dilakukan dan akhirnya Wayang Wong Desa Adat Talepud terpilih menjalani misi selama tiga bulan keliling Eropa kecuali Inggris membawakan lakon pentas “Dewa Kosala Rata” dalam kisah Ramayana.

Di akhir Februari 1975 rombongan berangkat. Di Eropa kala itu sedang masa peralihan dari musim dingin ke musim semi.

Sebagai pemeran Dewi Sita adalah Ni Made Jujul yang kala itu berumur 20 tahun dan memiliki satu anak balita.

Namun naas, diduga akibat kelelahan dan tidak kuat menghadapi dinginnya cuaca di Paris, di hari keenam Ni Made Jujul tumbang di atas panggung.

Pemerintah Prancis memberikan perawatan medis, namun akhirnya pemeran Dewi Sita yang juga disebut peserta tercantik dari rombongan meninggal dunia.

Pertunjukan keliling Eropa pun berlanjut dan pemeran Dewi Sita diganti penari lain.

Sedangkan jenazah Ni Made Jujul dipulangkan dan ditutup dalam peti.

Oleh Pemerintah Prancis, peti mati tidak boleh dibuka sampai prosesi pembakaran mayat berlangsung.

Mengingat jenazah Ni Made Jujul saat dikembalikan ke tanah air tidak bisa dilihat di dalam peti, bahkan sampai saat upacara Ngaben peti mati tidak boleh dibuka, berkembang isu miring, Ni Made Jujul dilarikan pangeran tampan asal Paris.

“Isu ini beredar di desa kami yang kemudian menyebar ke desa lain. Bahwa saking cantiknya pemeran Dewi Sita, dia diculik pangeran tampan asal Perancis,” ujar Jro Mangku Rahajeng sekaligus ipar mendiang.

Isu hoaks yang beredar tidak bisa diredam dan akhirnya lenyap begitu saja.

Pihak keluarga juga menegaskan bahwa saat jenazah dimasukkan ke dalam peti, disaksikan suami dan ipar yang juga ikut misi kesenian.

Sedangkan dalam keterangan dari Kedutaan Prancis kala itu, peti mati tidak bisa dibuka, karena ditakutkan ada penyakit yang nantinya menyebar.

Bagi penerus Wayang Wong Desa Adat Talepud, Ni Made Jujul adalah sosok panutan, pahlawan.

Dia sangat gigih menjalani latihan dan seleksi demi sebuah misi kesenian, meski saat itu dia sedang menyusui bayinya.

Untuk mengenang mendiang sebagai pahlawan dalam misi kesenian, didirikanlah tugu kecil menyerupai Menara Eifel dari semen dan batu.

Akibat dimakan usia, kondisi monumen mengalami kerusakan dan patah.

Pada saat mengenang mendiang, dalam fragmen singkat lakon Ramayana, Dewi Sita diperankan adik mendiang, yakni Ni Made Listiawati.

Isak tangis mewarnai fragmentari tersebut dan acara diakhiri dengan tabur bunga di monumen Menara Eifel. (*/bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!