Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Seni & Budaya

Bondres Badung Angkat Ritual Magpag Yeh sebagai Pemuliaan Air

SUMBER KEHIDUPAN: Cuplikan pentas Sanggar Seni Yudistira dan Majalangu, Duta Kabupaten Badung di ajang PKB Ke-44.

 

DENPASAR.Balipolitika.com– Sanggar Seni Yudistira dan Majalangu, Duta Kabupaten Badung tampil membawakan kesenian topeng bondres serangkaian Pesta Kesenian (PKB) di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center), Minggu 3 Juli 2022.

Ritual Magpag Yeh di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi sebagai wujud pemuliaan air disampaikan kepada penonton dengan gaya khas bebondresan yang mengocok perut.

“Magpag Yeh” mengacu cerita masyarakat Desa Kapal pada zaman pemerintahan Raja Kapal I Gusti Agung Made Agung.

Dikisahkan kehidupan kala itu aman, tentram, dan makmur.

Keresahan mendadak muncul saat lahan persubakan alias persawahan kekurangan air irigasi.

Kebijaksanaan Raja I Gusti Agung Made Agung menyusuri Tukad Penet ke hulu sampai di Hulun Danau Beratan.

Ia beryoga dan dianugerahi petunjuk untuk menaikkan air Tukad Penet di daerah Penarungan sebagai sarana pengairan persawahan masyarakat Kapal.

Di tempat tersebut kemudian dibangun Pura Paluh sebagai tempat magpag yeh.

Setiap akan menghadapi masa tanam, masyarakat petani Desa Kapal diwajibkan menggelar upacara magpag yeh.

Upacara ini digelar mulai dari Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal berjalan beriringan menuju Pura Paluh sebagai sumber air.

Prosesi berjalan sangat unik karena diiringi lelampahan baris yang mengisahkan sejarah prosesi Magpag Yeh.

Yeh simbul dari kesucian dan kemerthan dalam wujud keris yaitu keris Desa, Puseh, dan Paluh diusung beriringan menuju Pura Paluh disertai dengan sarana tumpeng besar, pakelem bebek mapupuk emas, gabah, uang kepeng, dan persembahan lainnya.

Koordinator pementasan, AA Bagus Sudarma mengungkapkan ritual Magpag Yeh ini tertuang purana Desa Kapal.

Turun- temurun tradisi ini dilaksanakan karena memiliki peran penting terkait memohon air sebagai sumber pengairan di sawah dan penghidupan.

“Bukan untuk pengairan sawah saja, untuk kehidupan kita semua. Semua yang pakai air itu harus subakti pada Bhatara di Ulundanu Beratan. Karena pusatnya ini ada di Ulundani Beratan. Bahkan di Ulundanu Beratan kita mengadakan prosesi mulang pekelem,” ungkapnya.

Untuk tampil di PKB, dilibatkan sebanyak 50 seniman, baik penabuh maupun seniman topeng bondres.

Butuh waktu dua bulan bagi Sanggar Yudistira dan Majalangu ini untuk memulai proses kreatif.

Dikatakan, seniman topeng yang dilibatkan terdiri dari seniman senior dan seniman baru sebagai bentuk regenerasi.

“Jadi saling mengisi. Senimannya tidak semuanya senior. Ada juga yang baru. Jadi biar ada regenerasi. Apalagi yang kami tampilkan ini pakem klasik,” kata Sudarma. (lit/bp)

Berita Terkait

Back to top button

Konten dilindungi!