Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

Politik

GPS Sentil Koster, Nangun Sat Kerthi Loka Bali Kok Malah Babat Hutan?

AKAL SEHAT: Gede Pasek Suardika ingatkan eksekutif dan legislatif Bali bahwa pembahasan perubahan RTRW yang direncanakan kilat menyimpan ranjau luar biasa.

 

DENPASAR, Balipolitika.com- Politisi PDIP Perjuangan yang juga Ketua Komisi III DPRD Bali, Anak Agung Adhi Ardhana MB ngotot pembangunan proyek Terminal LNG di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai tetap dilanjutkan.

Kader parpol Wong Cilik yang dicintai masyarakat Denpasar sehingga selalu lolos ke DPRD Bali ini mengatakan apa yang dilakukan Dewan Bali dengan membentuk pansus pembahasan RTRW merupakan proses harmonisasi atau pengintegrasian antara RTRW Bali dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil (RZWP3K).
Adhi Ardhana juga berlindung di balik RUU Cipta Kerja alias Omnibuslaw.

Terkait polemik ini Gede Pasek Suardika terpanggil untuk bersikap. Ungkapnya bila dicermati, pembahasan perubahan RTRW yang direncanakan kilat ini menyimpan ranjau luar biasa.

“RTRW Bali terlihat diobrak-abrik untuk kepentingan proyek bukan untuk menjaga Bali yang Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Dengan alasan mengikuti UU Cipta Kerja yang dijadikan kambing hitam untuk mengubah RTRW. Padahal urusannya memuluskan proyek,” sentilnya.

GPS- sapaan akrab Gede Pasek Suardika- menilai kondisi ini harus menjadi perhatian bersama karena hutan makin banyak berpotensi untuk dibabat, baik Hutan Mangrove maupun Hutan Bali Barat.

“Yang penting proyek jalan. Padahal untuk pelabuhan LNG sudah ditetapkan di Pelabuhan Benoa di RTRW saat ini dan sudah perluasan juga. Namun, tampaknya perluasan itu dipakai fasilitas pariwisata membuat pelabuhan digeser ke kawasan hutan Mangrove. Nanti logika sama akan berjalan, bangun pelabuhan lalu diperluas untuk investor pariwisata,” sentil GPS.

“Bandara juga sudah ditetapkan di Buleleng Timur, kini dipindahkan ke Barat di kawasan yang sekitarnya hutan Bali Barat. Padahal jaraknya sangat dekat dengan Bandara Banyuwangi. Kajiannya pun sudah ada. Dan dinyatakan tidak pas di Bali Barat,” sambung GPS.

“Masyarakat selama ini hanya diberikan surat imbauan untuk merayakan Tumpek Wariga, Tumpek Kandang dan lainnya sebagai kemasan manipulatif sebagai penguasa peduli lingkungan. Tetapi sejatinya di balik itu semua, tatanan aturan dan anggaran diabadikan untuk megaproyek-megaproyek yang entah manfaat bagi masyarakatnya apa nantinya,” selidik GPS. (bp)

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!