Informasi: Rubrik Sastra Balipolitika menerima kiriman puisi, cerpen, esai, dan ulasan seni rupa. Karya terpilih (puisi) akan dibukukan tiap tahun. Kirim karya Anda ke [email protected].

OPINI

Menjawab 3 Tuduhan I Dewa Ngurah Swastha

Oleh Dr. Wayan Pageyasa, M.Pd., Ketua Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Pendidikan Universitas Sembilabelas November Kolaka

MENJAWAB I DEWA NGURAH SWASTHA: Dr. Wayan Pageyasa, M.Pd., Ketua Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Pendidikan Universitas Sembilabelas November Kolaka

 

Ada tuduhan yang nyeleneh dari Ketua MDA Bali, I Dewa Ngurah Swaastha alias Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet bahwa sampradaya tidak meyakini Ida Sanghyang Viddhi. Ini tuduhan yang cukup serius.

Ida Sanghyang Viddhi adalah Tuhan. Dengan mengatakan sampradaya tidak meyakini Beliau, maka itu sama dengan menuduh sampradaya tidak meyakini Tuhan.

Padahal, tujuan sampradaya adalah mengajarkan Ketuhanan. Ida Sanghyang Viddhi kurang lebih diartikan: Beliau Yang Maha Berpengetahuan. Maha berpengetahuan ini adalah salah satu sifat dari Bhagavan (Personalitas Tuhan Yang Maha Esa).

Ini bukan kata saya, tetapi kata Maharsi Parasara (ayah dari Maharsi Vyasa) yang dikutip oleh Srila Prabhupada. Bhagavan berasal dari dua kata Bhaga dan Van, Bhaga berarti kehebatan dan Van berarti yang memiliki.

Jadi Bhagavan berarti yang memiliki kehebatan. Menurut Maharsi Parasara, Bhagavan berarti Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki enam kehebatan sekaligus, yaitu segala kekayaan, segala kekuatan, segala kemashuran, segala ketampanan, segala pengetahuan (Maha Berpengetahuan) dan segala ketidakterikatan.

Ada banyak orang yang kaya sekali, perkasa sekali, tampan sekali, terkenal sekali, bijaksana sekali dan sangat tidak terikat, namun tiada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa ia mempunyai segala kekuatan, segala kekayaan, segala kemashuran dan sebagainya sekaligus dan sepenuhnya.

Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menyatakan demikian karena semuanya bersumber dari Beliau (Penjelasan Srila Prabhupada).

Dalam Bhagavad Gita, banyak sekali kalimat: Sri Bhagavan uvaca artinya Personalitas Tuhan Yang Maha Esa bersabda. Sri Bhagavan dalam Bhagavad Gita adalah Sri Krsna. Ini sangat gamblang, jelas.

Jadi, runtutannya seperti ini (1) Ida Sanghyang Viddhi artinya Beliau Yang Maha Berpengetahuan. (2) Beliau Yang Maha Berpengetahuan ini adalah satu dari enam kehebatan mutlak yang dimiliki Sri Bhagavan atau Personalitas Tuhan Yang Maha Esa. (3) Bhagavad Gita menjelaskan bahwa Sri Bhagavan adalah Sri Krsna sendiri. (4) Maka pemahaman logisnya: Ida Sanghyang Viddhi adalah Sri Krsna sendiri. Silakan berbeda pendapat, yang penting damai.

Sampradaya tidak meyakini Panca Sraddha?

Tuduhan kedua lebih aneh lagi bahwa sampradaya tidak meyakini panca sraddha. Panca sraddha dipahami secara umum sebagai lima dasar keyakinan Hindu.

Meskipun keyakinan Hindu kalau dipikir tidak hanya lima. Tapi okelah, lima saja sudah cukup representatif. Panca sraddha ini juga menjadi inti yang dibahas dalam Bhagavad Gita, bagaimana sampradaya bisa dituduh tidak panca sraddhais?

Rupanya terletak pada sraddha pertama dan kelima (sraddha kepada Tuhan dan moksa). Untuk sraddha pertama, tidak bisa hanya karena beda paham ke-Tuhanannya kemudian kita jatuhkan vonis ke orang yang berbeda itu sebagai tidak memiliki sraddha kepada Tuhan.

Sebagian umat Hindu menerima Tuhan tidak berwujud (impersonal God), sebagian lagi cocok dan menerima Tuhan berwujud (personal God), maka keduanya meyakini Tuhan.

Bagi umat yang cukup terdidik dan paham sad dharsana, khususnya bagian Vedanta (advaita, dvaita, visistha dvaita) plus achintya bheda abheda tattva, mereka akan paham tentang perbedaan ini.

Solusinya, para tokoh umat/adat, lembaga-lembaga Hindu, para politisi, akademisi, harus bahu membahu meningkatkan literasi umat. Jangan malah dihasut dan dijejali hoaks. Literasi umat yang bagus akan menguatkan sraddha.

Untuk sraddha kelima, jangan dikira kalau ada yang tidak menginginkan “menyatu dengan Brahman” sebagai orang yang tidak punya keyakinan kepada moksa. Tidak menginginkan bukan berarti tidak yakin. Yang paling penting, literasi umat tentang moksa perlu di-update, perlu diluaskan pemahamannya. Moksa tidak hanya “menyatu dengan Brahman”.

Istilah moksa atau juga dikenal dengan istilah mukti ada dalam literatur Veda. Srimad Bhagavatam 3.29.13 menyatakan sālokya-sārṣṭi-sāmīpya-sārūpyaikatvam apy uta dīyamānaṁ na gṛhṇanti vinā mat-sevanaṁ janāḥ, artinya seorang penyembah murni tidak ingin menerima Moksa jenis apa pun, yakni: salokya (tinggal di planet yang sama dengan Tuhan), sarsti (memperoleh kemewahan yang sama dengan kemewahan Tuhan), samipya (menjadi rekan pribadi Tuhan), sarupya (mendapat ciri badan yang sama dengan Tuhan), atau ekatva (jivanmukti, menyatu dengan cahaya Brahman), walaupun semua hal tersebut ditawarkan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.

Pernyataan serupa kembali ditegaskan dalam Srimad Bhagavatam 9.4.67: tikar-sevaya te pratitam salokyadi-catustayam necchanti sevaya purnah kuto ‘nyat kala-viplutam, artinya: penyembah-Ku selalu puas dalam pelayanan bhakti kepada-Ku dan tidak tertarik pada empat jenis pembebasan [salokya, sarupya, samipya dan sarsti], meskipun secara otomatis hal itu bisa dicapai dengan pelayanan. Dari dua sloka ini, kita bisa memahami bahwa Hindu mengakui adanya beberapa jenis moksa dan dengan demikian ini membantah anggapan bahwa Moksa hanyalah kondisi di mana sang jiva menyatu dengan Brahman.

Menyoal panca sraddha, ada pidato Bapak Dr. Wayan Koster yang mengatakan idup tuah acepok (hidup hanya sekali). Padahal panca sraddha jelas menyatakan bahwa ada punarbhava/reinkarnasi. Jadi hidup dan mati tidak hanya sekali. Inilah bedanya antara keyakinan agama lain dengan keyakinan Hindu. Sepertinya perlu ada proyek pembekalan panca sraddha dan juga percetakan buku-buku tentang panca sraddha.

Sampradaya tidak meyakini Panca Yadnya?

Ini tuduhan yang paling aneh bin nyeleneh. Yadnya kepada Tuhan, kepada Rsi (guru spiritual/nabe/surya), kepada leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada bhuta harus dilakukan. Praktiknya bagaimana? Contoh kecil yang praktis, (1) Seorang bhakta memasak dengan mood persembahan kepada Tuhan, setelah itu makanan dipersembahkan kepada arca Tuhan (yadnya kepada Tuhan).

(2) Setelah dilungsur, kemudian prasadam tersebut dipersembahkan kepada guru/nabe/orang suci/sadhu. Tentu ada banyak pelayanan dan yadnya lain yang bisa dilakukan kepada guru/nabe/orang suci/sadhu selain mempersembahkan prasadam (yadnya kepada Rsi).

(3) Prasadam juga dipersembahkan kepada leluhur maka leluhur akan senang dan terbebaskan karena mendapatkan prasadam Sri Visnu, cara yang lebih formal adalah membuatkan leluhur upacara sraddha kriya. Dalam upacara sraddha kriya ini, ada persembahan dalam api yadnya kepada Sri Visnu, kemudian lungsurannya dikirimkan kepada yang meninggal melalui karunia Dewa Baruna dan diteruskan ke Dewa Matahari. Dewa Matahari kemudian meneruskan ke yang meninggal (yadnya kepada leluhur).

(4) Prasadam juga dibagikan ke tetangga atau orang yang membutuhkan, misalnya pembagian makanan dan minuman di tempat umum (yadnya kepada manusia), selain prasadam juga bisa dalam bentuk lain, misalnya menyumbang pengetahuan.

(5) Prasadam diwadahi kecil-kecil kemudian dibagikan ke beberapa tempat, maka makhluk halus, roh gentayangan, hantu, pocong, engklek-engklek, warudoyang, memedi, gamang, burung, hewan-hewan lain, bahkan semut juga mendapatkan bagian dan mendapat manfaat spiritual (yadnya kepada bhuta).

Barangkali yang dipersoalkan adalah yadnya kepada bhuta. Dalam konteks ini, bhuta dimaknai sebagai ruang atau tempat dan juga bisa dimaknai sebagai makhluk yang tidak kelihatan, yang kerap menganggu. Menjaga tempat/lingkungan tetap bersih, menjaga kelestarian hutan, kebersihan sungai, gunung, lembah adalah yadnya kepada bhuta. Juga memberi prasadam kepada mahluk-mahluk di alam bawah, roh gentayangan ini juga yadnya kepada bhuta. Prasadam ini akan menyelamatkan mereka. Jadi, mereka diselamatkan, bukan dibujuk atau diberi upah yang bersifat sementara. Setelah selamat, mereka diharapkan mendapatkan karunia badan baru yang lebih baik. (*/bp) 

Berita Terkait

Baca Juga
Close
Back to top button

Konten dilindungi!